Opini

Evaluasi Potensi Perikanan Budidaya Kota Batam

Data Badan Pusat Statistik Kota Batam untuk potensi budidaya perikanan laut kota Batam dalam kurun waktu 2012 – 2016 terus menunjukkan trend peningkatan, dari sekitar 2,168 ton di tahun 2012 menjadi 2,470 ton di tahun 2016 atau mengalami peningkatan sebesar 14%. Khusus untuk komoditas ikan Kerapu Epinephelus sp, Kakap putih Lates calcarifer dan Bawal Bintang, data dari Dinas Dinas Perikanan Kota Batam bahkan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2019 sebesar 81.67% jika dibandingkan tahun 2018. Data ini juga didukung oleh peningkatan produksi udang Vannamei di tahun 2019 sebesar 5.3% dibandingkan tahun 2018 dan jumlah rumah tangga perikanan yang meningkat sebesar 2.6% di tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun 2018. Angka-angka ini menunjukkan bahwa akuakultur mulai menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan yang cukup menjanjikan mengingat pertumbuhan ekonomi Batam yang mengalami stagnasi dan bahkan pernah anjlok hingga 2.19% di tahun 2017.

Pertanyaannya adalah apakah peningkatan produksi ini linear dengan perhatian pemerintah kota Batam untuk memajukan sektor akuakultur dan menarik perhatian investor untuk meningkatkan investasi mengingat kondisi geografis kota Batam yang sangat memungkinkan untuk melakukan kegiatan ekspor hingga kepada status Free Trade Zone dan Kawasan Ekonomi Khusus yang mendorong fleksibilitas investasi? Jawabannya variatif. Tidak bisa dipungkiri investor sangat mengharapkan adanya kenyamanan dalam berinvestasi, kepastian hukum, dan tarif yang efisien. Untuk sektor akuakultur di Kota Batam, seluruh faktor ini justru menjadi pertanyaan tersendiri. Banyak unit-unit pendukung produksi seperti pakan, processing dan cold storage tidak tersedia di Batam. Bahkan untuk beberapa komoditas, seperti Vannamei, benih atau benur udang yang dibutuhkan harus didatangkan dari daerah lain. Hal ini berdampak kepada penurunan daya saing dan peningkatan biaya produksi akibat transportasi. Faktor utama adanya trend peningkatan produksi diatas hanya didasari oleh semakin meningkatnya permintaan pasar untuk produk-produk akuakultur. Sehingga dengan keterbatasan yang ada, pelaku usaha tetap berupaya untuk menggenjot peningkatan jumlah produksi

Gambar 1. Data Produksi udang, ikan laut dan jumlah rumah tangga perikanan kota Batam kurun waktu 2018 – 2019 (Sumber data: Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam).

Ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian utama untuk mendukung peningkatan produksi ini agar lebih lebih konsisten, sustainable dan terukur. Faktor pertama yang juga menjadi hambatan nyata adalah kejelasan tentang perencanaan tata ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang untuk aktivitas produksi perikanan budidaya. Mengacu kepada Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 /2017 tentang rencana tata ruang wilayah Kepri tahun 2017 – 2037, Batam ditetapkan sebagai kawasan perikanan budidaya air laut, payau dan air tawar. Namun, breakdown  peraturan provinsi ke perencanaan di tingkat kotamadya Batam masih menunggu penetapan rencana tata ruang/wilayah. Selain menjadikan investor sangat berhati-hati dalam melakukan investasi, hal ini juga berdampak kepada pengurusan administrasi untuk kegiatan ekspor. Berdasarkan  persyaratan administrasi implementasi PerMen Kelautan dan Perikanan No 51/2018, pelaku usaha harus menyediakan beberapa dokumen termasuk sertifikat Hazard and Critical Control Point dimana entry dokumen nya meliputi Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) yang terdiri atas izin lokasi dan fotokopi analisa lingkungan di wilayah produksi, Dengan status quo lahan produksi di beberapa wilayah kota Batam, khususnya di wilayah Rempang, Galang dan Galang baru yang menjadi sentra produksi udang Vannamei, otomatis pembudidaya tidak memiliki akses untuk melakukan ekspor. Data ekspor yang dimiliki hanya berasal dari satu unit produksi yang memiliki lokasi di luar wilayah status quo. Data ekspor dengan Negara tujuan didominasi oleh Singapura memiliki kenaikan signifikan di tahun 2019 sebesar 118% bila dibandingkan dengan tahun 2018. Persentase ini tentu masih bisa ditingkatkan apabila unit-unti produksi lain memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan ekspor dengan kemudahan izin yang diberikan. Hal ini sesuai dengan semangat pemerintah nasional saat ini yang merekomendasikan kemudahan pengurusan izin untuk komoditas berorientasi ekspor seperti Udang Vannamei.

