Opini

MENENUN KEBAIKAN SOSIAL

Puasa ramadhan telah berakhir dengan gema takbir, besoknya disambut Hari Raya Idul fitri, orang-orang berbondong-bondong mendatangi Masjid melaksanakan Sholat Idul Fitri. Setelah selesai dilaksanakan barulah disambut silaturahmi antar keluarga, lingkungan sekitar, lingkungan jauh. Antusiasme kegembiraan keceriaan dilihat saat menerima sanak keluarga di Rumah. Begitulah umat Islam setiap tahun berulang-ulang dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri. Momen Idul Fitri memberikan makna sangat mendalam bagi umat Islam, selain bermaaf-maafan antar keluarga dan orang lain. Juga momentum setiap tahun umat Islam dimulai dari puasa Ramadhan dan disambung Idul Fitri akan terus menerus menenun kebaikan antar sesama manusia. Menenun kebaikan dalam sebuah system sosial secara ideal akan terbangun sebuah tatanan sosial berkemajuan mengeliminir penyimpangan perilaku dalam system tersebut.

 System sosial terbangun harmonis apabila modal religious setiap tahun dijadikan untuk menenun kebaikan secara terus menerus, sehingga akan memperbaiki struktur sosial secara Mikro dan Makro. Struktur sosial perlu modal religious, agar keteraturan sosial semakin Gemeinschaft dilingkungan sosial. Keteraturan sosial akan jauh dari deviasi atau penyimpangan jika modal religious terimplementasi dalam kehidupan sosial. Tetapi dalam paradigma pascamodernisme, system sosial dan struktur sosial dalam tatanan di daerah tetap menjadi sorotan dalam menenun kebaikan. Menenun kebaikan tidak saja akan menjadi pudar, tetapi menjadi kehilangan makna apabila tidak menjadi system budaya, system kepribadian, system organisasi. Konsekuensi logis akan terjadi seperti Alternative fungsional dalam tatanan sosial, budaya sosial ruang public menjadi seperti semula, tidak ada perubahan sosial atau shifting paradigm.

Modal religious menjadi dasar modal ekonomi, modal kultural, modal sosial, serta modal simbolik dalam menenun kebaikan. Kontruksi sosial modal religious determinan mempengaruhi setiap tatanan sosial. Tetapi modal religious seperti momentum Ramadhan dan spirit Idul Fitri terkadang kehilangan makna, saat mulai goyahnya system sosial. Struktur sosial justru terbangun, tetapi dengan modal ekonomi tanpa dasar religious, sehingga moral ekonomi semakin deficit. Akibat dari tidak adanya perubahan dalam diri manusia secara individual. Menenun kebaikan perlu kesadaran sosial, emosional, serta spiritual. Kesadaran sosial perlu ditumbuhkembangkan agar tatanan sosial menjadi semakin kuat integrasinya.

Sebab dalam menuju keteraturan sosial diperlukan prasyarat fungsional untuk menuju solidaritas kolektif dalam struktur sosial. Menenun kebaikan tidak saja diperlukan di dalam system sosial, tetapi untuk mengantisipasi terjadi anomi sosial. Sebab anomi sosial bisa terjadi apabila, system sosial tidak mampu menjaga integritas dan keteraturan sosial sulit dipertahankan. Anomi sosial juga terjadi akibat tidak bisa menjaga solidaritas sosial atau kesadaran kolektif didalam tatanan struktur sosial. Jadi kebaikan perlu sekali dipertahankan atau ditenun, guna untuk mempertahankan equilibrium atau keseimbangan sosial. Kebaikan harus tetap dipertahankan dalam setiap struktur sosial dimanapun berada, karena bisa memperkecil konflik di dalam system sosial. Karena Konflik dalam system sosial mengganggu equilibrium dalam praxis sosial. Praxis sosial menjadi tidak fungsional akibat terjadi konflik dalam tatanan sosial. Menenun kebaikan secara terus menerus perlu dijaga, ditumbuhkembangkan agar goal atau tujuan sosial tetap berlangsung.

Sosialisasi dalam keluarga sebagai unit terkecil struktur sosial, terdiri dari ayah, ibu dan anak harus mampu membangun system sosial keluarga harmonis dengan nilai-nilai religus. Keluarga sebagai training nilai pertama, menjadikan nilai-nilai spiritual Ramadhan serta Idul Fitri determinasi keseimbangan sosial. Equilibrium dalam struktur sosial keluarga  sangat penting untuk keluarga rabbani jika pondasi keadilan, taqwa, kemaslahatan bersama menjadi determinasi. Kemudian kontruksi sosial keluarga akan memberikan citra positif terhadap lingkungan sosial. Jika factor sosialisasi nilai-nilai kebaikan dirajut dan ditumbuh kembangkan dalam keluarga. Jika setiap keluarga merekontruksi sosial kebaikan dengan nilai-nilai religious sebagai modal sosial, maka  jaringan sosial  terintegrasi dengan nilai-nilai kebaikan sosial. Lingkungan sosial semakin kohesif, jika nilai-nilai religious tidak dijadikan ritual tanpa bekas. Makna ramadhan dan Idul Fitri harus menjadi semangat perubahan sosial, dan dikontruksi sosial secara terus menerus dalam sosialisasi, Institusionalisasi/pembiasaan dan internalisasi. Sehingga kebaikan akan bisa secara rutinitas ditenun atau dipupuk menjadi sebuah rajutan atau kain-kain bernilai tinggi jika berkualitas dalam proses sosial.

Kesalehan sosial, politik, ekonomi dalam tatanan sosial akan terbangun jika kita selama berpuasa tidak hanya dijadikan ritual atau rutinitas. Justru semakin terbangun kesadaran sosial atau kepekaan terhadap lingkungan dimana kita tinggal. Nilai-nilai spiritual sosial akan semakin universal apabila kita menghayati ritual ramadhan dan idulfitri menjadikan manusia berahlak dan bermartabat, sehingga memberikan kontribusi positif dalam system sosial rabbani. Nilai-nilai universal tauhid akan terwujud apabila didasari oleh kesadaran sosial, spiritual dalam setiap struktur sosial. Nilai tauhid universal menjadikan manusia sadar fungsi sebagai khalifah atau wakil tuhan dimuka bumi untuk selalu menebar kebaikan atau rahmatan lillalamiin.

 

Oleh : Suyito

Tags
Show More
Kepriwebsite
Close