Uncategorized

Keambiguan Makna Politik Dalam Kerangka Partai Politik

‘Dalam politik, kebencian-bersama hampir selalu menjadi landasan bagi persahabatan’ kata Alexis De Tocqueville dalam Democracy in America (1835). Statement tersebut hampir dimaknai benar bagi benak setiap orang, apalagi jika berbicara tentang politik dan banyaknya partai yang ada di Indonesia, entahkah itu partai koalisi atau oposisi. Melihat semakin gencarnya perpolitikan yang ada di Indonesia khususnya yang terjun langsung menjadi kader dalam partai-parati politik tertentu, dan tentunya memiliki visi misi serta tujuan tertentu. Belakangan ini terlihat bahwa, hampir sebagian kader kepartaian yang melangkah maju menjadi anggota dalam pemilihan umum memiliki visi yang nantinya akan bermuara kepada nepotisme. Janji-janji politik yang terurai panjang di dalam baliho pemenangan hanya menjadi sebuah narasi kalimat yang di suguhkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa “saya adalah calon representasi terbaik yang harus saudara pilih”. Tetapi kenyataan di lapangan akan sangat jauh bergeser dari pemaknaan yang terlihat di baliho atau spanduk yang dipasang sepanjang jalan wilayah pemenangan.

Partai politik menjadi begitu penting keberadaannya dan mempunyai pengaruh besar yang berdampak pada keterlibatan elite-elite politik yang memegang kendali atas keberlangsungan partai politik yang mereka usung. Ada beberapa koalisi partai politik yang memang memiliki dampak yang besar terhadap keberlangsungan masyarakat yang ada di Indonesia pada umumnya. Berbicara tentang politik memang agak sedikit rentan dan bisa memiliki pemaknaan yang berbeda dalam hal sudut pandang dan pemaknaan. Kita sebut saja terkait dengan sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa setiap partai politik yang maju untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pasti “ada udang dibalik batu”. Hal ini mencerminkan bahwa dalam politik semua bisa terlihat biasa saja saat sedang berada bersama lawan yang dianggap sangat memberatkan , mereka bisa menjadi seorang teman seperti yang di utarakan Tocqueville di awal, selanjutnya bisa menjadi lawan yang sangat menyeramkan apabila mengetahui kekurangan lawannya. Peribahasa yang disebutkan tersebut juga menggambarkan bahwa terdapat maksud tertentu dalam hal pencalonan menjadi anggota parpol dan akhirnya bisa menduduki bangku legislatif.

Jika kita kembali kepada makna politik secara teoritis, itu akan sangat sederhana sekali. Politik hanya akan berbicara tentang bagaimana cara memperoleh atau mendapatkan sesuatu dengan cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang. Seseorang inilah yang disebut dengan aktor, lalu aktor inilah yang akan menentukan langkah apa yang akan diambil untuk memperoleh sesuatu tersebut. Apabila jalan yang di tempuhnya merupakan sesuatu yang benar adanya maka akan benar kedepannya, tetapi sebaliknya apabila aktor tersebut melakukan sebuah tindakan yang tidak pantas maka akan berdampak tidak baik pulalah kedepannya. Pada tahun 1775, Samuel Johnson telah mengecam bahwa politik itu sebagai ‘tidak lebih dari sebuah cara untuk mencapai kekuasaan duniawi’, sementara di abad ke-19 sejarawan Henry Adams menyimpulkan bahwa politik sebagai ‘pengorganisasian kebencian secara sistematis’. Dan banyak lagi tanggapan terkait pengertian politik dalam pemaknaan dengan sudut pandang yang berbeda-beda.

