
Pendidikan
Berhati – Hatilah Terhadap Politik Uang
Pelaksanaan politik uang ( Money politic) diduga masih terjadi, bahkan meningkat pada Pilkada tahun 2020. Apalagi pilkada digelar di saat pandemi covid-19,yang menjadi tahun berbeda dari tahun sebelumnya. Di era demokrasi seperti ini, pelaksanaan politik uang tentu saja sesuatu yang menakutkan. Selain itu, karena tidak sejalan dengan prinsip dan nilai-nilai demokrasi, juga karena menguatnya suara publik menentang politik uang .
Menurut Ismawan (1999) politik uang adalah upaya untuk mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu .Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada proses pollitik dan kekuasaan . Tindakan itu bisa terjadi dalam jangkauan(range ) yang lebar ,dari pemilihan kepala desa sampai dengan pemiliha umum suatu negara.
Menurut peraturan pemerintah (PP) No.151 tahun 2000 tentang tata cara Pemilihan,Pengesahan,dan pemberian kepala daerah dan wakil kepala daerah menyebutkan bahwa politik uang adalah pemberian uang atau bentuk lain ,yang di lakukan kepada calon kepala daerah dan wakil kepala daerah atau yang berkaitan dengan pasangan calon ,kepada anggota DPRD dengan masuk terang -terangan dan tertutup untuk memperoleh dukungan guna memenangkan kepala daerah.
Politik uang dikategorikan dalam tiga dimensi yaitu vote buying, vote broker dan korupsi politik. Vote buying merupakan pertukaran barang, jasa, atau uang dengan suara dalam pemilu. Vote broker adalah orang yang mewakili kandidat/partai untuk membeli suara.Korupsi politik, adalah segala bentuk suap kepada politisi dalam rangka mendapatkan kebijakan yang menguntungkan atau keuntungan lainnya.Ada dua jenis politik uang.
~Pertama, secara langsung dengan memberikan uang kepada pemilih. ~Kedua, secara tidak langsung dengan memberikan berbagai barang yang memiliki nilai guna dan nilai tukar yang tinggi.
Dalam sejarah politik bangsa Indonesia, pelaksanaan politik uang ialah sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Hal itu, disebabkan karena pendidikan moral politik kita masih rendah. Misalkan terkait bagaimana tingkat pemahaman warga soal konsekuensi, jika menerima suap berupa uang, atau barang hanya untuk memilih calon tetapi tidak sesuai dengan pilihannya .Kemudian karena faktor ekonomi. Ekonomi yang dibawah rata -rata , membuat kita terbuai dengan rayuan para pelaku utama politik uang. Kalau secara ekonomi kita mapan, barangkali kita menerima tawaran Rp100.000 .Misalnya,ketika uang Rp 100.000 digadaikan untuk kepentingan publik selama lima tahun. Dengan tawaran Rp100.000 itu, kita harus memilih calon tersebut. Padahal, kita telah menentukan pilihan kepada calon lainnya, karena kita punya hak suara masing -masing . Jika hal seperti ini dibiarkan secara terus menerus maka demokrasi tersebut mempunyai harapan sangat kecil untuk mendapatkan pimpinan yang berkualitas dan pimpinan yang mempunyai semangat bekerja untuk kepentingan bersama , jadi jangan banyak berharap untuk mendapat pemimpin berkualitas.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya money politic ini sangatlah merugikan baik untuk masyarakat ataupun kandidat tersebut. Bagi kandidat yang melakukan money politic ini tentu saja akan mencoreng nama baiknya sendiri.
Selain itu, pasangan calon yang terpilih juga mendapat sanksi yang tak mudah dan juga dapat didiskualifikasi yang tentunya tidak menjadi tujuan awal dari pasangan calon. Bagi masyarakat, money politic ini malah bisa melatih masyarakat untuk bertindak curang. Jika pelakunya terpilih, bisa saja dia melakukan penyalahgunaan jabatan dan terlibat kasus korupsi. Selain itu kerugian berjalannya money politic ini bagi pemerintah adalah terciptanya produk perundangan yang tidak tepat sasaran karena mereka yang menjabat tidak sesuai dengan kapasitas atau bukanlah ahli dibidangnya dan akan sangat merugikan Negara, karena Negara menjadi tidak berkembang .
Jika pelaku utama yang terbukti melakukan politik uang akan dikenakan sanksi pidana dan pemberian sanksi tidak hanya diberikan kepada pemberi uang. atau materi tetapi sanksi juga diberikan kepada penerima uang atau materi, Jadi secara filosofis penyuap dan yang disuap dikenakan sanksi/dihukum. Pengaturannya dalam UU No.10 Tahun 2016 Pasal 187A ayat (1) “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.00 juta dan paling banyak Rp1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah). Pidana yang sama juga diterapkan kepada pemilih yang terlibat dalam politik uang atau yang menerima uang, ini diatur dalam Pasal 187A ayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemimpin yang dihasilkan karena politik uang adalah seorang pemimpin yang gagal. Karena, dari awal saja dia tidak bisa bersaing secara sehat. Dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.Tipe pemimpin seperti inilah yang mestinya tidak boleh lagi berada di Indonesia. Karena dia bekerja bukan untuk rakyat. Tapi di masa kepemimpinannya, dia hanya fokus bekerja untuk tim sukses, pemodal, dan mengembalikan uangnya yang telah dipakai membayar suara. Padahal, pelaksanaan demokrasi sudah lama berlangsung. Baik pemilihan presiden,pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Namun, belum ada satu rujukan atau metode yang tepat agar kita terhindar dari pelaksanaan politik uang tersebut .
Oleh karena itu diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap suatu pemilihan yang akan diadakan serta sanksi yang sangat berat bagi para calon peserta yang berani melakukan politik uang dan yang menerima politik uang. Serta diperlukan pula edukasi untuk masyarakat akan ruginya menerima uang dari kegiatan politik uang yang dilakukan para calon peserta pemilihan. Masyarakat harus mengerti dampak yang mereka dapatkan dari politik uang ini. Sehingga tidak akan terjadi lagi politik uang dalam masyarakat.
Oleh:
[ Tasya Bukti Indriani ]
Mahasiswi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang
Program studi :Sosiologi .semester 3