Opini

Aplikasi Alat Pemberi Pakan Otomatis Pada Udang Vannamei

Di era industri 4.0 saat ini, semua sektor tidak terkecuali sektor perikanan budidaya mulai diarahkan kepada penerapan sistem automatisasi untuk proses produksi dengan harapan efisiensi waktu, tenaga kerja dan biaya dapat dicapai secara optimal. Era teknologi ini juga semakin diperkaya dengan banyaknya inovasi baru yang bertumpu pada Internet of Things sehingga pengumpulan data dapat disimpan dalam jumlah yang besar melalui Cloud system, tumbuh kembangnya riset berbasiskan rekayasa genetika, hingga kepada inovasi Artificial intelligence yang memiliki kemampuan untuk mensinergikan komunikasi mesin, devices, sesnsor dan manusia melalui jaringan internet. Dengan perkembangan yang sangat pesat seperti ini, seluruh aspek produksi menjadi sangat terukur dan kegagalan dalam sistem produksi dapat ditelusuri dan dideteksi secara dini.

Bagaimana dengan sektor perikanan budidaya? Indonesia mulai menggarap konsep industri 4.0 dengan sangat serius. Penerapan beberapa teknologi ini bahkan sudah mulai dilakukan khususnya untuk produksi komoditas udang Vannamei. Beberapa devices sudah mulai diterapkan seperti monitoring kualitas air secara real time dan juga penerapan beberapa sistem pemberi pakan otomatis yang secara analitik dan algoritma dapat diproses untuk menghasilkan informasi yang masuk akal bagi para pelaku usaha sehingga efisiensi produksi dapat dicapai. Khusus untuk alat pemberi pakan otomatis, berdasarkan pengalaman dalam melakukan produksi udang Vannamei dengan menggunakan beberapa alat pemberi pakan otomatis di unit produksi Claude Peteet Mariculture Development Centre, Alabama, USA, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara sistem pemberian pakan secara tradisional atau hand feeding dengan konsep pemberian pakan melalui penggunaan alat pakan otomatis yang terdiri atas sound-based feeding system dan time-series feeding system.

Gambar 1. Aplikasi penggunaan Sound-based feeding system untuk kontrol input pakan.

Sound-based feeding system merupakan sebuah sistem pemberian pakan otomatis dengan metoda penyaringan algoritma yang kompleks berdasarkan intensitas suara udang yang dikenali oleh hydrophone yang diletakkan di dasar kolam. Informasi yang diterima oleh hydrophone ini kemudian dikalkulasikan menjadi sebuah data output pakan yang diberikan ke udang dan disesuaikan dengan intensitas pemberian pakan yang optimal untuk memacu laju pertumbuhan dan meminimalisasi limbah pakan dalam sistem produksi. Sementara time-series feeding system merupakan sistem pengelolaan pakan yang disesuaikan dengan kebutuhan optimum udang, kondisi kualitas air, dan kesehatan udang sehingga pakan yang diberikan tidak mengalami leaching nutrisi yang terlalu banyak. Jenis feeding system ini umumnya bisa diatur berdasarkan waktu dan frekuensi pemberian pakan yang dikombinasikan dengan jumlah pakan yang akan diberikan. Kedua sistem ini berdasarkan kajian yang dilakukan di Claude Peteet Mariculture Development Center (CPMC), Gulf Shores, Alabama, USA dari than 2016, 2017 dan 2018 masih menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan sistem pemberian pakan tradisional dengan menggunakan hand-feeding.

