Opini
Strategi Membangun Sektor Perikanan Budidaya Di Kepulauan Riau
Kepulauan Riau memiliki potensi sangat besar untuk pengembangan industri perikanan budidaya (baca: akuakultur), tidak hanya untuk inland aquaculture (budidaya ikan air tawar dan udang), namun juga untuk pengembangan industri mariculture (budidaya ikan laut). Namun, sampai saat ini, perhatian pemerintah daerah masih belum optimal. Hal ini terlihat dari minimnya alokasi dana untuk pembangunan industri perikanan dalam rencana APBD Provinsi Kepulauan Riau. Konsekuensinya, walaupun memiliki wilayah administratif lebih dari 90% berupa perairan, industri akuakultur di Provinsi Kepulauan Riau belum memberikan kontribusi yang cukup signiikan.
Saya melihat ada 4 (empat) hal yang mejadi tantangan utama dalam pembangunan industri akuakultur di Kepri:
- Ketersediaan benih dan pakan yang berkualitas dan berkelanjutan,
- Belum adanya Specific Industrial Zone untuk industri akuakultur,
- Tidak tersedianya cold storage dan processing unit yang memadai untuk memenuhi kuota ekspor
- Rendahnya Sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki keterampilan profesional di bidang akuakultur
Minimnya ketersediaan benih berkualitas menjadi salah satu faktor penghambat dalam optimalisasi produksi. Saat ini, berdasarkan data yang diperoleh dari Karantina Ikan, terdapat lebih dari 50 juta benur udang Vannamei dan 5 juta benih ikan laut, yang didominasi oleh Kerapu Epinephelus sp dan Kakap putih Lates calcarifer yang diperdagangkan di wilayah Kepulauan Riau. Jumlah ini cukup besar, namun dikarenakan minimnya produksi benih, lebih dari 80% kebutuhan di suplai dari daerah lain. Untuk komoditas Vannamei, Provinsi Kepri bahkan belum memiliki panti benih atau hatchery yang khusus untuk memproduksi benur udang, sehingga kebutuhan harus diimport dari Medan, Lampung dan Jawa. Sementara untuk ikan laut, walaupun memiliki beberapa panti benih yang dikelola oleh pihak swasta dan pemerintah, jumlah yang dihasilkan belum mencukupi demand yang ada. Sehingga import benih dari wilayah Bali dan Situbondo menjadi sebuah keharusan. Konsekuensi nyata adalah terjadinya peningkatan harga benih hingga 100% untuk Vannamei dan 200% untuk komoditas ikan laut. Solusi yang ditawarkan adalah diperlukannya pembangunan hatchery multispesies yang dikelola secara persama oleh pemerintah dan swasta. Teknologi pemuliaan induk, genetik, nutrisi dan juga Best management practices harus diaplikasikan secara komprehensif untuk menghasilkan jumlah dan kualitas benih yang diharapkan. Pekan lalu, diajang Indonesian Aquaculture 2019, species King Cobia telah dilaunching sebagai salah satu harta karun industri akuakultur. Namun, banyak orang lupa bahwa KEPRI juga memiliki spesies kebanggaan, Napoleon Cheilinus undulates, yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Jika perbenihan Napoleon dapat dikembangkan dengan baik, bisa dipastikan ekonomi masyarakat daerah dapat meningkat cukup signifikan. Saat ini ekspor ikan Napoleon dalam jumlah kecil telah dilakukan oleh pembudidaya di Kabupaten Anambas dan Natuna. Namun, ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan produksi dikarenakan suplai benih yang minim dan umumnya hanya mengandalkan benih tangkapan alam menjadikan kebutuhan akan terciptanya teknologi perbenihan Napoleon menjadi sangat tinggi. Penguasaan teknologi ini juga menjadi sarana untuk menciptakan ruang pasar baru yang menguntungkan secara komersil.
Untuk pakan, Kepri bahkan belum memiliki satu unit produksi pakan yang secara komprehensif mengkonversi bahan baku menjadi pakan buatan yang dapat dimanfaatkan oleh petambak udang dan ikan di wilayah ini. Hampir secara keseluruhan pakan yang digunakan untuk kebutuhan produksi berasal dari Pulau Jawa dan Medan. Hal ini tentu saja berdampak terhadap peningkatan biaya produksi melalui penambahan biaya transportasi untuk mendatangkan pakan. Sebagai solusi, saat ini, saya mendorong Kabupaten Lingga untuk mengadakan mesin pakan yang diharapkan dapat mendorong industri akuakultur menjadi lebih efisien, ekonomis dan efektif. Dalam sistem produksi yang direncanakan akan dimulai di bulan Desember 2019, sebahagian besar bahan baku yang digunakan, seperti tepung jagung, sagu, kedelai dan tepung ikan, berasal dari Kabupaten Lingga. Peningkatan nilai gizi bahan baku yang digunakan dilakukan dengan konsep fermentasi dan proses enzimasi. Untuk tahap awal, komoditas Kerapu dan Udang Vannamei menjadi pilihan. Komposisi asam amino dan nutrisi yang tepat serta daya cerna (digestibility) protein, karbohidrat dan asam lemak melalui bahan baku yang digunakan menjadi perhatian utama. Sehingga diharapkan laju pertumbuhan ikan dan udang serta fungsi fisiologis ikan yang diberi pakan yang diproduksi secara mandiri ini menjadi lebih optimal. Namun, untuk menjamin sustainability industri pakan di daerah, perlu dukungan riset dan teknologi serta subsidi bahan baku yang berkualitas dari pemerintah pusat.