Hambatan kedua yang segera harus dicarikan solusi adalah pengadaan panti benih atau hatchery untuk menghasilkan benih ikan dan udang yang berkualitas. Khusus Vannamei, ketiadaan hatchery mengharuskan pembudidaya melakukan import benih dari beberapa daerah, seperti Lampung, Banten, dan beberapa daerah di Jawa Timur. Aktivitas import ini mengakibatkan peningkatan biaya produksi karna biaya transportasi benur bisa menyamai harga benur udang itu sendiri. Kondisi ini menjadikan tingkat efisiensi produksi menjadi sangat rendah. Ditambah lagi, kualitas benur yang didatangkan karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Batam mengalami penurunan bahkan tak jarang memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Berdasarkan data pemasukan benur udang ke Kota Batam, jumlah benur yang didatangkan di tahun 2019 mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai 192% jika dibandingkan tahun 2018. Data ini menunjukkan keberadaan hatchery sangat vital dan memiliki prospek ekonomi yang cukup tinggi. Apalagi kalau Pemerintah Kota melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki program peningkatan produksi dan pendapatan melalui sektor kelautan dan perikanan.

Gambar 2. Data pemasukan benih udang Vannamei melalui bandara Hang Nadim Batam dan data ekspor Vannamei dengan Negara tujuan utama Singapura (Sumber data: Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Batam)

Hambatan selanjutnya adalah minimnya keberadaan cold storage yang mampu menampung hasil produksi udang Vannamei dan komoditas ikan laut penting lainnya dengan jumlah yang signifikan. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi sebahagian harus dikirim ke luar Batam atau kalau pun tetap dipaksakan untuk dipasarkan di Kota Batam harus puas dengan harga yang ditetapkan. Belum lagi jumlah udang yang rutin masuk ke Batam dari Medan, Jambi dan Bengkalis mengacaukan harga jual di tingkat petambak. Pemerintah harus mulai mengambil sikap dengan menyediakan koperasi pengumpul udang untuk mencegah terjadinya monopoli usaha dan menetapkan harga pasar yang sesuai dengan harapan pembudidaya. Keberadaan unit processing juga menjadi daya tarik sendiri untuk meningkatkan diversifikasi produk yang juga memberikan added value pada hasil produksi. Kepastian harga pasar melalui keberadaan cold storage dan processing menjadi salah satu faktor pendukung utama untuk menumbuhkan minat para pelaku usaha kecil untuk ikut terlibat aktif dalam produksi udang Vannamei dan komoditas ikan lainnya di Kota Batam.

Berdasarkan data dan fakta diatas, jelas bahwa potensi perikanan kota Batam masih dapat dioptimalkan ke posisi yang lebih baik. Harus ada Good willingness dari pemerintah Kota Batam untuk memandang sektor perikanan budidaya sebagai sektor yang menjanjikan untuk dikembangkan dengan melakukan aksi untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada***

Oleh:

Dr. ROMI NOVRIADI, M.Sc1 dan Cicik Kurniawati, S.Pi, M.Si2
(Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia dan Kabid Budidaya Perikanan Kota Batam)

Tags
Show More
Kepriwebsite

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close