NasionalOpini

METAMORFOSA SANG BIROKRAT

METAMORFOSA SANG BIROKRAT

Handiro Efriawan, M.Si

Founder Human Management Institute

(HUMANIS)

 

Dinamika yang sangat menarik untuk dikupas dan diperbincangkan, ketika bermunculan figur yang layak untuk dinisbatkan sebagai sosok seorang tokoh dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan sosok penokoh yang memaksakan untuk menokohkan diri dan berharap ditokohkan. Apalagi perbincangan tersebut berkait-kelindan dengan hajat hidup masyarakat yang memiliki mimpi sederhana untuk meninggalkan getirnya kehidupan di masa lampau serta merindukan harapan perbaikan akan kondisi kehidupan pada masa yang akan datang. Harapan yang sangatlah manusiawi, ketika individu-individu secara sadar menganggap penting hadirnya figur pemimpin dalam kelompok masyarakatnya, figur yang sejatinya pantas untuk dijadikan uswah, pembawa “pesan vertikal” serta penterjemah yang baik atas “pesan horizontal”.

Semakin menariklah bahasan ketika muncul kepermukaan figur publik yang notabene terlahir dari kalangan birokrasi (bureaucracy). Latar belakang pengabdian ini menurut Max Weber merupakan bentuk organisasi yang paling rasional, memiliki tingkat hierarki yang jelas, memiliki karakter serta pembagian kerja yang jelas, legal dan rasional, memiliki sistem pengaturan yang konsisten, berprinsip formalistik impersonality, metode penempatan posisi berdasarkan keahlian, memiliki jenjang karier (merit system), apolitik, profesional serta efektif demi terciptanya efisiensi kerja yang optimal.

Sejatinya, birokrasi merupakan manifestasi dari hadirnya negara dalam kehidupan masyarakat melalui street level bureaucrats, yakni para birokrat secara langsung bertemu dengan masyarakatnya. Sehingga mampu merasakan, menelaah dengan baik keadaan dan suasana berkehidupan masyarakatnya serta kemudian mampu menterjemahkan harapan yang menjadi impian masyarakatnya. Tindakan tersebut pada rezim masa lalu dikenal dengan istilah “turba” (turun ke bawah) yang pada masa kekinian lebih familier dengan istilah “blusukan”. Apapun istilah penyebutannya, kalaulah aparat pemerintah sudah mampu menghadirkan diri secara utuh menjadi bagian integral dalam masyarakatnya, tentulah masyarakat madani yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur akan lebih mudah untuk diwujudkan.

Akhir-akhir ini tak sedikit bermunculan figur-figur transformatif dari kalangan birokrasi, yang apabila ditelaaah secara personal memiliki niat yang cukup baik untuk menghadirkan hawa perubahan bagi masa depan masyarakat. Selama ini, sudah lazim bahwa jenjang kepemimpinan nasional maupun lokal dianggap hanya domain bagi para politisi, sehingga dengan sistem demokrasi yang menerapkan pola one man one put pada setiap kali penyelenggaraannya, disinyalir telah memberikan ruang yang sangat terbuka untuk munculnya pribadi-pribadi bermasalah, yang rendah dalam parameter kualitas, untuk mengisi posisi strategis pemerintahan. Sinyalemen tersebut tak bermaksud untuk menegasi bahwa semua politisi memiliki karakter serta kapasitas yang serupa, karena tak bisa dinafikkan bahwa tetap masih ada beberapa figur politik yang layak untuk menjadi panutan masyarakat. Kondisi ini tentu menjadi harapan bagi masyarakat untuk menikmati suasana kepemimpinan dari sosok yang memiliki kefahaman dalam pengelolaan organisasi pemerintahan. Akan semakin memberikan harapan, apabila muncul figur birokrat yang piawai dalam menterjemahkan arah politik, atau politisi yang mahfum dalam tata kelola birokrasi.

            Propinsi Riau sebagai bagian integral Republik Indonesia dengan pasang surut dinamikanya, dihadapkan pada realita yang tak terbantahkan, dimana dalam dekade terakhir kepemimpinan lokal menjadi sorotan akibat berbagai skandal yang menjeratnya. Sehingga distribusi stock kepemimpinan yang dimiliki oleh Propinsi Riau untuk mengisi posisi strategis kepemimpinan nasional mengalami proses stagnasi dan perlambatan, karena secara politis muncul generalisasi yang memberikan stigma negatif terhadap figur yang berasal dari Propinsi Riau. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para tokoh serta generasi muda Riau, sehingga perlu melakukan design ulang terhadap pola kaderisasi kepemimpinan dalam masyarakat lokal untuk kembali mampu berkontribusi dalam estafet kepemimpinan nasional.

