Uncategorized

Kondisi Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis Kepulauan Riau

Ekosistem lamun merupakan ekosistem penting sebagai penunjang kehidupan biota – biota perairan dan dimanfaatkan sebagai area pengasuhan, pemijahan, mencari makan, serta pembesaran larva – larva organisme akuatik, (Gosari dan Haris 2012). Ekosistem lamun penting untuk dilindungi karena fungsinya yang sangat penting bagi kelangsungan kelestarian sumberdaya perikanan. Pengkajian terkait kondisi lamun menjadi sesuatu yang diperlukan sebagai kontrol untuk melihat kondisi padang lamun pada masa ke masa. Fungsi lamun diantaranya adalah sebagai penyedia tempat berlindung bagi biota-biota laut yang hidup di dalamnya, serta merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi beberapa spesies biota laut, (Kordi 2011).

Padang lamun adalah salah satu ekosistem produktif yang memiliki fungsi ekologi sebagai tempat pemijahan, perlindungan, habitat hidup, serta pengasuhan bagi biota ekonomis penting, dan biota – biota lainnya. Namun kerusakan area padang lamun masih terus terjadi dan membahayakan bagi kelangsungan habitat biota ekonomis penting meliputi ikan, kerang-kerangan, krustasea, Echinodermata dan biota penting lainnya.

Namun ekploitasi yang cenderung meningkat pada area padang lamun, dapat memberikan dampak kerusakan padang lamun. Kerusakan yang umumnya terjadi yakni berupa berkurangnya luasan dan tingkat kerapatan lamun yang cenderung menurun. Maka perlu dilakukan pendekatan ilmiah terkait kajian kondisi dan status padang lamun di Perairan Kampung Bugis dengan melihat kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya saat ini untuk pedoman pengelolaan lamun pada masa yang akan datang.

Kerapatan lamun yang sedang (tidak rapat) disebabkan oleh faktor manusia yaitu aktivitas – aktivitas pesisir yang memiliki dampak terhadap lamun. Diperairan Kampung Bugis diketahui merupakan area wisata pantai, permukiman, aktivitas perikanan, serta transportasi laut. Aktivitas tersebut sangat berpotensi untuk mengakibatkan penurunan kondisi padang lamun sehingga dari waktu ke waktu terus mengalami tekanan. Dari aktivitas permukiman, banyak dihasilkan sampah-sampah yang dapat menutupi area lamun sehingga menyebabkan terhambatnya fotosintesis.

Dari aktivitas transportasi kapal akan mengakibatkan adanya lapisan minyak dari limbah buangan minyak kapal (air ballas) yang juga akan menghambat masuknya cahaya matahari. Dari aktivitas perikanan seperti jaring ikan akan mengakibatkan tercabutnya lamun di dasar perairan pada saat penarikan jarring, serta dari aktivitas wisata pantai dan berkarang yang dilakukan oleh masyarakat akan menginjak – injak lamun sehingga juga akan mengakibatkan kerusakan lamun.

Lebih lanjut Syukur et al. (2011), mengatakan bahwa kerusakan lamun pada dasarnya adalah akibat dari cara masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang benilai konsumsi seperti moluska dan sumberdaya lain yang berdampak pada rusaknya lamun. Menurut Supriadi et al. (2012), kerusakan lamun selain faktor alami, juga disebabkan oleh meningkatnya tekanan (kerusakan) ekosistem padang lamun karena aktifitas manusia.

Jenis lamun yang dijumpai hanya terdiri dari 3 jenis yakni E. acoroides, T. hemprichii, dan C. serullata sehingga nilai keanekaragaman jenisnya tidak tergolong tinggi. Kerapatan lamun untuk semua jenis diperairan Kampung Bugis juga tergolong sedang sehingga menggambarkan kondisi lamun yang kurang baik. Permasalahan ini juga dapat terjadi pada area – area yang tidak ditumbuhi lamun. Kategori nilai tutupan lamun di perairan Kampung Bugis juga tergolong kurang sehat. Artinya kondisi padang lamun juga kurang baik jika ditinjau dari nilai tutupannya. Nilai frekuensi dan indeks nilai penting lamun tertinggi pada jenis E. acoroides sedangkan jenis lain memiliki nilai yang lebih rendah dan selisih jauh. Dengan demikian dikhawatirkan akan terjadi dominan jenis E. acoroides dan akan terjadi lamun yang monospesies yang tentunya kurang baik bagi keberagaman ekosistem lamun. Kualitas air meliputi parameter fisika dan kimia perairan, secara umum masih memenuhi kisaran baku mutu menurut KEPMEN LH No. 51 tahun 2004, sehingga kondisi ini harus selalu ditingkatkan dengan menjaga kelestarian lingkungan oleh semua pihak, baik masyarakat sekitar perairan Kampung Bugis maupun para pengunjung.

Jika dibandingkan dengan jenis lamun yang umum dijumpai di Indonesia yakni sebanyak 12 spesies, (Syukur et al. 2011). Jenis yang dijumpai di perairan Kampung Bugis hanya terdiri dari 3 spesies, atau dapat dikatakan hanya sebesar 25% dari jenis yang dijumpai di Indonesia. Angka ini menunjukkan bahwa jenis yang dijumpai di perairan ini cukup sedikit. Hal yang mempengaruhi sedikitnya jenis yang dijumpai yakni karakteristik lamun di perairan Kampung Bugis yang cenderung membentuk vegetasi tunggal, yaitu jenis yang hidup disana hanya dijumpai beberapa spesies saja.

Berdasarkan penelitian Menurut Arkham et al. (2015), wilayah Kabupaten Bintan ditemukan 10 jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pengamatan (Kabupaten Bintan bagian utara-timur) memiliki keaneka-ragaman jenis lamun yang tinggi. Jenis-jenis lamun yang ditemukan tersebut antara lain adalah : Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Ehbalus acroides, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Hallophila. spinulosa, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum, dan Syringodium isoetifolium. Lebih lanjut Siswanto et al., (2017) mengatakan bahwa jenis lamun yang umum dijumpai di perairan Pulau Bintan ialah Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Thalasodendron ciliatum dan Cymodocea rotundata.

Jika dilihat dari data secara keseluruhan terhadap komunitas lamun di perairan Kampung Bugis, kesimpulannya adalah kondisi lamun di perairan Kampung Bugis termasuk cukup baik (sedang). Sehingga diperlukan peningkatan pengelolaan berbasis masyarakat dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Diantara parameter fisika dan kimia yang tidak sesuai dengan baku mutu menurut KEPMEN LH No. 51 tahun 2004 yakni suhu salinitas yang nilainya dibawah ambang batas yang ditetapkan, serta kondisi arus perairan Kampung Bugis yang tergolong lemah. Untuk itu perlu adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan terkait dengan buangan air tawar dari aktivitas permukiman secara langsung keperairan laut agar tidak berlebihan dan kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah sehingga akan mempengaruhi salinitas secara alami diperairan tersebut.

 

Penulis

Syahrul Nizam
Jurusan Ilmu Keluatan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close