Opini
Bulan Ramadhan dan Geliat Ekonomi
Bulan Ramadhan sudah lewat seminggu sejak Jum’at kemarin. Berjalan dengan normal namun suasana ramadhan tak sama seperti suasana Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya.Pada tahun ini tak begitu ramai dan meriah masjid-masjid yang merayakan Ramadhan karena mengikuti tausyiah MUI Kepulauan Riau yang menghimbau untuk menutup masjid-masjid dan segala aktivitas keagamaan melibatkan orang banyak di masjid menjadi terlarang menurut tausyiah tersebut baik itu solat wajib lima waktu, solat jumat dan solat tarawih. Walaupun beberapa kelompok masyarakat menyatakan tausyiah MUI KEPRI tersebut menyelisihi ketentuan hukum fatwa MUI Pusat tentang wabah corona karena Tanjungpinang masih dalam kondisi terkendali.
Selain suasana ramadhan dari yang berasal dari masjid, ramadhan kali ini juga disuasanakan dengan banyaknya masyarakat yang kehilangan sumber penghasilannya. PHK, perumahan karyawan, penutupan usaha, banyak terjadi di beberapa daerah di Kepulauan Riau. Di Bintan sudah hampir 2000-an karyawan yang di rumahkan dan PHK oleh perusahaannya (tribunbatam), 100 karyawan dirumahkan di Anambas (batampos), dan Batam ada sekitar 766 karyawan di-PHK (tribunbatam). Tentunya PHK dan perumahan karyawan ini dikarenakan perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan sehingga kehilangan kekuatan untuk membayar beban gaji karyawan.
Hal ini menandakan bahwa pada bulan Ramadhan ini tingkat geliat ekonomi sedang menurun. Padahal harapan semua pemangku kepentingan ekonomi, bulan ramdhan menjadi penanda peningkatan geliat ekonomi dengan meningkatnya tingkat perilaku konsumtif di masyarakat. Yang mana setiap bulan ramadhan terjadi peningkatan transaksi jual beli di masyarakat baik kebutuhan pokok ataupun konsumsi kesenangan seperti pakaian dan kebutuhan hari raya. Bahkan menjelang lebaran pemerintah biasanya selalu saja mengantisipasi kondisi pasar yang tidak mampu mencukupi permintaan (deman) dari masyarakat yang akan berakibat pada kenaikan harga barang pokok di pasar.
Namun hal itu tidak bisa terwujud karena masyarakat kehilangan penghasilannya untuk memenuhi hasrat konsumtifnya baik untuk kebutuhan atau keperluannya di Ramadhan ini. Tentunya geliat bisnis pun pasti akan menurun sehingga akan semakin menurunkan tingkat ekonomi secara makro juga. Padahal di tengah menurunnya tingkat konsumtif masyarakat, mereka juga merasa kelaparan dan kebingungan bagaimana akan memenuhi kebutuhan kedepannya.
Tiga minggu menjelang hari raya idul fitri baiknya para pemangku kepentingan pembangunan bahu-membahu untuk meramalkan dan mempersiapkan apa yang akan terjadi setelah ramadhan ini. Para akademisi juga dengan kekuatannya pada riset empiris juga baiknya kita harapkan melakukan riset pembangunan ekonomi agar bisa merekomendasikan apa hal yang terbaik untuk dilakukan oleh eksekutor pembangunan. Begitu juga masyarakat harus senantiasa turut andil untuk mengawasi prosesnya pembangunan dan aktif menanggapi proses pembangunan yang dilakukan serta menuruti kesepakatan bersama demi kelancaran proses pembangunan.