Kolom Pembaca

SENGKUNI DI DAERAH

Sengkuni adalah seorang tokoh pewayangan dan seorang Mahapatih dan Penasihat Khusus Raja Hastina, Suyudana alias Duryudana dalam Epos Mahabrata Karangan Resi Wiyasa. Dengan kelihaian dan kelicikannya, sengkuni berhasil membuat Duryadana selalu mengikuti saran dan Nasehat-nasehatnya. Saran dan nasehat sengkuni seringkali bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan. Semua karena kelihaian sengkuni untuk membungkus semua taktik dan cara-cara meraih kemenangan yang sesungguhnya culas dan licik itu dengan bungkus kata-kata dan perilaku yang seolah-olah memperdulikan moral.

Dalam Soesatyo (2013:xvii-xix) mengatakan karakter fisik Sengkuni sendiri digambarkan berbadan kurus dengan muka tirus. Cara bicaranya lemah, tapi bukan lemah lembut melainkan menjengkelkan. Wataknya licik, culas, dengan kesenangan untuk menipu, menghasut, dan memfitnah, dan jiwanya seorang munafik. Kemudian perangainya yang khas adalah sangat senang bila berhasil membuat orang lain celaka.

Kalau kita melihat uraian diatas ternyata sengkuni atau tokoh dalam pewayangan ini, ada juga perangai dan perilaku tersebut didaerah. apalagi kita lihat dan tinjau dalam ranah politik. Setelah berakhirnya rezim totaliter Orde Baru dan digantikan oleh rezim reformasi, demokrasi menjadi pilihan bangsa ini. Kemudian system sentralisasi yang dianut pada rezim totaliter juga berganti dengan desentralisasi atau otonomi daerah.

Tujuan otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan dimasyarakat dan mensejahterahkan masyarakat didaerah. Tetapi belakangan kebijakan desentralisasi tersandera dan terperangkap oleh dominasi raja-raja kecil yang dalam demokrasi terkenal dengan istilah oligharki. Oligharki diartikan sebagai system pemerintahan dimana semua kekuasaan  politik berada ditangan segelintir orang-orang kaya atau pemilik modal. Benar juga kata Karl Marx bahwa, penguasa itu hanya kepanjangan tangan pemilik modal, Merekalah yang secara dominan mempengaruhi kebijakan public dan bermotif keuntungan pribadi kelompok tersebut.

Kalau kita kaitkan dengan modal politik penguasa yang mendominasi adalah modal ekonomi. Apalagi menjadi pemimpin politik didaerah mendapatkan subsidi dari para elit ekonomi. Saat pencalonan sebelum jadi pemimpin mendapatkan bantuan uang sebagai modal untuk kontestasi politik dari para elit ekonomi. Sehingga dalam perjalanan pemerintahan didaerah penguasa harus memenuhi janjinya. Sehingga transaksional politik dan ekonomi berjalan secara alternatif fungsional dalam birokrasi pemerintahan.

Kemudian kita bincangkan lagi tentang para sengkuni didaerah. dalam terminology modern, perilaku sengkuni tersebut sejalan dengan tipologi politik Machiavelli, dimana segala cara dilakukan asal tujuan tercapai meskipun harus menabrak moralitas kebenaran. Sangat sering sekali kita lihat cara-cara yang tidak fair dan cenderung kea rah bandit politik dalam menyasar kepentingan politik.

Para sengkuni dalam ranah politik didaerah tentu saja sangat terlihat dalam ranah perebutan kepentingan untuk tetap berkuasa, apapun caranya harus tetap dilakukan. Oleh karena itulah seorang pemimpin bukan saja harus mengambil sikap, pemihakan dan memberikan kata putus terhadap kebijakan public. tetapi menurut Diogenes Laertius seorang, “ kita memiliki dua telinga dan hanya selembar lidah agar lebih mengedepankan mendengar dibandingkan berbicara”.

Dengan begitu seorang pemimpin harus mengambil keputusan atau kebijakan public itu dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Seorang pemimpin itu harus banyak mendengar keluhan-keluhan public, bahkan dari orang-orang hidup dijalanan pun tetap didengar. Karena secara empirisme dilapangan akan terlihat persoalan yang sebenarnya, sehingga seorang pemimpin tidak hanya menerima laporan dari bawahan saja, tetapi tahu tentang masalah tersebut.