Menilik kesejarahan masa lampau, sejatinya wilayah Riau terbentang cukup luas dengan wilayah daratan dan pesisirnya. Catatan sejarah membuktikan bahwa sesungguhnya Riau telah mampu menghadirkan figur yang patut untuk tetap menjadi teladan, seperti Hang Tuah, Raja Haji Fisabilillah, Tengku Sulung, Tuanku Tambusai, Sultan Syarif Kasim, dan Raja Ali Haji. Kemudian untuk menterjemahkan amanah otonomi daerah, dalam upaya percepatan laju pembangunan maka pada awal millenium kedua terjadi pemekaran wilayah menjadi Propinsi Riau dan Propinsi Kepulauan Riau. Kondisi ini tentu telah memberikan dampak positif bagi distribusi kepemimpinan lokal, karena semakin banyak ruang kepemimpinan yang memerlukan pengeloalaannya. Realitas tersebut sebagai flashback, bahwa sejatinya tak ada sekat dan pembeda antara masyarakat Riau dan Kepulauan Riau, hanya perkembangan masih-masing wilayahlah yang memberikan cukup banyak pengaruh dalam dinamikanya.

Pada konteks kekinian, Propinsi Riau dihadapkan pada realitas bahwa pada tahta kepemimpinan puncak mengalami kekosongan dalam tempo yang cukup panjang. Sehingga untuk efektifitas pengelolaan daerah dibutuhkan percepatan dalam proses pengisian posisi tersebut. Setelah membaca dan mencoba menterjemahkan beberapa opini yang berkembang di masyarakat termasuk para tokohnya, dalam kondisi saat ini Riau membutuhkan figur yang mengerti hal ihwal birokrasi dan tak buta terhadap dinamika politik, tentu yang disempurnakan dengan variabel integritas serta kapasitas pribadi lainnya. Sehingga kesimpulannya, figur yang layak dititipkan amanah tersebut merupakan sosok yang memiliki basic birokrasi sekaligus intens dalam interaksi politik.

Cukup banyak figur yang kemudian dimunculkan dalam proses kontestasi ini, namun tentunya masyarakat Riau tak membutuhkan figur yang “mencoba-coba” atau belum memiliki visi untuk menjadi pengelola daerah. Lebih dari itu masyarakat membutuhkan figur yang sudah memiliki pengalaman serta track record yang tak diragukan. Salah seorang figur yang sangat layak untuk diberikan kepercayaan untuk mengemban amanah kepemimpinan tersebut, yakni Ansar Ahmad. Seorang birokrat sejati sekaligus politisi piawai yang telah bertungkus lumus dengan pengabdian panjang dalam kehidupan masyarakat tersebut, telah masyhur tak hanya dalam kawasan lokal tapi telah menjelajah hingga melintasi benua. Ini semua tentu berkat keberhasilan Ansar Ahmad dalam mengejawantahkan peran, fungsi dan tanggungjawab sebagai seorang birokrat dalam me-manage pengelolaan seluruh potensi serta sumberdaya produktif pada ranah pengabdiannya. Sekaligus mahir dalam menterjemahkan dinamika politik yang berkembang, baik secara lokal, nasional hingga pada konteks global.

Telaah Kritis Jejak Pengabdian Ansar Ahmad

Lembaran sejarah pengabdian telah berisi begitu banyak catatan yang tertulis dengan tinta emas, sebagai dokumentasi yang hendaknya menjadi referensi positif bagi generasi yang akan tampil sebagai penerus estafet kepemimpinan di masa yang akan datang. Ansar ahmad merupakan seorang birokrat yang mengawali kariernya sebagai pegawai di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Riau yang hingga tahun 2003 masih terintegrasi dengan Propinsi Riau. Berkat prestasi kerja yang dinilai berhasil, kariernya meroket dengan dua kali kenaikan pangkat istimewa, hingga sempat memegang amanah birokrasi sebagai Kepala bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau. Track record tersebut menunjukkan bahwa beliau merupakan birokrat yang aware akan etika dan moralitas, demi terwujudnya birokrasi yang lebih baik dan profesional. Sehingga dalam konteks reformasi birokrasi beliau telah melakukan pembaharuan sistem, peningkatan akuntabilitas dengan melakukan perubahan mindset dan moralitas para birokrat. Ini berarti bahwa beliau telah mampu menterjemahkan logika birokrasi yang melayani masyarakat, bukan masyarakat yang melayani birokrat. Sehingga adagium : “kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, bisa ditepis oleh beliau.

