Kolom Pembaca

VAKSIN PALSU BENCANA UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK

Kisah vaksin palsu yang baru-baru ini membuat terkejut public, rupanya sudah diberedar dari tahun 2003. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyebut vaksin palsu sebagai kejahatan yang luar biasa. Menurut Helmy, kejahatan mengedarkan vaksi palsu tidak  kalah jahatnya dengan aksi teroris. Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan bahwa kasus vaksin palsu merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelakunya harus dihukum berat. Sementara itu Aktivis LSM (edia watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan Syaiful W Harahap mengatakan Vaksin Palsu Merupakan Pelanggaran Berat terhadap Hak Dasar Anak-anak.

 Sungguh ironinya Negeri ini, rupanya sorga untuk beredarnya produk-produk palsu. Kenapa sampai baru ini terungkap kasus vaksin palsu, public semua bertanya dengan penasaran. Presensi atau kehadiran pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari para bandit-bandit yang tidak punya hati nurani, dipertanyakan public. Sebelumnya juga maraknya pemberitaan berbagai macam makanan olahan yang mengandung borak dan formalin, yang sangat membahayakan organ tubuh manusia. Dan masih banyak lagi yang belum ketahuan, produk-produk apalagi yang palsu disekitar kita. Kenapa selalu lambat penegakan hokum terhadap orang-orang yang tidak punya kepintaran emosional seperti mafia tersebut. Jangan-jangan ada persengkongkolan jahat, hanya demi segepok uang mereka rela mendiamkan temuanya. Sekali lagi hanya asumsi terhadap lamanya temuan terhadap beredarnya vaksin palsu di lingkungan masyarakat.

Apalagi temuannya adalah vaksin campak, BCG, pentabio, tetanus, hingga hepatitis B yang semuanya palsu. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: bagaimana pemerintah bekerja selama ini. Kita tetap memberikan apresiasi kepada penegak hukum yang telah menangkap otak dibalik beredarnya vaksin palsu ini. Ternyata otaknya adalah oknum lulusan apoteker yang menjadi produsen dari pabrikasi vaksin palsu ini. Kemudian bahan bakunya adalah obat anti tetanus dan infus yang dicampurkannya, sehingga menjadi vaksin palsu. Oknum apoteker ini rupanya hanya cerdas secara intelektual saja, tetapi miskin keccerdasan emosional. Kalau oknum apoteker itu punya kecerdasan emosional, tentu saja ukurannya adalah rasa dalam dirinya. Pertanyaannya bagaimana seandainya vaksi valsu tersebut diberikan kepada anaknya dan keluarganya. Akhirnya terjadi medicalisasi seperti yang dikatakan Michelt foucalt seorang ahli post-modernisme dimasyarakat, masyarakat sudah dikolonisasi atau dijajah oleh obat-obat  kesehatan seperti vaksin  demi kekebalan tubuh seorang anak. Tetapi apa lacur, ternyata yang pabrikasinya palsu.

Kemudian Marx Hokheimer pendukung Teori Kritis mengatakan masyarakat sekarang seharusnya kritis terhadap validitas ilmiah yang dibelakangnya punya kepentingan materialistis. Kemudian Marx Hokheimer juga mengatakan tentang irasionalitas yang rasio atau rasionalitas yang irasional. Ternyata para pelaku baik produsen vaksin palsu dan konsumennya adalah rasionalitas yang irasional dilapangan. Begitulah yang terjadi didalam masyarakat hari ini, sehingga kita bertanya juga peran dan fungsi Kementerian Kesehatan, BP POM dan Lembaga Kesehatan lainnya dalam mengontrol obat-obatan yang beredar dimasyarakat. Mereka harus bertanggungjawab terhadap beredarnya obat-obatan  seperti vaksin palsu, karena beredarnya udah cukup lama yaitu tahun 2003, jadi sekitar 13 tahun vaksin valsu itu meracuni anak-anak kita, sehingga pastinya mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Pelaku yang tidak punya rasa kemanusiaan harus diganjar dengan hukuman yang setimpal dan seberat-beratnya. Kemudian  Siapa pun pelakunya, harus disikat habis.

Tak ada toleransi bagi para pelaku kejahatan seperti ini. Kalau hanya dihukum ringan para pelakunya tentu tidak akan ada efek jera, sehingga akhirnya semakin marak obat-obatan palsu beredar. Terkait dengan dugaan keterlibatan rumah sakit serta oknum dokter harus diusut tuntas oleh Kementerian Kesehatan, termasuk organisasi profesi. Peristiwa ini mengingatkan publik tentang praktik oknum dokter yang “bekerja sampingan” sebagai marketing obat-oabatan. Kita tetap Mendukung langkah Polri yang menjerat para tersangka dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,”

Negara harus meminimalisir semakin maraknya obat-obatan palsu yang beredar dimasyarakat. Jadi pemerintah lewat kementerian Kesehatan dan Lembaga kesehatan ternyata kurang dirasakan kehadirannya ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana  pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes  sebagai Leading sector Kesehatan di Negara ini, sehingga vaksin palsu bisa beredar di  rumah sakit dan disuntikkan kepada bayi dan anak-anak dengan skala nasional selama 13 Tahun?? Sungguh sangat miris sekali!! Tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapapun atau lembaga apapun, tetapi dengan adanya temuan vaksin palsu tersebut harusnya BP POM segera melakukan pembenahan kedalam. Kemudian melakukan pengawasan secara rutin dimasyarakat, sehingga bisa menghambat beredarnya vaksin palsu, obat-obatan palsu dan makanan yang tidak sehat.BP POM harus segera merazia apotik-apotik yang ada disetiap wilayah negeri ini, untuk memastikan ada atau tidaknya obat-obatan palsu lainnya. Kalau ada segera ditutup dan dilaporkan ke pihak berwajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kalau sampai BP POM lemah dalam mengawasi sampai ke daerah, public akan pesimis terhadap adanya BP POM dan pemerintah secara umum.

Untuk para pemilik Apotik diseluruh wilayah republic ini, harus bisa memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa vaksin atau obat apapun layak dikonsumsi dan sudah teruji klinis. Karena apotik punya tanggungjawab moral terhadap masyarakat, jadi tidak bisa lepas tangan kalau terjadi seperti ini. Untuk masyarakat harus lebih berhati-hati lagi dalam membeli kemasan vaksin atau obat-obatan yang promosinya murah ternyata membawa dampak bahaya terhadap tumbuh kembang anak dimasyarakat. Karena vaksin palsu itu sudah mempengaruhi generasi masa depan anak-anak kita, dalam tubuhnya sudah mengalir racun yang bisa membuatnya sakit, untuk itulah Negara harus hadir dan tidak boleh absen terhadap adanya temuan fakta 13 tahun beredarnya vaksin palsu di negeri ini. Semoga kejadian ini merupakan kejadian yang terakhir, dan tidak akan ada lagi temuan-temuan yang sama atau ini hanya merupakan puncak gunung es. Mudah-mudahan tidak…semoga.

 

Oleh : Suyito,M.Si Dosen Stisipol Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close