Opini
Jangan Balik Kampung
Substansinya bagaimana virus tidak masuk kampung. Karena yang mudik atau balik kampung diwaspadai membawa virus ke kampung yang fasilitas kesehatan (Faskes) ya tidak sebaik di kota. Ini substansi intinya.
Ketika kuliah di Jogja tahun 2000, saya berkomunikasi dengan kawan kawan di sana mudik. Karena kawan kos 21 orang itu rata rata anak Jawa. Ketika dari Jogja sampai ke Tanjungpinang dan melanjutkan perjalanan ke Tambelan, maka saya tidak lagi mengatakan mudik. Karena mudik dianggap bahasa Jawa. Di daerah Melayu, maka kata yang dipahami balik kampung. Atau pulang kampung alias Pulkam.
Lagi lagi ini persoalan kesederhanaan substansi masalah. Intinya bagaimana virus tidak meluas hingga ke kampung yang dokter umumnya 1 melayani 5.000 penduduk. Ini contoh di Tambelan. Saya tidak paham kampung lainnya. Tapi 10 provinsi di Indonesia rasio dokter dengan jumlah penduduk sudah sesuai standar WHO.
Beda di kota Tanjungpinang, rasionya mungkin sudah 1 dokter melayani 2.000 warga atau malah kurang. Di perumahan kami saat ini aja ada tiga dokter umum, dan satu dokter gigi. Itu satu perumahan. Kalau sakit malam hari, bisa langsung ke tetangga yang dokter itu. Beda lagi di Bali, karena ada fakultas kedokteran di Universitas Udayana, kawan di sana berobat ke profesor yang juga dokter spesialis. Bahkan banyak dokter menjadi profesi lain karena dokter umum sudah biasa. Ini kata teman. Bisa benar bisa salah.
Tapi saya percaya omongannya. Karena sudah menjadi penasehat khusus Menpora Hayono Isman. Ketika kawannya sesama aktivis Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Teten Masduki masih jadi tokoh buruh. Senior saya itu sudah duduk di ruang ber AC. Ia sudah menjadi host di ANTV sebelum Karni Ilyas menjadi populer dengan ILC. Ada kejadian lucu, mantan pejabat di Kepri minta kirim undangan dari Menpora waktu itu agar dia bisa dapat duit dengan alasan menghadiri acara di Jakarta. Dan nampaknya sampai saat ini, model dari zaman 90 an itu masih dipakai di era 2020.
Coba bayangkan di Tambelan, kalau mau perawatan serius ke Tanjungpinang menunggu kapal sebulan tak lebih tiga kali kapal Pelni ke Tanjungpinang. Jarak 260 mil Tambelan Tanjungpinang tidak bisa ditempuh dalam waktu singkat. Perlu 24 jam. Kalau di Tanjungpinang 10 menit bisa sampai di IGD.
Saya membayangkan di Puskesmas Tambelan ada dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis kandungan. Mengapa? Karena jarak jauh. Harus ada pemerataan pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Pemda berikan tunjangan sama dengan dokter spesialis yang bertugas di RSUD Bintan. Kalau dua dokter misalnya diberikan Rp100 juta tunjangan untuk dua dokter itu, kan tidak besar dari 1,2 triliun APBD Bintan.
Asalkan kecamatan yang jauh dari pusat pemerintahan merasa pelayanan kesehatan tidak diskriminasi. Padahal sama sama hidup dengan wilayah administrasi yang sama. Maka tidak boleh ada perlakuan yang beda. Atur itu melalui Perda kesehatan di tingkat lokal kalau perlu.
Karena waktu SD dan SMP tahun 1988-1997, saya tinggal di Tambelan merasakan kalau sakit perut terkadang kami harus minta dibacakan air di dalam gelas sama tokoh tertentu di kampung. Alhamdulillah terkadang manjur juga. Tidak perlu ke mantri waktu itu jika demam ringan. Wajah diberi kunyit berbentuk lingkaran opal. Pergelangan tangan dilingkari juga. Demam ringan istilahnya sambai. Ada mahluk halus yang menegur. Atau usil. Makanya perlu dikasi tahu agar jangan usil sesama mahluk Allah.
Sakit gigi minta tawarkan dengan model paku diketok di dinding dengan palu. Sugesti. Tapi sampai dua minggu lalu, saya masih minta paman yang pandai mengobati cara itu. Anda boleh percaya atau tidak. Dokter gigi banyak yang tutup sekarang khawatir korona.
Kakak sepupu saya juga yakin bisa dengan kemampuan paman mengurangi sakit gigi dengan sistem tawarkan air putih. Lalu dipukul ke dinding. Kadang lucu. Tapi saya pastikan bukan ke dukun. Yakin lah air putih yang dibaca kalimat kalimat Allah memiliki perubahan molekul air. Makanya sebelum minum wajib baca bismillah. Dengan tangan kanan. Itu sunnah.
Jadi, kita harus memahami persoalan bahaya mudik atau balik kampung di situasi saat ini. Saya pun melarang orang tua saya ke Tanjungpinang untuk suntik vaksin persiapan haji 2020. Karena khawatir di kondisi Tanjungpinang. Tambelan saat ini belum ada yang positif dan PDP hingga ODP maupun OTG. Bandingkan dengan Tanjungpinang sudah 151 menjadi ODP atau banyak juga PDP dan OTG. 21 positif korona.
Petugas haji pun memahami suntik vaksin jika habis Lebaran saja. Kondisi yang memaksa untuk itu. Saya pun kurang yakin, Arab Saudi membuka untuk pelaksanaan haji tahun ini. Tapi berharap itu tak terjadi.
Apalagi data penyebaran covid19 di Arab Saudi meningkat 10.484 sampai dengan Rabu (22/4).Raja Arab pun dikabarkan mengungsi di kawasan terpencil dari Arab Saudi. Karena banyak anggota kerajaan terpapar korona.
Dan insya Allah Ramadan tahun ini yang pertama kali kita rasakan berbeda jauh sejak pertama hidup di dunia. Mungkin kita semua merasakan yang sama. Tidak ada kebiasaan tarawih di masjid. Tidak ada membeli takzil berbuka di bazar Ramadhan. Hilangnya kebiasaan buka puasa bersama. Dan banyaknya kebudayaan yang tak dapat kita lakukan.
Ada yang baru. Misalnya memesan menu berbuka melalui aplikasi di smartphone. Tilawah Qur’an model zoom bersama. Karena remaja masjid tidak bisa tadarus bersama sama di masjid. Suara keras tadarus di kampung hingga kota yang biasa terdengar hilang. Corona mengubah semuanya. Ziarah kubur pun sepi karena diatur ketat harus social distancing. Dan pakai masker.
Ya, dunia sedang berubah. Bersyukur kita masih hidup sampai hari ini. Dan itulah kenikmatan mana lagi yang mau didustakan. Yang penting jangan balik kampung. Diam di rumah lebih baik.*