
Opini
KEINGINAN MASYARAKAT MISKIN KEPADA PEMERINTAH TANJUNGPINANG
KEINGINAN MASYARAKAT MISKIN KEPADA PEMERINTAH TANJUNGPINANG
NAMA : Yayan Dari
Mahasiswa STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang
Tanjungpinang. Angka kemiskinan Kota Tanjungpinang berdasarkan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 dan dirilis Juli 2016 mencapai 10.196 rumah tangga, atau naik dari 8.945 rumah tangga dari 2013 lalu.
“Berdasar data mikro hasil pendataan BPS, angka kemiskinan Tanjungpinang sejumlah 10.196 rumah tangga, atau setara dengan sekitar 38.745 orang.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Meningkatnya angka kemiskinan di Tanjungpinang ini bukan berarti tidak ada upaya penekanan dari Pemko Tanjungpinang. Namun, indikator yang digunakan PBDT di 2015 lalu banyak melakukan penyesuaian.
Kemiskinan tidak dapat hilang begitu saja bila tanpa ada usaha dari orang miskin itu sendiri, dan bantuan dari sesama serta Pemerintah, oleh karena itu MASYARAKAT miskin meminta pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di antaranya:
1. Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran penyebab kemiskinan bisa berkurang
2. Mendirikan BLK (Balai Latihan Kerja ) bagi orang kurang mampu sehingga memiliki bekal yang cukup untuk maju di dunia usaha.
3. Memberi Subsidi bagi orang kurang mampu seperti BLT ( Bantuan Langsung Tunai), subsidi BBM, dan pengobatan gratis bagi orang tidak mampu.
4. Menarik minat pengangguran dengan menaikkan upah minimum sehingga mereka berhasrat untuk bekerja.
5. Menghapus Korupsi, karena korupsi penyebab layanan masyarakat tidak berjalan dengan semestinya
BPS juga telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin. Kriteria ini menjadi prioritas Pemko Tanjungpinang dalam memberikan bantuan kepada Kube. Rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari babmu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainn
Harapannya dengan terselesaikannya kemiskinan secara ekonomi akan memudahkan kemiskinan dari dimensi sosial dan moral serta struktural dapat diminimalisir. Imbas bagi pemerintah daerah yaitu akan meningkatkan sumber PAD dari sektor usaha mikro, karena mayoritas KUBE bergerak di usaha mikro seperti peternakan dan pengelolaan hasil perikanan dan pertanian serta bentuk kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomis.
Program yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam membangun kesejahteraan masyarakat dengan memperdayakan potensi SDA dan SDM yang dimilikinya dengan mengembangkan sektor ekonomi mikro. Karena pada dasarnya tugas dari pemerintah adalah mengatur dan mengelola sumberdaya yang ada agar menghasilkan perubahan substansial dalam lingkungan yang belum mapan.
Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan harus dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kerohanian. Orang yang bisa berobat ke dokter bila sakit, dapat menjalankan ibadah agamanya dengan baik, dan mudah mengakses makanan bergizi, adalah orang sejahtera. Karena itu, ketidaksejahteraan dapat terjadi karena alasan ekonomi atau non-ekonomi. Bantuan bergulir kepada Kube merupakan bentuk usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi.
Kesejahteraan dapat diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan, pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, dan lainnya. Kesehatan adalah salah satu indikator kesejahteraan. Secara makro, ini dicerminkan oleh angka kematian bayi, angka harapan hidup, dan angka kematian ibu melahirkan. Berbagai indikator itu terkait mudah-tidaknya akses seseorang terhadap layanan kesehatan. Pendidikan menjadi kunci penting guna mengatasi kemiskinan dan ketidaksejahteraan. Upaya pemerintah membagikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) ke sekolah-sekolah bertujuan agar masyarakat dapat mendapat pendidikan secara gratis atau murah.
Masyarakat yang terdidik berpeluang meraih pekerjaan lebih baik sehingga mereka terhindar dari kemiskinan. Adanya program KUBE mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang beragam aktivitas usaha untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan masyarakat. Penanganan secara kelompok ditujukan untuk menumbuhkembangkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan taraf kesejahteraan sosial. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kota Tanjungpinang dalam efektivitas program menjadi bagian integral yang mesti dilaksanakan.
Adanya program pengentasan kemiskinan di Kota Tanjungpinang salah satunya berupa program bantuan bergulir Kelompok Usaha Bersama (Kube) menurut data BPS Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau menunjukan angka penurunan meskipun penurunan yang terjadi tidak terlalu ekstrim. Tetapi adanya penurunan jumlah penduduk miskin di Kota Tanjungpinang menandakan kebijakan atau program pengentasan kemiskinan yang dilaksankan pemda setempat dinilai berhasil. Pemerintah perlu kembali mengevaluasi dengan baik kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan masalah pengentasan kemiskinan ini. Sebagai bagian dari pelaksanaan amanat UUD 1945. Pemerintah Kota Tanjungpinang perlu menumbuhkan jiwa enterpreneurship bagi masyarakat baik itu bagi kalangan remaja, pemuda maupun orang tua, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang berasumsi bahwa pekerjaan yang terbaik adalah menjadi pegawai negeri sipil, tetapi perlu dirubah mindsetnya bahwa menjadi pengusaha itu jauh lebih baik ketimbang menjadi pegawai.