Uncategorized
Pengelolaan Wilayah Pesisir Kota Tanjungpinang dengan Pembangunan Insfrastruktur Pelabuhan Sri Bintan Pura
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, baik pada wilayah daratan maupun lautan dilakukan dengan tujuan mengarahkan kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah pesisir dan menghindari tumpang tindih kepentingan sehingga sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Perwujudan dari perencanaan pengelolaan wilayah pesisir tersebut berupa keberadaan insfrastruktur pelabuhan.
Pelabuhan sebagai infrastruktur transportasi laut mempunyai peran yang sangat penting dan strategis, seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, bahwa “Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi”. Berdasarkan pengertian tersebut, diketahui bahwa pelabuhan memiliki peranan penting dari segi ekonomi, sosial, dan sistem transportasi.
Keberadaan pelabuhan di Kepulauan Riau khususnya Kota Tanjungpinang terletak di Jalan Hang Tuah Kecamatan Tanjungpinang Kota dengan nama Pelabuhan Sri Bintan Pura. Pelabuhan ini terletak dekat dengan kawasan pasar dan kawasan wisata Laman Boenda yang mengalami reklamasi. Dibangunnya insfrastruktur pelabuhan di Kota Tanjungpinang didasarkan pada kondisi secara geografis di Kepulauan Riau yang memiliki sebagian besar wilayah merupakan laut dengan pulau-pulau yang terhubung melalui laut tersebut. Oleh karena itu, transportasi laut menjadi pilihan untuk melakukan penyebrangan, sehingga keberadaan pelabuhan menjadi faktor penting bagi keberlangsungan aktivitas di Kepulauan Riau.
Berdasarkan informasi lain yang didapatkan, nama Sri Bintan Pura memiliki makna “Pintu Gerbang Kepulauan Riau yang permai dan terletak di Pulau Bintan yang gemerlapan”. Informasi lainnya yang diperoleh dari Bapak Tardi, seorang pekerja becak angkut barang yang telah bekerja sejak tahun 1981, menyebutkan bahwa Pelabuhan Sri Bintan Pura ini telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, seperti dermaga pelabuhan yang mulanya masih kayu dengan kapal yang berlabuh juga masih berupa kapal kayu. Perubahan lain yang dapat diketahui adalah manajemen penataan yang semakin baik, sistem pelayanan, sarana dan prasarana, keamanan dan kebersihan. Hal tersebut juga disampaikan oleh Dewi pengguna jasa transportasi laut dan Bapak Anang seorang pekerja angkut barang (porter) yang menyebutkan bahwa, sarana dan fasilitas yang disediakan telah memberi kenyamanan dan kemudahan.
Setiap bagian telah menjadi pertimbangan dan pengawasan untuk pengembangan Pelabuhan Sri Bintan Pura ke arah yang lebih baik. Meskipun telah mengalami perubahan signifikan kearah yang lebih baik, Pelabuhan Sri Bintan Pura masih memiliki permasalahan pada sistem pengangkutan barang yaitu permasalahan kuli liar. Penertiban bagi pekerja kuli liar tersebut telah dilakukan, akan tetapi tidak mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penertiban yang tidak hanya dilakukan dengan informasi pemberitahuan semata, namun akan lebih baik memberikan jalan keluar untuk pekerja kuli liar sehingga mereka tidak kehilangan mata pencahariannya dan pekerja tetap tidak terganggu dengan keberadaan kuli liar tersebut.
Selain itu, letak keberadaan Pelabuhan Sri Bintan Pura yang dikelilingi dengan berbagai macam aktivitas akan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sehingga akan ada kemungkinan kondisi tersebut mengganggu kenyamanan bagi pekerja maupun pengguna pelabuhan, terlebih lagi belakangan ini terdapat kegiatan reklamasi di tepi laut Kota Tanjungpinang yang berkemungkinan menyebabkan terjadinya pendangkalan dan akan mengganggu lalu lintas pelayaran dari kapal-kapal yang melintas.
Oleh karena itu, hal tersebut bagi pihak akademisi dapat menjadi hal yang menarik untuk dikaji, walaupun proyek reklamasi yang dilakukan telah menerapkan teknologi batu miring. Akan tetapi dari segi fungsi, pelabuhan tersebut masih menjalankan perannya. Namun jika dilihat dari padatnya aktivitas disekitar Pelabuhan Sri Bintan Pura, tentunya perlu pertimbangan agar kawasan pelabuhan tersebut dapat beraktivitas tanpa tekanan dari aktivitas kawasan disekelilingnya.
Sehingga hal tersebut tidak akan mengganggu fungsi dan tata letak Pelabuhan Sri Bintan Pura. Akan lebih baik lagi bila dilakukan peningkatan atau pemindahan kawasan yang cukup ideal untuk keberlanjutan dari keberadaan Pelabuhan Sri Bintan Pura mengingat kawasan disekitar Pelabuhan Sri Bintan Pura saat ini cukup padat aktivitas.
Penulis
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH