Jakarta

Indonesia Targetkan Penempatan 425 Ribu Pekerja Migran di 2025: Strategi dan Tantangannya

Jakarta, 16 April 2025 – Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Ketenagakerjaan, menetapkan target ambisius: menempatkan 425.000 pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri sepanjang tahun 2025. Angka ini melonjak signifikan dibandingkan realisasi tahun 2024 yang berada di kisaran 297.000 orang.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar pemerintah untuk memanfaatkan peluang kerja di pasar global, sekaligus menjadi solusi untuk menyerap tenaga kerja dari dalam negeri, terutama dari daerah dengan tingkat pengangguran tinggi.

Peluang Global yang Meningkat

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyampaikan bahwa permintaan tenaga kerja Indonesia dari negara-negara tujuan meningkat drastis pascapandemi. Data menunjukkan bahwa sepanjang 2024, permintaan pekerja dari luar negeri mencapai lebih dari 1,3 juta orang—namun Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 23% dari total tersebut.

Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Taiwan masih menjadi destinasi favorit, dengan kebutuhan tenaga kerja untuk sektor perawat lansia, manufaktur, konstruksi, hingga sektor hospitality dan domestik.

“Ini peluang besar. Jika tidak kita manfaatkan, negara lain seperti Filipina, Vietnam, atau India akan ambil bagian,” kata Benny dalam Rakornas Migran 2025 di Jakarta.

Prioritas pada Skema Resmi dan Terproteksi

Salah satu fokus utama pemerintah adalah memastikan bahwa penempatan dilakukan secara legal, aman, dan memberikan perlindungan maksimal bagi pekerja. Untuk itu, sistem digitalisasi penempatan seperti SIAPkerja dan Desmigratif (Desa Migran Produktif) terus diperkuat.

Pemerintah juga meningkatkan kerja sama bilateral dan memperbarui MoU ketenagakerjaan dengan negara-negara tujuan. Misalnya, Jepang kini membuka kuota 70.000 pekerja Indonesia melalui skema Specified Skilled Worker (SSW), yang memungkinkan pekerja mendapatkan gaji layak dan jalur tinggal permanen setelah masa kerja tertentu.

Kampanye #KaburAjaDulu: Menjawab Tantangan Persepsi

Menariknya, BP2MI menggulirkan kampanye kreatif bertajuk #KaburAjaDulu di berbagai media sosial, yang menyasar kalangan Gen Z dan milenial. Kampanye ini mendorong narasi bahwa bekerja di luar negeri bukanlah “jalan terakhir”, melainkan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup, pengalaman internasional, serta tabungan masa depan.

Poster digital yang menampilkan mantan PMI sukses, konten TikTok dengan tips kerja di Jepang, dan podcast bersama diaspora Indonesia di Jerman menjadi bagian dari strategi komunikasi baru pemerintah.

“Daripada nganggur di kampung, mending kabur ke luar negeri tapi lewat jalur resmi,” ujar salah satu konten kreator kampanye, Dito Wibowo, yang pernah menjadi barista di Korea selama 3 tahun.

Tantangan: Perlindungan dan Biaya Penempatan

Namun di balik optimisme ini, tantangan besar masih menghadang. Masih banyak pekerja yang tergiur jalur non-prosedural karena proses penempatan resmi dianggap lambat dan biaya awal yang tinggi. Tidak sedikit juga yang terjebak pada praktik penipuan agen nakal atau overcharging.

Pemerintah pun menegaskan komitmennya untuk memberantas sindikat penempatan ilegal. Sepanjang 2024, lebih dari 2.100 kasus pengiriman pekerja nonprosedural berhasil digagalkan di berbagai daerah.

“Tidak boleh lagi ada cerita PMI disekap, disiksa, atau ditipu. Kita harus jamin perlindungan dari hulu ke hilir,” tegas Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.

BP2MI juga mulai menggandeng lembaga keuangan syariah dan koperasi untuk memberikan skema pembiayaan awal yang ramah bagi calon PMI, termasuk bunga 0% dan grace period selama 6 bulan.

Dampak Ekonomi: Remitansi dan Pembangunan Desa

Remitansi dari pekerja migran terbukti menjadi penopang ekonomi desa dan daerah-daerah kantong migrasi seperti NTT, Jawa Timur, dan Lombok. Pada tahun 2024, remitansi dari PMI mencapai Rp160 triliun, naik 18% dari tahun sebelumnya.

Dana ini banyak digunakan untuk membangun rumah, membuka usaha UMKM, menyekolahkan anak, bahkan membiayai kuliah lanjutan bagi saudara dan kerabat.

“Dulu saya kerja jadi caregiver di Osaka, sekarang saya punya usaha laundry dan warung kopi di kampung. Uang dari Jepang jadi modal hidup,” ujar Siti Maemunah, mantan PMI asal Banyuwangi.

Melihat potensi ini, pemerintah mengembangkan 120 Desa Migran Produktif di seluruh Indonesia, di mana mantan PMI dilatih untuk menjadi wirausahawan, peternak, atau pengembang teknologi desa.

Teknologi dan Sertifikasi: Kunci Daya Saing

Untuk mendongkrak daya saing PMI di pasar global, pemerintah juga mulai mewajibkan sertifikasi kompetensi dan pelatihan berbasis digital. Calon PMI kini harus mengikuti pelatihan bahasa, keterampilan teknis, dan budaya kerja di negara tujuan sebelum berangkat.

Balai Latihan Kerja (BLK) di berbagai daerah dilengkapi dengan simulasi kerja virtual, pelatihan daring, dan uji kompetensi dari lembaga sertifikasi profesi yang diakui internasional.

Bahkan, ada inisiatif untuk mencetak “PMI Digital” yang bekerja secara remote di bidang IT, desain grafis, dan customer service – menjawab tren globalisasi pekerjaan jarak jauh.

Kolaborasi dengan Diaspora dan Lembaga Internasional

Tak hanya di dalam negeri, Indonesia juga menjalin kemitraan dengan jaringan diaspora Indonesia di luar negeri. Komunitas diaspora di Tokyo, Dubai, dan Berlin menjadi duta informal untuk membantu adaptasi dan perlindungan PMI baru.

Selain itu, kerja sama dengan ILO (International Labour Organization) dan IOM (International Organization for Migration) juga diperkuat, terutama dalam advokasi hak-hak pekerja migran dan pengembangan sistem pelaporan berbasis teknologi.

Investasi Manusia untuk Masa Depan

Target 425.000 pekerja migran bukan hanya tentang angka, tetapi tentang menciptakan sistem migrasi kerja yang berkelanjutan, manusiawi, dan produktif. Dengan pendekatan yang holistik – dari pelatihan hingga perlindungan – Indonesia berupaya menjadikan migrasi tenaga kerja sebagai pilihan karier yang bermartabat.

Bagi banyak anak muda di pelosok negeri, bekerja di luar negeri bukan lagi sekadar “pelarian”, tapi bisa menjadi jalan menuju kemandirian ekonomi, penguatan kompetensi global, dan pembangunan daerah asal.

Selama pemerintah bisa menjaga integritas proses dan memastikan perlindungan menyeluruh, target ini bukan mustahil tercapai – dan bahkan bisa jadi fondasi bagi Indonesia Emas 2045.

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Close