
Kepulauan RiauLingga
Setahun MoU Bupati dan BPPT Terkait Teknologi Pengolahan Sagu di Lingga, Mana Hasilnya?
Lihatkepri.com, Lingga – Meskipun Pemerintah Kabupaten Lingga telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terkait teknologi pengolahan sagu, pada 30 Mei 2016 lalu di Hotel CK Tanjungpinang. Namun, hingga sekarang teknologi tersebut belum bisa dinikmati para pengolah sagu di Lingga.
Hingga hari ini, dapat dilihat pemerintah daerah hanya sibuk mengelola sawah, pembibitan ubi untuk bahan baku tepung tapioka serta perkebunan buah. Namun, sagu yang telah berkembang sejak zaman kesultanan Lingga kurang lebih 200 tahun silam, seperti terabaikan. Padahal, potensi lahan sagu di Kabupaten Lingga cukup luas.
Mencari solusi permasalahan pengolahan sagu di Lingga yang belum juga termanfaatkan secara maksimal, anggota DPRD kabupaten Lingga beberapa waktu lalu lakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Kepulauan Meranti untuk mengetahui cara pengelolaan komoditi sagu. Kunker ke Kabupaten bagian pesisir Riau tersebut sejauh ini dinilai karena Kepulauan Meranti merupakan kawasan penghasil sagu terbesar di Provinsi Riau. Dengan demikian, kunker yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Lingga Kamarudin Ali tersebut diharapkan dapat membawa perubahan bagi para petani sagu yang ada di Negeri Bunda Tanah Melayu ini.
Namun, sayangnya sekarang ini hasil atas kunker tersebut belum sama sekali dapat dilihat manfaatnya oleh masyarakat setempat. Jangankan untuk merealisasikan apa yang didapat, akan tetapi perbincangan untuk pemanfaatan komuditi sagu di Lingga juga belum terdengar.
Salah seorang warga Daik Lingga Jang sangat menyayangkan jika sagu yang ada di Pulau Lingga tersebut tidak termanfaatkan. Pasalnya, seperti yang ia ketahui, sagu di Pulau Lingga memiliki kualitas yang sangat bagus. Hal itu disampaikannya karena dapat dilihat dari sagu yang dihasilkan para petani tradisional dengan mesin seadanya itu putih bersih tanpa menggunakan obat-obatan.
“Sagu di tempat kita (Lingga) beda sama yang ada di daerah luar seperti Meranti. Kalau disana itu kebanyakan agak kemerah-merahan. Kalau yang kita kan putih,” kata dia, Jumat (04/08).
Dikatakannya, sagu yang juga merupakan tanaman penghasil karbohidrat potensial memiliki nilai gizi yang tidak kalah dengan bahan pangan lainnya tersebut harus dapat dikembangkan. Sejauh ini, hanya masyarakat tempatan yang menggunakan alat sederhana skala kecil mengolah sagu tersebut.
Walaupun sebagian masyarakat seperti di Desa Panggak Laut, Kampung Budus, Desa Kudung, Desa Keton, Desa Pekaka serta beberapa desa lainnya tetap mengolah sagu, akan tetapi saat ini harga jual sangat tidak memungkinkan dan bahkan membuat warga merasa tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
“Harga sagu sekarang murah. Kita pergi saja ke kedai-kedai Cina di pasar itu, paling tinggi cuma Rp3 ribu per kilogramnya. Kalau warga yang jual ke penampung hanya berapa ribu lah per kilogramnya. Kan kasihan masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, ketika penandatangan MoU tersebut, selain fokus mencetak sawah, serta menggandeng berbagai investor dan pemerintah pusat, Bupati Lingga Alias Wello juga tak menutup mata dengan potensi sagu yang telah berkembang sejak zaman kesultanan Lingga 200 tahun lalu.
Dengan sentuhan teknologi pengolahan modern, sagu Lingga akan semakin terangkat begitu juga ekonomi masyarakat yang selama ini bergantung dengan pekerjaan sebagai pengolah sagu. Namun, hingga satu tahun lebih penandatanganan MoU tersebut berlalu, tidak ada sedikitpun terlihat bahwa sagu di Lingga akan digarap. Saat ini hanya pabrik sagu yang memang telah lama beroperasi di Lingga saja yang melakukan aktivitasnya.
“Sebagai daerah kepulauan yang selama ini memiliki ketergantungan bahan pangan dari daerah lain, kita perlu pengembangan sumber karbohidrat alternatif, seperti sagu yang memang sudah tumbuh secara turun temurun di Lingga,” ujar Awe saat melakukan penandatangan MoU terkait teknologi pengolahan sagu bersama BPPT pada bulan Mei 2017 lalu.
Informasi yang berhasil dihimpun, potensi lahan sagu yang kini tumbuh secara alami dalam bentuk hutan di Kabupaten Lingga, luasnya kini mencapai kurang lebih 2700 hektar (Ha). Lahan seluas itu, tersebar di dua belas desa dengan jumlah tempat pengolahan sekitar 140 unit. (Wira)