Keterkaitan yang sangat kentara antara politik dan kepartaian adalah adanya usaha yang harus dilakukan oleh aktor-aktor tertentu untuk memperoleh suara, kedudukan dan juga kepercayaan khalayak ramai. Hal inilah yang menjadikan partai politik memiliki makna yang sedikit sensitif. Isu-isu yang berkembang terkait partai politik pun tidak jarang membicarakan hal-hal yang negatif, seperti adanya seorang calon anggota parpol merupakan kerabat dekat dalam partai tersebut, adanya hutang budi dalam politik, pengembalian modal politik sampai akhirnya isu yang sering terjadi di Indonesia yaitu, baik itu korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal-hal tersebut akan sangat rentan terjadi, apabila tidak ada pengawasan yang sangat intensif dari pihak yang berwajib.

Pada dasarnya partai politik adalah sebuah kelompok masyarakat yang diorganisasikan untuk tujuan memenangkan kekuasaan pemerintahan, melalui sarana pemilihan atau yang lain. Partai-partai  secara khas memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut (1) mereka bertujuan untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dengan memenangkan jabatan politik (partai-partai kecil mungkin menggunakan pemilihan lebih untuk memperoleh sebuah platform dari pada untuk memenangkan kekuasaan). (2) mereka adalah badan-badan terorganisir dengan sebuah keanggotaan formal. (3) mereka secara khas mengadopsi sebuah focus isu yang luas, menangani tiap-tiap dari area-area utama kebijakan pemerintahan (partai-partai kecil, akan tetapi, mungkin hanya memiliki sebuah focus isu tunggal). Dan (4) pada derajat yang berbeda-beda mereka disatukan oleh kesamaan pilihan politik dan sebuah identitas ideologis umum.

Partai-partai politik secara tradisional merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk menyusun tujuan bersama dan pada sebagian kasus menjamin bahwa mereka dilaksanakan. Partai-partai memainkan peran ini karena dalam proses meraih kekuasaan, mereka merumuskan program-program pemerintahan (melalui konferensi, konvensi, manifesto-manifesto pemilihan dan sebagainya) untuk menarik dukungan dari masyarakat. Bukan hanya ini, berarti bahwa partai-partai merupakan sumber utama inisiasi kebijakan, ia juga mendorong mereka untuk merumuskan rangkaian opsi-opsi kebijakan yang koheren yang memberi pada para pemilih sebuah pilihan di antara tujuan-tujuan yang realistis dan dapat dicapai.

Pada akhirnya muncul pernyataan “apakah partai-partai akan menyebabkan perselisihan dan menghambat debat politik ?” begitu yang tertulis di dalam buku politik yang dituliskan oleh Andrew Heywood (2014). Begitu umumnya partai-partai politik di dalam politik modern sehingga sering terlupakan betapa kontroversialnya mereka ketika mereka pertama kali muncul. Meskipun sebagian pihak menyambut mereka sebagai agen-agen era baru dalam politik masa, yang lain memperingatkan bahwa mereka akan memperdalam konflik dan merongrong politik kesadaran individual. Tren kearah menurunnya keanggotaan partai dan melemahnya identifikasi partai dimasa modern telah mendorong munculnya kembali kritik-kritik semacam itu.

Namun dibalik banyaknya pro kontra terkait dengan partai politik, ada hal bisa di cermati bahwa dengan adanya debat dan diskusi dan juga kompetisi kampanye dan pemilihan, partai-partai yang menjadi agen-agen penting dalam Pendidikan dan sosialisasi politik. Isu-isu yang dipilih untuk menjadi focus partai dalam membantu menyusun agenda politik, nilai dan sikap yang mereka suarakan menjadi bagian dari kebudayaan politik yang lebih besar. Dalam kasus partai-partai monopolisitik, penyebaran sebuah ideologi resmi (apakah itu marxisme, Leninisme, Sosialisme Nasional atau sekedar ide-ide dari seorang pimpinan karismatik) secara sadar diakui sebagai salah satu fungsi utama, jika bukan yang paling utama. Hal inilah yang memberikan warna berbeda dalam partai politik.

Oleh :

Drs. Edward Mandala, M.Si
Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan STISIPOL Raja Haji

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close