Metoda analisa

Kajian dilakukan di 16 kolam dengan ukuran kolam masing-masing sebesar 0.1 ha dengan kepadatan 27 udang/m2 tahun 2016, 38 udang/m2 tahun 2017 dan 26 udang/m2 di tahun 2018. Metoda pemberian pakan untuk tahun 2016 dilakukan dengan 4 (empat) perlakuan: (1) metode tradisional menggunakan tangan, frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali dengan jumlah pakan yang diberikan berdasarkan kepada estimasi pertumbuhan udang Vannamei 1.3 gram / minggu, FCR 1.2, dan perkiraan populasi dengan jumlah kematian 1.5% /minggu selama masa produksi atau disingkat sebagai SFP = Standard Feeding Protocol. Perlakuan (2) adalah SFP + 15% dengan dua kali frekuensi pemberian pakan, (3) SFP + 15% dengan 6 kali pemberian pakan dan, ke-(4) dengan menggunakan acoustic demand-feeding system – AQ1 dengan jumlah pakan dibatasi per hari-nya.  Untuk tahun 2017, ada 4 (empat) perlakuan yang digunakan: (1) SFP dengan dua kali pemberian pakan, (2) SFP + 15% dengan 6 kali pemberian pakan, (3) SFP + 30%, 6 kali pemberian pakan, dan (4) acoustic demand-feeding system – AQ1. Untuk tahun 2018, juga dengan 4 (perlakuan), nmun kli ini tanpa SFP dengan pelakuan yang digunakan adalah: (1) SFP +30%, (2) SFP +45%, (3) SFP +60% yang kesemuanya diberikan sebanyak 6 kali, dan (4) acoustic demand-feeding system – AQ1.

Hasil dan Pembahasan

  1. Tahun 2016

  2. Tahun 2017

  3. Tahun 2018

Dari hasil kajian di tahun 2016, diketahui bahwa frekuensi pemberian pakan sebanyak 6 kali (SFP +15%) memberikan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan 2 kali pemberian pakan. Menariknya, pemberian pakan dengan penambahan 15% lebih banyak dari SFP (SFP +15%) dengan frekuensi pemberian pakan dua kali per hari justru tidak memberikan dampak positif terhadap laju pertumbuhan, karna secara statistic memiliki laju pertumbuhan yang sama dengan SFP. Secara umum, penggunaan acoustic demand-feeding system – AQ1 yang memungkinkan pemberian pakan menjadi lebih intensif memberikan hasil laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Untuk tahun 2017, dikonfirmasi bahwa SFP dengan frekuensi pemberian pakan hanya dua kali memberikan laju pertumbuhan yang paling rendah diantara perlakuan lainnya. Sementara dengan peningkatan pakan sebesar 30% dari SFP dengan jumlah pemberian pakan 6 x memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan SFP 15% dengan jumlah pemberian pakan yang sama. Hal ini memberikan kesimpulan sementara bahwa dengan penambahan jumlah pakan yang tepat dan dikombinasikan dengan frekuensi pemberian pakan yang optimal memberikan laju pertumbuhan yang cukup baik. Untuk AQ-1, di tahun kedua ini kembali memberikan hasil yang konsisten dengan laju pertumbuhn yang lebih baik walaupun jumlah pakan dibatasi proporsional dengan perlakuan lainnya. Di tahun 2018, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di tahun 2016 dan 2017, SFP dihilangkan karna tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan. Pakan diberikan dengan perlakuan 30, 45 dan 60% pakan lebih banyak dari SFP dan masing-masing perlakuan diberikan dengan jumlah yang sama – 6 kali pemberian pakan per hari. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada periode-periode tertentu, laju pertumbuhan udang dengan penambahan pakan lebih banyak dari batas optimum konsumsi udang justru mengalami perlambatan (lihat Grafik C – tahun 2018).  Hasil ini menunjukkan bahwa dengan sistem pencernaan yang unik dan karakteristik udang yang memiliki sifat continuous feeding, pemberian pakan yang melebihi batas optimum justru idak memberikan efek positif dalam mendukung laju pertumbuhan. Bahkan, penambahan pakan yang lebih banyak dan tidak dapat dikonsumsi dengan baik mengakibatkan degradasi kualitas lingkungan yang diduga menjadi salah satu faktor penghambat dari laju pertumbuhan udang.

Berdasarkan kajian ini diketahui bahwa dengan intensitas pemberian pakan yang lebih sering nanum walaupun dengan jumlah pakan yang telah ditentukan mendukung laju pertumbuhan udang dengan sangat baik. Teknologi Sound-based feeding system yang mentransformasikan informasi secara akurat tentang kebutuhan pakan menjadikan laju pertumbuhan menjadi lebih baik dan tingkat efisiensi pakan menjadi lebih tinggi***

 

Oleh:

Dr. ROMI NOVRIADI, M.Sc
(Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia dan Director World of Aquaculture Society – Asian Pacific Chapter)

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close