Tanjungpinang

Kejari Tanjungpinang Selesaikan Perkara Penganiayaan dengan Restorative Justice

TANJUNGPINANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Pinang telah melaksanakan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif, dalam perkara tindak pidana penganiayaan sesuai pasal yang disangkakan pasal 351 ayat (1) KUHP

Penyelesaian perkara dengan sistem keadilan Restoratif Justice itu sesuai perintah Jaksa Agung yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kejari Tanjungpinang telah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif perkara tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Tersangka ANDIKA RAMAYANA ALS DIKA BIN SYAMSUL BAHRI ( Alm)

Alasan penghentian penuntutan dari kejari tanjung pinang pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan kedua tindak pidana diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun kemudian telah ada kesepakatan perdamaian antara korban M. YAMIN dan tersangka.

“Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan ini lagi dan ini menjadi pelajaran hidup saya,” ucap Tersangka Dika

Terima kasih kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang Joko Yuhono, Kasi Tindak Pidana Umum Sudiharjo, dan jajaran kejaksaan, Yang telah membantu menyelesaikan perkara Andhika alias Dika dengan Cara Restoratif Justice, sehingga bisa berkumpul kembali ke istri dan anaknya,

“Harapan kami kedepannya Kejaksaan Negeri Tanjungpinang makin jaya dan Sukses selalu untuk Kejari Tanjungpinang, sesuai dengan motto yang tertempel di dinding kantor Kejari Tanjungpinang yaitu Lebih Peduli Lebih Melayani ,” ujarnya Yasin

Ditempat yang berbeda Dosen Ilmu Hukum UMRAH, Dr. Suryadi, M.H., memberi apresiasi kepada Kejari Tanjungpinang karena mengkedepankan Restorative Justice dan mengungkapkan bahwa Paradigma Restorative Justice menawarkan solusi yang berbeda, proses penyelesaian perkara pidana dilakukan melalui mekanisme yang melibatkan kedua belah pihak, yaitu pelaku, korban bahkan juga masyarakat.

“Upaya pemberdayaan (Empowering) masyarakat merupakan kata kunci implementasi paradigma Restorative Justice. Pola penyelesaian perkara dengan model mediasi menjadikan para pihak lebih banyak berperan untuk mengatasi persoalannya sendiri,” ujarnya

Sedangkan Pengadilan berperan sebagai fasilitator dan mediator terhadap perkara pidana yang mengandung konflik dengan tujuan untuk mendamaikan kedua belah pihak. Putusan Pengadilan dapat berupa kesepakatan damai, pemberian ganti rugi kepada korban, dan penghukuman kepada pelaku berupa kerja sosial dan lainnya.

“Dengan demikian tujuan penegakan hukum bukan semata-mata pemidanaan tetapi juga pemulihan hubungan antara pelaku dan korban agar kembali harmonisharmonis,” ujar Ketua Umum MW KAHMI Provinsi Kepri ini.

Perlu dipahami bahwa, ketika terjadi tindak kejahatan telah terjadi kerusakan hubungan di masyarakat, khususnya bagi para pihak yang terlibat, sehingga upaya untuk mengembalikan hubungan antar keduanya sangat diperlukan. Sebab tidak jarang, pasca putusan pengadilan selama ini, masih menyisakan konflik dan dendam antara pelaku dengan korban, misal dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan

“Kita sangat mengapresiasi Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang yang lebih mengedepankan Ultimum Remedium dengan sistem Restorative Justice pada penanganan Perkara Andhika alias Dika tersebut”, puji Staf Khusus Rektor UMRAH ini.

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close