Kemudian juga karakter pemimpin itu harus punya kepekaan sosial terhadap wilayah public dan kuping tidak tipis. Karena kalau seorang pemimpin yang berkuping tipis pasti akan emosional dalam menghadapi setiap kritikan dari public. seorang pemimpin yang sering turun kelapangan akan tahu menimbang informasi, sehingga tidak tersesat dalam rimba informasi. Karena banjir bandang fakta yang diinformasikan kepada pemimpin harus memilih dan memilah untuk diputuskan, apakah segera diputuskan yang sifatnya darurat atau hanya bersifat penting tetapi tidak mendesak.

Seorang penguasa didaerah harus bisa tahu dilingkaran kekuasaan saat menjabat, karena masukannya terhadap problematic didaerah jangan sampai menjerumuskan pemimpin dalam ketidak percayaan public. para sengkuni atau pembisik nyeleneh dilingkaran kekuasaan selalu ada, bahkan para sengkuni tersebut selalu ada kekuasaan yang tersembunyi dan tertutup dibelakangnya yang mendukungnya. Apalagi dalam menentukan posisi-posisi strategis dalam rotasi jabatan didaerah. karena disitu seorang pemimpin sering hanyut dalam gelombang warta yang dibisikkan para pembantu dekatnya.

Dibutuhkan seorang pemimpin yang tetap tegas,tetapi tetap mendengar informasi yang presisi dan sangat akurat atau A1 datanya. Sehingga seorang pemimpin dalam menentukan pejabat-pejabat didaerah harus sesuai dengan kompetensi, kapabilitas dan integritasnya. Jangan sampai  dalam menentukan posisi jabatan strategis tersebut dipengaruhi oleh kuatnya kepentingan politik oleh para kelompok kepentingan, tim pemenangan dan lain-lain. Akibatnya akan menuai kritikan dari public, karena tidak menjalankan tata kelola pemerintahan dengan transfaran, professional dan clean government.

Kepercayaan public akan semakin berkurang terhadap kepemimpinan penguasa. Apalagi terlihat dengan transfaran penempatan posisi jabatan strategis didalam pemerintahan didominasi oleh keluarga terdekatnya. Ini juga akibat mendengar dari orang-orang terdekat penguasa di daerah. Selanjutnya seorang penguasa didaerah tetap memberikan ruang bagi public dalam demokrasi. Agar partisipasi, kebebasan politik dan sipil masyarakat memberikan kritikan terhadap ruang gerak pemerintahan.

Karena tata kelola pemerintahan saat ini sudah berubah paradigmanya, harus melibatkan stakeholder agar ada chek and balances dalam menjalankan azaz-azaz pemerintahan yang baik. Penguasa apabila salah dalam membuat kebijakan public akibat para pembisik-pembisik yang nyeleneh atau sengkuni didaerah, karena tidak melewati Input-proses dan out put, tentu saja akan menuai kritikan dari public. sehingga penguasa tidak phobia terhadap massa dan media massa dalam ranah demokrasi saat ini.

Kemudian dalam kepentingan ekonomi didaerah juga seorang kepala daerah mesti berhati-hati dan harus mempunyai pertimbangan yang matang. Karena para pembisik disekeliling penguasa selalu bermain kepentingan bagi-bagi proyek pemerintahan. Apalagi disetiap sector satuan kerja dipemerintahan saat ini, semua pasti mempunyai program dan proyeksi sesuai tugas pokok fungsinya. Pemimpin didaerah harus melakukan pengawasan melekat terhadap proses-proses yang dilakukan setiap satuan kerja pemerintah daerah. Karena sering rawan terlihat dalam proses akuntabilitasnya terjadi pengkondisian oleh orang-orang dilingkaran kekuasaan.

Sehingga sering cenderung tidak fair dan tranparan dalam penentuan kemenangan untuk mendapatkan proyek tertentu. Walaupun tetap ada jalur normal tanpa adanya intervensi oleh orang-orang yang dilingkaran kekuasaan. Oleh karena itulah kita butuh seorang pemimpin daerah yang kuat, strong integrasinya, tidak bisa di intervensi oleh kelompok-kelompok kepentingan lainnya. Kemudian harus tetap komitmen menjalankan pemerintahan, banyak mendengar masyarakat dari segmen manapun dalam membuat sebuah keputusan dan kebijakan public. sehingga tidak hanyut dalam bisikan nyeleneh dari orang-orang dilingkaran kekuasaan.

 

Oleh : Suyito, M.Si Presidum Visi Merah Putih Pusat dan Dosen Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close