
Kepulauan Riau
Mengurai Pengaruh Rotasi Pejabat Kepala Dinas Kepri terhadap Besaran Anggaran
Rotasi, Rezim, Rupiah, dan Masa Depan Kepri
Feature – Tanjungpinang, Baru-baru ini, Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, melakukan rotasi pejabat eselon II, termasuk pertukaran posisi antara Hasan dan Guntur. Langkah ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik mengenai motif di balik rotasi tersebut.
Apakah ini murni untuk penyegaran birokrasi dan peningkatan kinerja, ataukah ada kepentingan lain yang terkait dengan pengelolaan anggaran di masing-masing dinas? Dalam konteks birokrasi di banyak daerah Indonesia, rotasi sering tidak murni karena kebutuhan profesional, tetapi dipengaruhi oleh patronase politik dan besaran anggaran dinas.
Total Anggaran: Di Mana Konsentrasi Uang Publik?
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), misalnya, telah menetapkan total pagu anggaran untuk 34 OPD pada tahun anggaran 2025 sebesar Rp 4,26 triliun. Namun, distribusi anggaran tersebut tidak merata. Lima OPD dengan pagu terbesar menguasai sekitar 66% dari total anggaran:
Dinas Pendidikan: Rp 1,01 triliun
Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD): Rp 821,54 miliar
Dinas Kesehatan (termasuk RSUD dan RSKJK): Rp 453,02 miliar
Sekretariat Daerah: Rp 294,83 miliar
Sekretariat DPRD: Rp 139,46 miliar
Angka-angka tersebut mengindikasikan betapa strategisnya posisi kepala dinas di institusi-institusi ini. Tak mengherankan jika kursi kepala OPD tersebut menjadi incaran—bukan semata karena prestise jabatan, tetapi karena kendali atas pengelolaan anggaran publik dalam skala raksasa.
Rotasi dan Politisasi Anggaran
Secara teori, rotasi pejabat dilakukan untuk menyegarkan organisasi dan mendorong peningkatan kinerja. Namun, dalam praktiknya, rotasi sering kali digunakan sebagai alat konsolidasi kekuasaan, terutama menjelang pembahasan anggaran daerah. Pejabat yang loyal atau memiliki kedekatan politik dengan kepala daerah cenderung mendapatkan posisi strategis, sementara yang dianggap “berseberangan” disingkirkan secara halus lewat mutasi.
Dampaknya? Penyusunan anggaran menjadi sangat politis. Alih-alih berdasarkan evaluasi kebutuhan dan capaian program, besar kecilnya anggaran bisa dipengaruhi oleh siapa yang memimpin dinas tersebut dan seberapa besar “kompromi politik” yang berlangsung di belakang layar.
Risiko Korupsi: Makin Besar Anggaran, Makin Rentan?
Laporan dan pemantauan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama lima tahun terakhir menunjukkan pola yang konsisten: anggaran besar sering berbanding lurus dengan potensi korupsi tinggi.
Empat sektor utama yang paling sering terlibat kasus korupsi adalah:
Dinas Pendidikan – 240 kasus korupsi (2016–2021), kerugian Rp1,6 triliun. Modus: pemotongan dana BOS, proyek fiktif.
Dinas Kesehatan – Penggunaan dana kapitasi dan pengadaan alat kesehatan kerap menjadi titik rawan.
Dinas Pekerjaan Umum – Proyek infrastruktur dengan anggaran besar menjadi lahan korupsi klasik: mark-up, proyek fiktif, dan suap.
Dinas Sosial – Bantuan sosial tidak jarang disalurkan ke pihak fiktif atau dipotong secara ilegal oleh oknum.
Bukan kebetulan jika sebagian besar dinas tersebut masuk dalam jajaran penerima anggaran terbesar di Kepri.
Pertanyaan Tajam dari Publik
Di tengah tata kelola yang seharusnya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, masyarakat mulai mempertanyakan:
“Mengapa rotasi kepala dinas kerap terjadi menjelang pengesahan anggaran, dan benarkah itu dimanfaatkan sebagai ajang bagi-bagi ‘jatah proyek’ alih-alih demi perbaikan kinerja pelayanan publik?”
Pertanyaan ini tidak hanya relevan, tetapi juga krusial untuk mendorong lahirnya praktik birokrasi yang bersih, profesional, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
apakah rotasi ini murni demi efisiensi birokrasi, atau bagian dari kalkulasi politik dan distribusi ‘kue anggaran’?
Daftar Lengkap Pejabat Eselon II yang Dirotasi dan Dilantik:
Hasan – Kepala Dinas Pariwisata (sebelumnya Kadiskominfo)
Hendri Kurniadi – Kadiskominfo (sebelumnya Kasatpol PP)
Martin Maromon – Kasatpol PP (sebelumnya Sekwan DPRD Kepri)
Muhammad Ikhsan – Kepala Kesbangpol (sebelumnya Kadispora)
Darson – Kadispora (sebelumnya Kepala Kesbangpol)
Diky Wijaya – Kadisnaker (sebelumnya Kepala Bapenda)
Misni – Asisten (sebelumnya Kepala Barenlitbang)
Guntur Sakti – Staf Ahli (sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata)
Aries Fhariandi – Kepala Barenlitbang (sebelumnya Kadisperindag)
Burhanudin – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan (sebelumnya Kadinsos)
Abdullah – Kepala Bapenda (sebelumnya Karo Umum)
Mahdi – Kadinsos (sebelumnya Staf Ahli)
Budi – Staf Ahli
Syakyakirti – Karo Pemerintahan (sebelumnya Karo Ekonomi Pembangunan)
Novianto – Kadisperindag (sebelumnya Karo Ortal)
Zulhendri – Karo Ekonomi Pembangunan (sebelumnya Karo Pemerintahan)
Beberapa dari nama-nama di atas dikenal sebagai pejabat yang telah lama berada di lingkaran dekat Gubernur Ansar, dan kini mengisi dinas dengan potensi anggaran tinggi seperti Bapenda, Diskominfo, dan Pariwisata. Hal ini memperkuat sinyal adanya korelasi antara kekuasaan, kedekatan, dan kendali atas sumber daya anggaran.
Rotasi pejabat seharusnya menjadi mekanisme penyegaran birokrasi, bukan instrumen politisasi anggaran. Ketika kursi pejabat dijadikan komoditas tawar-menawar dalam siklus anggaran, maka yang dikorbankan bukan hanya kualitas layanan publik, tetapi juga kepercayaan rakyat pada institusi pemerintahan itu sendiri.
Kafabihi, 23 Mei 2025