Bintan

Pertashop Tanah Kuning Diduga Kangkangi 4 Peraturan Perundang-Undangan

BINTAN – Menyikapi Polemik atas penolakan warga Kampung Tanah Kuning yang sampai hari ini belum terselesaikan, tampaknya warga Tanah Kuning akan mengambil langkah hukum lain. Mengingat upaya mediasi tidak membuahkan hasil dan tidak ada tindak lanjut yang berarti.

Pertashop Tanah Kuning Diduga Kangkangi 4 Peraturan
Pertashop Tanah Kuning

Karena sudah satu minggu lebih aktivitas pembangunan Pertashop tetap dilakukan dan dipaksakan walaupun tanpa ada perizinan.

“Kita sudah menyampaikan dan melapor kepada pemerintah tentang resiko yang di hadapi warga dan aturan serta standar keselamatan sesuai ketentuan perundangan, tapi belum ada tindakan hukum apapun dari Pemerintah” ujar Ketua RW 019 Roy Penangsang.

Roy juga mengungkapkan bahwa ada 4 peraturan perundang-undangan yang di kangkangi atau diabaikan oleh Pertamina, Calon Mitra Pertashop dan Pemerintah Daerah.

Pertama yang di langgar adalah peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2022 tentang Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). “Dalam desain Pertashop ada Prasarana Bangunan seperti Pagar Pengaman, Fondasi Mesin dan Drainase yang seharusnya mendapatkan perizinan dari Pemerintah Daerah” ungkap Ketua RW 019 ini.

Roy juga membantah isu tidak adanya kewenangan Pemerintah Daerah dalam memberikan izin berdirinya Pertashop.

“Dalam Perda tersebut sangat jelas, dan Satpol PP sudah bisa menindak dalam rangka penegakkan Perda, tapi kenyataannya Satpol PP tidak bertindak, ini ada apa? Padahal Desain itu membutuhkan Persetujuan Bangunan Gedung” ujarnya.

Pelanggaran kedua adalah mengangkangi Undang-undang 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dimana Jalan Tanah Kuning merupakan Jalan Nasional sesuai Kepmen PUPR No 290/KPTS/M/2015 Tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional.

“Dimana jarak bangunan Pertashop terlalu dekat dengan jalan dan seharusnya memiliki jarak yang cukup sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini tentu akan berdampak pada standar Keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM Nomor : 289.K/18/DJM.T/2018 tentang Pedoman Teknis Keselamatan Peralatan dan Instalasi Serta Pengoperasian Instalasi SPBU, untuk kebutuhan maneuver mobil tangki yang kemungkinan mengganggu hak pengguna jalan baik di badan jalan dan bahu jalan” ungkap Roy Penangsang

Pengangkangan Ketiga adalah Jarak Dispenser/Modular dengan Rumah tinggal yaitu lebih kurang 3 meter, sementara dalam Keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM Nomor : 289.K/18/DJM.T/2018 tentang Pedoman Teknis Keselamatan Peralatan dan Instalasi Serta Pengoperasian Instalasi SPBU tercantum pada halaman 26 di wajibkan 9 meter.

“Tentu jarak ini dengan rumah warga tak memenuhi standar keselamatan membuat resiko atau ancaman keselamatan harta benda dan nyawa warga saya” ujar Ketua RW 019 ini.

Pengangkangan ke empat adalah terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor: P.25/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2018, Gubernur atau bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL dan SPPL.

“Harusnya ada peran aktif Dinas Lingkungan Hidup, mempertimbangkan dan memberikan rekomendasi perlu ada tidaknya Analisis Mengenai dampak lingkungan bagi masyarakat setempat, jangan nanti setelah ada kejadian tercemarnya lingkungan Dinas Lingkungan Hidup ke warga tidak bertanggung jawab” ujar Roy.

Dengan adanya pengangkangan terhadap peraturan perundang-undangan ini, Warga meminta untuk melaporkan kepada Lembaga Negara yaitu Ombudsman RI dan Kementerian terkait.

“Warga telah memberikan kuasa kepada saya untuk menyampaikan permasalahan ini ke Ombudsman, Inshaa Allah Senin kami akan melaporkan pelanggaran ini kepada Ombudsman” pungkas Roy

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close