Setelah itu, dalam masa penerapan otonomi daerah beliau kemudian diberikan kepercayaan untuk memegang amanah sebagai Wakil Bupati Kepulauan Riau. Selanjutnya berkat prestasi kepemimpinannya tersebut, akhirnya dititipkan amanah sebagai Bupati Kabupaten Bintan masa pengabdian 2005-2010 dan kembali dipercaya untuk melanjutkan proses pengabdian pada peroiode 2010-2015. Perjalanan karier yang cukup mengesankan ini tentunya selain berkat keteladanan beliau sebagai seorang birokrasi, akan tetapi juga berkat keterlibatan beliau secara langsung sebagai seorang politisi, yang terlibat aktif sebagai pimpinan partai politik selevel Partai Golongan Karya (GOLKAR) dan bahkan hingga saat ini masih dipercaya sebagai Ketua DPD I Partai GOLKAR Propinsi Kepulauan Riau.

Keuletan serta kecerdasan figur Ansar Ahmad untuk memadu-padankan peran sebagai seorang birokrat dan politisi tersebut terbukti telah mampu menisbikan kinerja birokrat yang tidak netral (politizied bureaucracy). Loyalitas bawahan bukan karena adanya hubungan patron dengan client, sehingga loyalitas terbangun karena tanggungjawab (responsibility) atas dasar kewajiban kerja bukan karena atasan. Sehingga mampu menghilangkan budaya feodalistik birokrasi serupa birokrasi kerajaan. Memang realita yang tak terbantahkan bahwa adagium politik “when politic end administration begin” yang menegasi bahwa hubungan politik (partai politik) dan administrasi (pemerintahan) tidak bisa dihilangkan. Ini dapat difahami bahwa dalam sistem demokrasi presidensial, setelah proses politik berakhir (pemilihan umum) dan pemerintahan mulai terbentuk, partai politik kemudian berperan aktif dalam membentuk dan proses kegiatan pemerintahan. Akan tetapi keterlibatan partai politik dalam pemerintahan harus ditata secara baik, sehingga melahirkan tata pemerintahan yang juga terjaga dengan baik.

Pada literatur ilmu politik (encyclopedia Americana) disebutkan bahwa partai politik merupakan suatu organisasi sosial yang distinctive, yang memiliki tujuan utama untuk menempatkan calon-calon pemimpinnya pada jabatan pemerintahan, seperti : Presiden, para Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota. Partai politik tersebut berperan dalam merancang calon-calon pejabat dari partainya untuk menduduki posisi tertentu di dalam pemerintahan serta mendulang suara masyarakat yang mendukungnya. Sehingga dalam perspektif ini, kehadiran pejabat politik di dalam tatanan administrasi pemerintahan tidak bisa dihindari. Bahkan, menurut Guy Peters dan Jon Pierre dalam buku hasil kajian ilmiah yang berjudul Politicization of the Civil Service mengemukakan bahwa dalam beberapa dasawarsa terakhir ini sektor pemerintahan telah menjadi gelanggang yang dikuasai politisi (politicized). Ini dapat diterjemahkan secara sederhana bahwa para pejabat dan pegawai pemerintahan harus memberikan porsi yang cukup besar sebagai pelayan politik, terhadap jabatan-jabatan politik orang yang sedang memimpin. Sehingga menurut Ledivina Carino, hubungan yang ditimbulkan bukan hanya sekadar hubungan kekuasaan antara yang berkuasa dan yang dikuasai, melainkan hubungan yang bureucratic sublation, yakni hubungan yang mencerminkan kesejajaran dengan pejabat politik (co-equality with executive). Inilah sesungguhnya keunggulan dari Ansar Ahmad sebagai figur pemimpin yang memiliki kapasitas, beliau telah mampu melakukan sinkronisasi antara kebijakan birokrasi secara profesional terhadap tuntutan kepentingan politik.

Hasil kerja keras dan kegigihan Ansar Ahmad tersebut tentu tak terbantahkan. Ini terlihat dengan nyata, apabila melihat perkembangan pembangunan secara fisik serta terjadinya peningkatan indeks kesejahteraan masyarakat di teritorial aktifitas pengabdiannya. Kabupaten Bintan yang masih berusia belia, yang dahulunya laksana hutan belantara terbukti telah mampu berakselerasi mengejar ketertinggalan-ketertinggalan bahkan telah mampu menghasilkan capai-capaian produktif yang tak hanya mensejajarkan diri dengan daerah lain, akan tetapi justru menjadi icon baru sebagai daerah modern yang berbudaya.

