
Jakarta
Tren Energi Terbarukan dan Ekonomi Sirkular di Indonesia 2025: Masa Depan Hijau yang Semakin Nyata
Jakarta, 16 April 2025 – Memasuki kuartal kedua tahun 2025, arah pembangunan Indonesia semakin jelas bergerak menuju masa depan yang berkelanjutan. Dua pilar utama dari perubahan ini adalah pengembangan energi terbarukan dan penerapan prinsip ekonomi sirkular, yang kini menjadi fokus kebijakan pemerintah dan dunia usaha.
Didorong oleh ancaman perubahan iklim, krisis energi global, serta tuntutan pasar internasional terhadap produk ramah lingkungan, Indonesia bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon dengan lebih serius dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Energi Terbarukan: Dari Ambisi Menuju Realisasi
Pemerintah Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan mencapai 25% pada tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Meski hingga awal tahun ini realisasi masih berada di angka 16%, sejumlah terobosan strategis membuat target tersebut tampak semakin realistis.
Investasi Besar di Sektor Surya dan Angin
Pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) skala besar tengah berlangsung di Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, yang telah resmi beroperasi sejak akhir 2024, kini menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas lebih dari 150 MW.
Tak hanya itu, Indonesia juga menargetkan pembangunan 17 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin) di wilayah pesisir Selatan Jawa dan Pulau Sumba. Proyek-proyek ini dilakukan dalam skema kerja sama investasi dengan mitra asing dari Denmark, Jerman, dan Uni Emirat Arab.
Energi Terbarukan Masuk ke Pedesaan
Salah satu pencapaian paling menarik adalah penetrasi energi terbarukan di desa-desa terpencil yang sebelumnya belum tersentuh listrik PLN. Program “Desa Mandiri Energi” yang diluncurkan pada 2023 kini telah menjangkau lebih dari 350 desa dengan sistem mikrohidro, biogas, dan solar panel mandiri.
“Sekarang malam-malam anak-anak bisa belajar, ibu-ibu bisa masak pakai rice cooker, semua dari listrik tenaga matahari,” ujar Bapak Darman, Kepala Desa di Kecamatan Watumalang, NTT.
Ekonomi Sirkular: Mendorong Industri Bebas Limbah
Sementara itu, konsep ekonomi sirkular – di mana produk dirancang untuk digunakan kembali, didaur ulang, dan menghasilkan nol limbah – mulai diadopsi oleh berbagai sektor industri Indonesia. Pemerintah menargetkan bahwa ekonomi sirkular dapat menyumbang tambahan PDB hingga Rp600 triliun pada tahun 2030.
Revolusi Plastik dan Kemasan
Industri makanan dan minuman menjadi sektor terdepan dalam transformasi ini. Perusahaan besar seperti Danone, Indofood, dan Unilever Indonesia telah mengganti sebagian besar kemasannya dengan material biodegradable atau 100% daur ulang.
Inisiatif bank sampah dan pusat daur ulang di tingkat kota dan desa semakin diperluas. Program seperti “Satu Rumah Satu Kantong Sampah Organik & Anorganik” kini dijalankan di 12 provinsi. Targetnya adalah mengurangi sampah plastik sebesar 70% pada 2029.
Daur Ulang Elektronik dan Industri Fashion
Ekonomi sirkular juga merambah sektor elektronik dan fashion. Toko-toko elektronik besar kini diwajibkan menerima kembali produk lama konsumen untuk didaur ulang, sedangkan beberapa merek lokal fashion seperti Sejauh Mata Memandang dan Cottonink mulai membuat koleksi dari kain daur ulang dan limbah tekstil pabrik.
“Pasar global mulai mensyaratkan standar keberlanjutan. Kalau kita tidak ikut, produk kita bisa ditolak,” kata Anindita Prameswari, Ketua Asosiasi Fashion Berkelanjutan Indonesia.
Tantangan: Infrastruktur dan Literasi Masyarakat
Meski tren positif terlihat jelas, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam transformasi ini. Salah satu yang utama adalah infrastruktur pendukung yang belum merata.
Masih banyak wilayah yang belum memiliki fasilitas daur ulang terpadu, terutama di luar Pulau Jawa. Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah dan pemanfaatan energi alternatif masih rendah di beberapa daerah.
“Masih banyak yang buang sampah campur aduk, atau matikan solar panel karena takut rusak. Kita butuh edukasi lebih luas dan terus-menerus,” ujar Aji Pamungkas, aktivis lingkungan dari Banyuwangi.
Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Komunitas
Kunci sukses dari energi terbarukan dan ekonomi sirkular terletak pada kolaborasi berbagai pihak. Pemerintah menyediakan regulasi dan insentif, dunia usaha berinvestasi dalam inovasi hijau, dan komunitas lokal menjadi pelaksana di lapangan.
Berbagai program CSR (corporate social responsibility) kini difokuskan pada proyek pengelolaan limbah, konservasi air, dan pelatihan energi terbarukan di kalangan petani, nelayan, dan pelajar.
Peran Anak Muda: Dari Konsumen ke Agen Perubahan
Gerakan lingkungan kini juga digerakkan oleh generasi muda. Komunitas seperti Ecofun.ID, Diet Kantong Plastik, dan Youth for Climate Action aktif menyuarakan gaya hidup berkelanjutan lewat media sosial, kampanye daring, hingga pelatihan langsung di sekolah dan kampus.
Banyak pula startup hijau bermunculan, seperti Rebricks (pengolah sampah plastik menjadi bahan bangunan), Greenhope (bioplastik dari singkong), dan Xurya (pemasangan solar panel untuk bisnis dan rumah).
“Kami tidak menunggu solusi dari atas, kami mulai dari yang bisa kami lakukan hari ini,” kata Aulia Ramadhan, pendiri gerakan Green Campus di Universitas Indonesia.
Masa Depan Indonesia yang Lebih Hijau
Jika tren ini terus berlanjut dan didukung kebijakan yang konsisten, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara dalam bidang energi bersih dan ekonomi sirkular. Potensi alam yang besar, populasi muda yang inovatif, dan tekanan global terhadap keberlanjutan adalah pendorong utama.
Namun, transformasi ini tidak bisa hanya dijalankan oleh segelintir pihak. Butuh perubahan pola pikir nasional: dari mengejar pertumbuhan cepat menjadi pertumbuhan berkualitas yang menghargai lingkungan.
Dengan sinergi antara kebijakan, teknologi, dan budaya baru yang lebih sadar lingkungan, tahun 2025 bisa menjadi titik balik Indonesia dalam membangun masa depan hijau dan adil bagi generasi mendatang.