Opini
Perpanjangan Kekuasaan Lumpuhkan Nalar Demokrasi
Gagasan memperpanjang masa kekuasaan presiden telah melumpuhkan nalar demokrasi bangsa. Apalagi gagasan itu dilanggengkan oleh mereka yang berkuasa.
Gagasan memperpanjang kekuasaan ini sama piciknya seperti wacana penundaan pemilu.
Hal ini sangat mengada-ada dan sebenarnya merupakan bagian dari bagaimana memuaskan libido politik Jokowi, atau paling tepatnya orang-orang di inner circle-nya seperti kata Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamied.
Kata orang-orang wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu rawan ditunggangi kepentingan politis.
Padahal kita semua tahu, bahwa tidak ada kepentingan apapun selain kepentingan politis yang ambisius demi langgengnya oligarki yang berkuasa. Itu seperti alasan klise yang biasa dimainkan oleh mereka yang haus kuasa.
Mungkin mereka buta sejarah dan kita harus mengingatkan kembali sejarah kelam bangsa ini, bahwa dua presiden pernah jatuh hina karena alasan yang sama: ingin berkuasa tanpa batas waktu.
Pemerintah hari ini acap kali mengatakan demokrasi kita kebablasan, alih-alih menjaga demokrasi yang katanya kebablasan itu, pemerintah dengan mulutnya sendiri lah yang mengaminkan bablasnya demokrasi kita dengan mengeluarkan gagasan “busuk” untuk memperpanjang kuasa presiden.
Kita perlu tahu gagasan utama dari konstitusi adalah bahwa negara perlu dibatasi kekuasaannya agar penyelenggaraan-nya tidak bersifat sewenang-wenang, pun dengan masa jabatan presiden.
Oleh karena itu, kita wajib menolak segala bentuk kesewenangan-wenangan dan narasi perpanjangan masa jabatan presiden serta tetap pada keyakinan bahwa kekuasaan cenderung mengakibatkan korup dan kekuasaan yang absolut adalah korup yang sesungguhnya.
Oleh
Muhammad Ravi, S. Sos
Pemuda Kepulauan Riau