Bagi masyarakat Bintan, Ansar Ahmad telah turut serta merasakan harapan serta impian terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Kondisi konkret yang sudah ternikmati oleh masyarakat adalah pengelolaan lahan produktif sebagai basis ekonomi, pembangunan locus ekonomi baru, serta sudah semakin banyaknya fasilitas publik yang terbangun, antara lain : pembangunan rumah layak huni, pembangunan fasilitas kesehatan (posyandu, puskesmas dan rumah sakit), pembangunan waduk terutama di Desa Gesek sebagai sarana penunjang air bersih, pembangunan fasilitas listrik, pembangunan sekolah dasar hingga perguruan tinggi beserta fasilitas transportasinya berupa bus sekolah dan kapal antar jemput siswa lintas pulau, pembangunan fasilitas jalan lintasan yang menghubungkan kecamatan, desa hingga ke pelosok kampung, pembangunan fasilitas jembatan yang telah membuka akses bagi masyarakat terpencil serta yang telah membuka isolasi daerah Bintan dengan daerah luar seperti jembatan penghubung antara Tanjung Uban dan  Kota Tanjung Pinang, pembangunan pusat pemerintahan dan pusat aktifitas masyarakat yang terintegrasi, pembangunan taman-taman edukasi bagi masyarakat, pembangunan Bintan Expo Center serta banyak kemajuan pembangunan lainnya yang telah diwujudkan selama masa pengabdiannya.

Lebih dari itu, kawasan yang dahulunya sangat terpencil dan belum terjamah serta berdasarkan mitologi hanya dihuni makhluk astral tersebut, sejak otonomi daerah menggeliat hebat, bergerak dengan lincah, bersolek anggun, menampilkan destinasi wisata dan budaya yang justru lebih banyak mengundang  decak kagum wisatawan mancanegara yang terpikat dan tak bosan untuk hilir mudik berkunjung menikmati keasrian serta keindahannya. Ini terbukti dengan semakin banyaknya event berkelas dan berstandar internasional yang secara rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Sebagai contoh : Culture Heritage Bintan, Festival Melayu Kepulauan Riau, Bintan Fishing Festival, Bintan Trail Ekstreme, International Tour de Bintan, Bintan Triathlon Iron Man, Meta Man Triathlon Bintan, Bintan Golf Championship, Bintan Kiteboard Tour Asia serta berbagai event lainnya. Inovasi pengelolaan daerah yang tak hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut, justru telah mampu meningkatkan Pendapatan Aksli Daerah (PAD) dengan nominal yang tak sedikit. Hal itu tentu patut mendapatkan apresiasi, apatah lagi Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Negara Sahabat serta pihak swasta lainnya telah memberikan begitu banyak penghargaan atas prestasi yang telah dicapai selama kepemimpinan Ansar Ahmad.

            Telaah kritis dari jejak pengabdian Ansar Ahmad tersebut, hendaknya mampu diterjemahkan secara positif oleh masyarakat Riau secara keseluruhan, sehingga masa pemerintahan di Propinsi Riau yang terus bergulir, tak dibiarkan mubazir karena sikap “phobia” terhadap figur transformatif yang telah hadir. Inilah waktu yang tepat bagi masyarakat Riau untuk melakukan kontemplasi serta melakukan proyeksi terhadap estafet kepemimpinan Riau ke depan. Sejatinya dalam tunjuk ajar melayu tak boleh ada dikotomi dalam memilih pemimpin. Bagi seluruh masyarakat Riau, tunjuk ajar melayu warisan dari budayawan, DR. (HC) Tennas Effendy perlu lah sejenak untuk direnungkan :

******

Apabila tersalah memberikan amanah,

Niat tak sampai hajat pun punah

Banyaklah kerja tidak menyudah,

Sesama kaum menjadi berbantah

 

Apabila mencari pemegang amanah,

Carilah orang yang elok tingkah

Untuk kebaikan mau mengalah,

Untuk yang benar mau beralah

Apabila keliru mengaku salah,

Apabila dinasehati tidak menyanggah

Apabila diingatkan tidak berkilah,

Apabila dilarang tidak berbantah

Apabila dipercayai tidak menyalah

******

Apabila hendak memberikan amanah,

Berikan kepada orang yang bermarwah

 

Apabila amanah hendak diserahkan,

Serahkan kepada yang teguh beriman

 

Apabila amanah hendak berlanjut,

Serahkan kepada yang patut-patut

 

Apabila amanah hendak kekal,

Serahkan kepada orang yang berakal

 

Apabila amanah hendak bermanfaat,

Serahkan kepada orang yang taat

 

Apabila amanah hendak berjaya,

Serahkan kepada orang yang terpercaya

 

Apabila amanah hendak diwariskan

Wariskan kepada yang rela berkorban

 

Apabila mencari pemangku amanah

Carilah yang tidak bercabang lidah

 

Apabila amanah hendak diberi,

Berikan kepada orang yang tahu diri

 

Sebelum amanah diberikan kepada orang

Kelebihannya ditengok kelemahan ditimbang

Show More
Kepriwebsite
Close