BatamKepulauan Riau

Nobar Film “Kinipan” di Batam: Pemerintah Harus Perhatikan Lingkungan

Lihatkepri.com, Batam – Puluhan orang dengan sukarela berbondong-bondong mendatangi shelter NGO Akar Bhumi Indonesia di Tanjung Piayu, Kota Batam, Sabtu, 10 April 2021.

Nobar Film “Kinipan” di Batam

Antusias tersebut hanya dilakukan untuk menyaksikan film dokumenter “Kinipan” Watchdoc, sebuah dokumenter pandemi, omnibus law, dan lumbung pangan.

Acara yang digagas oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam dan NGO Akar Bhumi Indonesia dihadiri berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat sekitar.

Film kerusakan lingkungan ini mampu menghipnotis penonton meskipun berdurasi 2 jam lebih. Film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono dan Indra Jati ini dibuka dengan kondisi deforestasi hutan Kinipan, Kalimantan Tengah. Kondisi itu diperparah lagi dengan pembukaan lahan untuk kebun sawit.

Kerusakan lingkungan menghancurkan ekosistem yang sudah terbangun sejak lama termasuk konflik dengan masyarakat adat. Akibatnya populasi harimau Sumatera terus berkurang akibat kondisi kerusakan.

Kinipan menampilkan cerita yang perlu dipahami semua masyarakat. Konflik di Kinipan bisa saja terjadi di semua desa, bahkan Indonesia secara umum. “Filmnya mencoba memunculkan isu kerusakan lingkungan yang harus menjadi perhatian bersama,” ujar Margaretha Nainggolan salah seorang penonton.

Acara nobar ini berlangsung di Shelter Akar Bhumi Indonesia. Kawasan ini merupakan salah satu hutan lindung di Kota Batam. Namun, sering terjadi penimbunan hutan mangrove oleh beberapa pengembang.

“Apa yang terjadi dalam film Kinipan ini juga terjadi di Batam, banyak sekali aturan izin penggunaan lahan tumpang tindih, hal itu berpotensi terjadinya kerusakan,” ujar Uba Ingan Sigalingging Anggota Komisi I DPRD Kepri, yang hadir menyaksikan film “Kinipan” tersebut.

Uba melanjutkan, selain itu ancaman kepentingan kelompok tertentu terhadap pelestarian lingkungan juga terjadi di Kota Batam. Padahal, ekosistem lingkungan harus menjadi perhatian bersama.

“LIhat saja di Batam ini, investasi berpengaruh ke lingkungan, resapan air tidak ada lagi, hujan satu jam saja, Batam banjir,” kata Uba.

Ia mengapresiasi, kerjasama AJI Kota Batam dan NGO Akar Bhumi Indonesia menggelar nobar film “Kinipan” dan diskusi tersebut. Kegiatan ini akan menjadi edukasi pemahaman politik kepada masyarakat untuk memperhatikan lingkungan.

“Pemerintah selama ini sudah ada perhatian kepada lingkungan, tetapi tidak serius,” ujar Uba, di akhir kegiatan.

Ketua Aji Kota Batam, Slamet Widodo mengatakan, selanjutnya akan ada kegiatan yang sama dengan film-film dokumenter menarik lainnya.

“Selanjutnya kita bisa nanti menyaksikan film dokumenter soal sampah berjudul “Pulau Plastik,” katanya.

Widodo menegaskan, film kinipan adalah cermin besar betapa bobroknya pemangku kepentingan dalam kerusakan lingkungan. Kesalahan itu, tidak hanya merusak lingkungan dalam jangka pendek, tetapi juga menciptakan virus-virus selanjutnya.

“Artinya virus akan diciptakan oleh negara, jika kita tidak kunjung bersikap,” ujarnya.

Nobar “Kinipan” tidak hanya menghadirkan aktivis, mahasiswa hingga masyarakat, tetapi juga pejabat pemerintah setempat yaitu, Kepala Seksi RHL BPDAS Sei Jang Duriangkang Sumiati. BPDAS adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di bidang pengelolaan daerah aliran sungai dan hutan lindung yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.

“Kita hadir di acara ini artinya kita siap menerima semua kritikan,” kata Sumiati.

Sumiati melanjutkan, film “Kinipan” menunjukan bahwa masyarakat adat atau lokal harus menjadi teman oleh pejabat setempat. Komunikasi persuasif harus dilakukan dengan baik.

“Di dalam film, terlihat masyarakat adat menolak, harusnya hal itu tidak dipaksakan, tetapi mencoba mencari lahan lain, kita tidak pernah memaksakan kehendak jika berbenturan dengan masyarakat lokal,” kata Sumiati.

Founder NGO Akar Bhumi Indonesia Hendrik Hermawan mengatakan, dari film “Kinipan” kita harus sepenuh hati menjaga hutan. Namun, menjaga hutan harus dilakukan bersama-sama, baik aktivis, jurnalis, dan pemerintah.

“Ekosistem itu harus dijaga, seperti harimau di dalam film ini yang semakin punah akibat kerusakan,” kata Hendrik.

Setelah nobar dan diskusi, keesokan harinya acara dilanjutkan dengan penanaman pohon mangrove di Tanjung Piayu.(*)

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close