Kolom Pembaca

Masyarakat Harus Jadi Pemilih Kritis

Secara kuantitatif jumlah tertangkapnya para pejabat kepala daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Rambe Kamarul Zaman dalam bukunya Perjalanan pilkada serentak menunjukkan data Kementerian dalam negeri Tahun 2013 mencatat sebanyak 309 kepala daerah terjerak kasus korupsi.

Data itu sama persis dengan temuan KPK yang melaporkan bahwa sejak 2004 hingga 2012, lebih dari 175 kepala daerah yang terdiri atas 17 gubernur dan 158 bupati dan walikota menjalani pemeriksaan di lembaga antirasuah ini. Kemudian menurutnya juga korupsi selama tiga tahun terakhir (2009-2011) potensi kerugian negara mencapai 152 trilyun. Uang sebesar itu sangat bermanfaat jika diperuntukkan pada masyarakat kelas bawah yang membutuhkannya.

Terutama dalam program-program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat, sehingga bisa keluar dari belenggu kemiskinan dan menjadi sejahtera. Bagaimana praktek-praktek sosial korupsi itu bisa terjadi di negara ini oleh para pemimpinnya. Padahal mereka disumpah mengatasnamakan tuhan yang diyakininya, setiap pelantikan. Inilah akibat tidak rasa bersalah dan perasaan malu kepada public. Menyambung jawaban diatas, yaitu bagaimana praktek-praktek sosial itu bisa terjadi, banyak factor yang menyebabkannya, tetapi relasi pengetahuan dan kekuasaan tentu saja jawabannya.

Semakin berpengetahuan dan berpengalaman dalam memainkan anggaran di pemerintahan dengan modus korupsinya, maka semakin berkuasalah dalam strategi dan taktik korupsi tersebut. kalau menurut Hanna Arendt dikatakan dengan Banalitas kejahatan korupsi, artinya kejahatan yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga tidak menjadi momok yang menakutkan lagi. Ini juga diakibatkan oleh kental atau kuatnya dimensi kekuasaan yang dipuja-pujanya sehingga menjadi candu untuk mempertahankannya. Dalam bahasa Marcuse one dimensional man atau hanya dimensi satu saja yaitu mempertahankan status quo kekuasaan dengan segala apapun.

Begitulah kejadian dari tahun-ke tahun yang terus-menerus mengalami peningkatan. Apalagi di tahun 2018 ini seorang oknum gubernur Jambi tersangka korupsi dan bupati di salah satu provinsi jawa timur, juga tertangkap tangan oleh komisi pemberantasan korupsi. Inilah suatu kejahatan banalitas yang menurut Hanna Arendt, dan Faucalt mengatakan praktek-praktek sosial itu terjadi tetap ada relasi kuasa atas pengetahuan dan pengalaman selama ini sampai ke arkeologi pengetahuan struktur dan anatomi korupsi itu terjadi selalu melibatkan banyak orang atau istilahnya berjamaah.

Melihat kondisi diatas dalam praksisnya secara sosiologis dan hitung-hitungan kuantitatifnya dengan persentase kerugian negara akibat di garong atau dengan gotong nyolong, seharusnya menjadi pemikiran yang mendasar oleh masyarakat di daerah untuk tidak percaya begitu saja dengan pencitraan yang dilakukan calon penguasa beserta tim pemenangannya. Jangan mau digiring atau dimobilisasi dengan janji-janji politik yang memabukkan dan miskin berbuat. Sebab sering kali para calon pemimpin beserta timnya menjadi masyarakat itu korban atas nama dalam setiap janji-janji kampanye.

Oleh karena itulah masyarakat atau public harus berperan dalam menentukan pilihannya, karena dinilai mampu menangkap aspirasi dan cakap dalam mengimplementasikannya. Sebagai buktinya tentu saja harus melakukan kontrak politik dengan masyarakat, biar saat menjadi pejabat public tetap komitmen dengan aspirasi masyarakat. selanjutnya masyarakat juga harus berperan besar terhadap calon-calon pemimpin daerah untuk mengidentifikasikan calon pemimpin yang bersih secara integritas, prodemokrasi dan mampu menjalankan pemerintahan secara bersih dan akuntabel. Jangan sampai menjadi pemilih yang pasif atau golput, akibatnya akan mengalami kerugian selama lima tahun, akibat pasif atau salah pilih.

Akan menjadi dosa politik bagi masyarakat kalau dalam partisipasi politik masih tidak kritis dan mau dimobilisasi dengan iming-iming politik praktis yang tidak mendidik. Jangan sampai golput menjadi common sense atau pemahaman umum dimasyarakat untuk tidak memilih pemimpin, akibat banyaknya kasus-kasus korupsi yang menjerat kepala daerah. Tetapi masyarakat harus memberikan suaranya dalam pemungutan suara dengan berperan menciptakan pilkada serentak yang jujur, adil dan bermartabat.

 

Ditulis Oleh : Suyito, S.Sos M.Si
Dosen Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close