Uncategorized
Partai Politik Semakin Tidak Dipercaya
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin menguat. Bagi masyarakat, partai politik tidak bermanfaat positif untuk perbaikan kehidupan bangsa dan negara, justru merusak tatanan hukum dan demokrasi serta menciptakan kondisi politik yang tidak beraturan.
Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute (Polcomm Institute) mayoritas publik tidak mempercayai partai politik (parpol). Publik yang tidak percaya parpol yaitu sebesar 58,2 persen. Kemudian yang menyatakan percaya 26,3 persen, dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen. Tingkat kepercayaan publik ini dipengaruhi oleh krisis yang dialami sejumlah partai politik.
Pada praktiknya seperti hasil survei LSN di atas, partai politik tidak menjadikan nilai-nilai demokrasi sebagai landasan atau pedoman dalam berpolitik, justru yang dikedepankan adalah kepentingan politik masing-masing yang berorientasi pada kesejahteraan pribadi kader dan institusi partai politik sehingga kebijakan publik tidak berpihak kepada masyarakat.
Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya, adalah cermin dari sikap kader partai politik yang tidak menjadikan nilai-nilai demokrasi sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan. Mestinya, kader partai politik terutama DPR RI harus menolak kebijakan tersebut karena mayoritas masyarakat kecil terutama nelayan, petani, dan buruh tidak menginginkan adanya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun kader partai politik yang duduk di kursi DPR RI tidak menghiraukan suara rakyat, justru mayoritas DPR RI merasionalisasikan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Menurut survei LSI, ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol diikuti tren penilaian kinerja terhadap DPR yang masih rendah dan rendahnya identitas kepartaian. Identitas yang rendah menunjukkan rendahnya kedekatan masyarakat dengan partai secara ideologis.
Hal ini, beresiko memunculkan praktik politik uang karena kebutuhan memilih masyarakat bukan atas dasar keterwakilan ideologi, namun materi Sejumlah lembaga survei menilai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin buruk.
Akibatnya, masyarakat akan ogah memilih partai politik tanpa figur tepercaya serta antikorupsi untuk membawa perubahan bagi daerah atau negara. Krisis kepercayaan ini dilatarbelakangi adanya kinerja buruk partai politik yang ditunjukkan melalui banyaknya kader partai politik terlibat kasus korupsi, kader partai tidak berpihak kepada rakyat dan melakukan tindakan amoral seperti skandal seks. ketidakpercayaan itu juga berdampak terhadap tingkat kedekatan masyarakat kepada partai.
Ada empat faktor alasan mengapa parpol kurang dipercaya oleh publik, pertama parpol yang ada di parlemen saat ini dipersepsikan banyak terlibat kasus korupsi. Kedua, parpol yang ada juga dianggap kurang memiliki kepedulian terhadap berbagai problem rakyat. Ketiga, pengurus partai dipersepsikan cenderung berperilaku pragmatis dalam berbagai isu nasional yang bersifat strategis. Dan keempat, banyak kasus yang bersifat amoral di mata publik yang melibatkan kader partai seperti perselingkuhan, beristri banyak, skandal seks, narkoba dan sebagainya.
Krisis kepercayaan yang didasari beberapa atribut tadi, lanjutnya, mengakibatkan tingkat keterpilihan partai di mata masyarakat juga menurun. Partai yang tersangkut kasus korupsi atau sek. Orientasi parpol terhadap terhadap materi pun dinilai mempengaruhi proses rekrutmen kandidat. Misalnya, parpol tidak selalu mencalonkan kader lama, namun lebih sering mencalonkan kader baru bahkan sebelumnya bukan kader sebagai calon pemimpin daerah.
Menurutnya, cara ideal untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan regulasi. Dalam hal ini, harus ada undang-undang tentang parpol yang mengatur modernisasi parpol dan peran parpol di daerah agar masyarakat merasa memiliki perasaan memiliki terhadap parpol sehingga kepentingan-kepentingan umum masyarakat dapat diakomodasi dengan baik.
Permasalahan lain partai politik adalah kesenangannya mempertahankan politik dinasti. Kendati partai politik menjadikan demokrasi sebagai asas dan ideologi politik, namun dalam praktiknya mereka tidak bisa lepas dari politik dinasti. Partai politik dikelola secara kekeluargaan.
Struktur dan kepengurusan didominasi satu keluarga. Kader-kader terbaik bangsa tidak diberikan kesempatan oleh keluarga tertentu untuk mengatur dan mengelola partai politik. Dampak dari dinasti politik partai politik ini adalah terbentuknya struktur negara dan pemerintahan yang dikuasai oleh keluarga tertentu, terciptanya diskriminasi politik dalam berbangsa dan bernegara, dan menguatnya budaya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Bentuk politik seperti inilah membuat bangsa dan negara semakin terbelakang, termiskinkan, dan memicu lahirnya sejuta persoalan seperti tindakan teroris serta tindakan kekerasan sosial politik. Bentuk dinasti politik partai politik semakin diperparah lagi dengan adanya pola pikir elit partai baik di pusat maupun di daerah bagai pola pikir pedagang.
Pola pikir elit partai bagai pedagang tersebut dikenal sebagai politik dagang sapi. Politik dagang sapi adalah elit partai menjual partai politik kepada politisi-politisi sebagai kendaraan politik dalam meraih kekuasaan politik seperti DPRD, DPR RI, dan Kepala Daerah.
Sebaliknya, para politisi mendekati elite partai untuk menawarkan dengan berbagai tingkatan harga. Partai politik yang mengabaikan peran dan fungsinya sebagai pejuang aspirasi rakyat, mengabaikan demokrasi, dan membudayakan politik dinasti secara langsung menjadikan bangsa dan negara semakin terpuruk.
Karena itu, diharapkan ditahun pemilu ini partai politik dapat mengoptimalkan fungsi kerakyatannya, mampu berinteraksi dengan masyarakat tanpa dibatasi waktu dan ruang elitis, dan berupaya memperbaiki kaderisasi dan penataan sumber keuangan. Dengan melakukan hal-hal tersebut, partai politik akan semakin mantap sebagai pilar demokrasi untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh :
Lovenia Putthree Lystia Rosdyant
(Adminitrasi Publik Semester 2 Stisipol Raja Haji Tanjung pinang)