Opini

LGBT Melanggar Norma Dan Adat

LGBT Melanggar Norma Dan Adat

Oleh : Suci Restu Jayanti
Mahasiswa Sosilogi STISIPOL RAJA HAJI Tanjungpinang

Lesbian merupakan salah satu orientasi seksual terhadap sesama jenis (wanita), gay atau homoseks adalah orientasi seksual penyuka sesama jenis (laki-laki). Biseksual, orientasi seksual bisa kedua-duanya kepada wanita, maupun laki-laki, serta trangender, seseorang yang ingin berubah bentuk fisiknya, ketika lahir, misalnya laki-laki ingin menjadi perempuan atau sebaliknya.

Di negara Indonesia, komunitas LGBT belum bisa diterima masyarakat. Tidak sedikit masyarakat berpandangan miring dari benci, kotor, serta jijik sampai mengucilkan dan menjauhi mereka. Namun demikian terdapat juga kelompok masyarakat yang justru pro terhadap komunitas ini. Salah satu bentuk pengaplikasiannya terbentuk beberapa LSM seperti Swara Srikandi di Jakarta, LGBT Gaya Nusantara, LGBT Arus Pelangi, Lentera Sahaja dan Indonesian Gay Society di Yogyakarta.

Sejumlah orang terang-terangan mempublikasikan diri sebagai kaum homoseksual di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar dan Yogyakarta. Mereka yang termasuk dalam kelompok LGBT berbagai macam profesi, dari orang biasa, artis, perancang busana, dll. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa contoh orang-orang yang berani mempublikasikan dirinya gay seperti Dede Oetomo yang merupakan presiden Gay di Indonesia, Samuel Wattimena seorang designer terkenal memberikan pengakuan sebagai gay di Kompas edisi 18 Maret 2001, dan Jupiter Fourtissimo merupakan seorang aktor yang membuat pernyataan langsung di acara Silet 24 Januari 2008.

Dugaan pernikahan sejenis yang nyaris terjadi di Padang berujung laporan polisi. Sejumlah warga yang mengatasnamakan pribadi melaporkan pasangan DMD dan MMP ke Polresta setempat atas dugaan pemalsuan surat dan pemberian keterangan palsu.
“Kita mendesak agar laporan kita diproses karena telah sesuai dengan proses hukum yang berlaku,” kata Guntur Abdurrahaman, salah satu pelapor, di Padang, Selasa (23/2/2016).

Sebelumnya, penasehat hukum DMD, Hendra Ritonga membantah terkait pernikahan sejenis yang dialamatkan pada kliennya.
Hendra memastikan kliennya memiliki catatan medis terkait statusnya sebagai mempelai pria. Rekam medis DMD ini diperoleh dari pihak rumah sakit saat kliennya mengalami peradangan di alat reproduksi.

Memang LGBT itu bukan kejahatan, tetapi memiliki potensi menghasilkan kejahatan seperti kekerasan seksual, penyebaran penyakit seksual dan agresi terhadap nilai-nilai publik. Namun demikian, kita harus bijak karena penyandang LGBT bisa saja merupakan korban maupun pelaku. Sejumlah penelitian menunjukan bahwa LGBT bisa muncul akibat pengalaman traumatik (korban kekerasan seksual) maupun faktor genetik yang mempengaruhi struktur kromosom yang menunjukan jenis kelamin. Namun demikian, LGBT juga dapat muncul sebagai dampak dari interaksi sosial yang keliru sehingga ikut mengalami penyimpangan seksual (sosial disease).

Merespon maraknya kejahatan seksual, terutama terkait dengan LGBT, masyarakat harus mampu mengembangkan kewaspadaan sosialnya. Begitupula negara tidak bisa lepas tangan dan berlindung di balik penghargaan terhadap hak asasi warga negara. Negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas. Berbagai tontonan yang tidak layak dan melegitimasi perilaku penyimpangan seksual harus dievaluasi kembali.

Dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 1 jelas dinyatakan Bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Jadi jelas Undang-Undang mengatur Perkawinan dilakukan oleh dua orang dengan jenis kelamin berbeda bukan sejenis, lanjut Pengacara yang juga pengiat Hak Asasi Manusia ini.

Selama ini, para pengiat lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) selalu berlindung dengan dalih kebebasan dan Hak Asasi Manusia mereka lupa bahwa kebebasan juga dibatasi oleh aturan dan hak-hak orang lain. Pernikahan sejenis melanggar nilai-nilai luhur Pancasila dan budaya masyarakat Indonesia, sehingga kalau didiamkan (pernikahan sejenis) ini, dapat melunturkan sikap Pancasilais dan budaya luhur Bangsa Indonesia yang beradab.

Kini penggiat LGBT sudah semakin berani, padahal mereka jelas-jelas melakukan pelanggaran atas norma hukum dan norma lain yang hidup berkembang di Indonesia. Mereka tidak mungkin berani, jika tidak ada kelompok atau organisasi yang ‘membekingi’. “Organisasi-organisasi yang menyuarakan kebebasan sudah kelewat batas dan menerobos aturan-aturan yang semestinya mereka pegang teguh.

Dalam hal ini negara wajib melindungi hak warga negara untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi. Dalam kajian kesehatan sudah dijelaskan bahwa perilaku LGBT memiliki resiko besar terhadap gangguan kesehatan. Bagaimana warga negara dapat hidup sehat jika memelihara kebiasaan yang membahayakan kesehatan ? Tentu pemerintah mengambil jalan terbaik dengan tidak melegalkan LGBT demi kemaslahatan masyarakat yang lebih besar dan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 tanpa melanggar hak asasi manusia itu sendiri.

Di tanjungpinang sendiri perilaku menyimpang penyuka sesama laki-laki semakin meningkat. Pada tahun 2015 tercatat sebanyak 400 orang lebih yang tergabung kedalam komunitas tersebut. “Ada sekitar 400 orang lebih jumlah Gay di Tanjungpinang yang kami data. Dan mereka ikut komunitas dan kelompok masing-masing. Antisipasi dan pencegahan perilaku menyimpang penyuka sesama pria itu sudah kami lakukan,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tanjungpinang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa maraknya tren LGBT sangat dipengaruhi oleh negara-negara liberal yang memberikan pengakuan dan tempat bagi penyandang LGBT di tengah-tengah masyarakat. Lemahnya mkanisme sensor dan kritisisme publik menjadikan proses penetrasi nilai-nilai LGBT menjadi semakin efektif.

Di indonesia sendiri, memang saat ini belum ada politisi yang berani secara terbuka mendukung praktek pnyimpangan seksual ini. Namun tidak menutup kemungkinan ketika penetrasi nilai dan pengakuan sosial kaum LGBT ini telah masif, akan berubah haluan para politisi yang memang cenderung melihat kesempatan berdasarkan kalkulasi potensi dukungan suara. Kaum LGBT kemudian semakin berani muncul di tempat publik dan mempertontonkan identitasnya yang kini tidak lag dianggap tabu.

Legitimasi sosial muncul dengan pembelaan ilmiah dan teologis secara apriori guna memperkuat klaim tentang eksistensi maupun tujuan-tujuan sosial mereka. Situasi itulah yang kemudian membuat LGBT menyebar secara pesat sebagai epidem sosial. Tidak lagi hanya fenomena kota besar, tetapi hampir diseluruh wilayah dan lapisan sosial.

 

Show More
Kepriwebsite
Close