Dalam konteksi Provinsi Kepri, zona khusus untuk pembangunan industri akuakultur menjadi sangat penting. Zona khusus ini bukan saja menjadi panduan bagi para pelaku usaha tapi juga bagi pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan pembangunan industri akuakultur. Zona khusus ini ketika dibentuk nantinya hendaknya dapat diterapkan secara konsisten. Karna pembukaan industri lain di sekitar lokasi produksi budidaya ikan akan sangat mengganggu produktivitas dan pertumbuhan ikan. Limbah yang dihasilkan, walaupun sedikit akan sangat berpengaruh terhadap fisiologis ikan. Kita pastinya tidak menginginkan kasus kematian ikan, seperti kasus kematian massal ikan Kerapu Epinephelus sp akibat limbah industri di Batu Licin, Tanjung Pinang pada periode waktu 2007 – 2009 terulang lagi. Untuk itu, perlu adanya good willingness dari pemerintah daerah untuk segera menetapkan zona ini.
Hasil produksi ikan budidaya tidak sepenuhnya harus dalam kondisi hidup. Untuk itu kehadiran cold storage dan unit processing ikan menjadi sangat penting. Vietnam dapat membangun industri ikan patin melalui sistem processing yang baik. Sehingga, kalau kita memiliki kesempatan untuk jalan-jalan ke Eropa dan Amerika Serikat, lebih dari 60% produk patin yang dijumpai di pasar tradisional dan modern berasal dari Vietnam. Kalau produksi patin di Vietnam diuntungkan dengan biaya produksi yang rendah karna adanya aliran Sungai Mekong, Kepri juga dibantu oleh wilayah perairan yang memungkinkan transportasi hasil produksi untuk dikelola secara professional oleh satu unit processing yang terintegrasi. Pasar, baik nasional maupun internasional, tersedia cukup besar untuk produk-produk seperti Kerapu, Kakap putih dan udang Vannamei. Kalau dikonversikan dengan baik melalui produk-produk frozen fish, semi cooked dan Cooked fish tentu dapat dipasarkan dengan harga jual yang lebih baik. Saat ini, untuk menterjemahkan misi menjadi sebuah aksi, Kabupaten Lingga membuat sebuah konsep perikanan terpadu yang mengintegrasikan semua konsep produksi. Sebuah processing line sudah akan diresmikan dalam waktu dekat. Diharapkan salah satu industri kebanggaan masyarakat KEPRI yang berada di Kabupaten Lingga ini dapat terus mendapatkan perhatian dari Pemerintah pusat. Hal ini juga didasari oleh kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau yang berdekatan dengan tujuan ekspor produk hasil perikanan, seperti Singapura, Malaysia, dan negara lainnya.
Kita menyadari bahwa ketersediaan sumberdaya manusia yang memiliki tingkat keahlian dalam bidang perikanan budidaya menjadi ujung tombak untuk optimalisasi industri. Provinsi Kepulauan Riau sangat diuntungkan dengan hadirnya beberapa Sekolah Menengah kejuruan yang fokus di bidang perikanan, serta dengan keberadaan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) yang diharapkan menjadi pusat kajian maritim di masa depan. Namun, dalam era perdagangan bebas ini, ijazah saja tidak cukup. Anak-anak Kepri juga harus dilengkapi dengan sertifikat keahlian yang bertaraf Internasional yang memungkinkan anak-anak daerah memiliki daya saing yang tinggi. Berdasarkan hal ini, saya melakukan inisiasi penandatanganan MoU antara Précon Food Management BV, Belanda dengan Yayasan Lingga terbilang untuk peningkatan kompetensi di bidang industri akuakultur. Namun, untuk mendukung sinergitas antara akademisi dan pelaku usaha, jumlah dan kualitas riset harus ditingkatkan. Untuk ini, peran serta pemerintah pusat untuk dapat mendorong dan mengkoordinasi pelaku usaha untuk bersama-sama menghasilkan teknologi tepat guna sangat diharapkan.
Transformasi menuntut orang-orang untuk bekerja dengan konsep yang baru, strategi baru serta memahami tugas dan fungsinya dengan lebih konsisten. Hal ini tidak mudah, namun dengan kerjasama tim yang kuat dengan didasari pendelegasian jabatan yang tepat berdasarkan kompetisi dan minat di bidang perikanan budidaya, kita tentu yakin industri akuakultur di Provinsi Kepulauan Riau pada khususnya dan Indonesia secara umum dapat meningkat secara signifikan dan memiliki kontribusi nyata terhadap perbaikan ekonomi masyarakat.
Salam hormat
Oleh:
Dr. ROMI NOVRIADI, M.Sc
(M.Sc Aquaculture, Ghent University – BELGIUM; Ph.D in Aquaculture Nutrition, Auburn University, AL, USA)
Wakil Presiden Masyarakat Akuakultur Indonesia
Direktur World Aquaculture Society – Asia Pacific Chapter
Staf Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
First of all I would like to say wonderful blog! I had a quick question which I’d like to ask if you do not mind.
I was interested to find out how you center yourself and clear your thoughts before writing.
I have had a tough time clearing my mind in getting my
ideas out. I truly do enjoy writing however it just seems like the first
10 to 15 minutes tend to be wasted simply
just trying to figure out how to begin. Any suggestions or hints?
Appreciate it!
Here is my web-site; nordvpn special coupon code 2024