Opini

Melawan Lupa Atas Kejahatan Dan Kekejaman Ariel Sharon Terhadap Rakyat Palestina

Ketika mendengar nama Ariel Sharon, tentu kita akan mengenali dia sebagai pemimpin kaum Zionis yang kejam. Kejahatan yang dilakukannya kepada rakyat Palestina sungguh teramat kejam dan tidak ada rasa kemanusiaan sedikitpun dalam mencapai tujuan pendirian negara ilegal Israel dan menganeksasi wilayah Palestina yang di duduki agar menjadi lebih luas.

Tanah Palestina, di masa lampau dikenal dengan sebutan Kan’an, meliputi daerah seluas 25.000 km2, terletak di pantai timur Laut Mediterania, dan berbatasan dengan Mesir, Suriah, Yordania, dan Lebanon. Palestina adalah tanah yang subur dengan iklim sedang. Dia menjadi saksi datangnya nabi-nabi besar, seperti Isa as. dan Musa as. Dan dia juga merupakan tanah yang dilewati dan tinggali oleh Ibrahim as. Dari sudut geopolitik, Palestina adalah negeri yang sangat sensitif dan strategis.

Kota Yerusalem, yang dikenal oleh kaum Muslim sebagai kota Bait al Muqaddas atau Al Quds atau secara singkat menjadi Quds, yang berarti ‘suci’, dibangun di perbukitan Yudea dan terletak di puncak Bukit Moriah, bersama dengan Kuil Yehovah. Bukit ini adalah salah satu tempat penting di Palestina, di sebelah timurnya terletak bukit Zion, dan di sebelah baratnya terletak bukit Olives.

Bait al Muqaddas didirikan pertama kalinya oleh Nabi Daud as. dan bangunan ini kemudian diselesaikan oleh Nabi Sulaiman as. Bait al Muqaddas didirikan 1.100 tahun setelah pendirian Ka’bah di Makkah oleh Nabi Ibrahim as., dan 970 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa as. Daud as. adalah keturunan ke-14 dari Ibrahim as., dan menurut Injil Matius, Isa as. merupakan keturunan ke-28 dari Daud as. Oleh karena itu, Makkah (Ka’bah) merupakan tempat suci pertama para monoteis (penyembah satu Tuhan), dan Masjid al Aqsha di Quds adalah yang kedua.

ZIONISME

Seiring perkembangan zaman, tanah Palestina dihuni oleh warga palestina yang mayoritas Islam dan dapat hidup berdampingan dengan umat Kristen dan Yahudi. Terkait dengan Zionisme, perlu dicermati pada dua bagian yang berbeda. Yakni Zionisme sebagai gerakan keagamaan dan Zionisme sebagai gerakan politik. Pada mulanya Zionisme sebagai gerakan keagamaan tidak menimbulkan penolakan, perlawanan dan pertentangan dari orang Kristen atau Islam Palestina.

Namun masalah mulai timbul, ketika Zionisme sebagai gerakan politik muncul. Zionisme sebagai gerakan politik adalah gerakan politik yang terorganisir yang bertujuan menyatukan orang-orang Yahudi di pengasingan (diaspora) dengan menempatkan mereka di Palestina. Gerakan ini muncul pada akhir abad ke-19 dan mencapai puncaknya pada tahun 1948 dengan pendirian negara ilegal Israel. Nama zionisme diambil dari kata Zion, nama bukit dimana Kuil Yerusalem berada. Istilah ‘zionisme’ pertama kali digunakan bagi gerakan politik ini pada tahun 1890 oleh seorang filsuf Austria berkebangsaan Yahudi yang bernama Nathan Birnbaum.

Selanjutnya penggagas zionisme modern adalah Theodor Herzl (1860 – 1904), seorang penulis dan jurnalis Yahudi kelahiran Hungaria. Pada 1896 ia mempublikasikan bukunya yang berjudul The Jewish State (Negara Yahudi). Ia berperan besar dalam pembetukkan negara ilegal Israel. Ia adalah orang yang mengorganisasikan Kongres Zionis pertama yang diadakan di Basel, Swiss pada 1897. Kongres tersebut melahirkan Program Basel yang dijadikan platform dasar bagi gerakan Zionisme sebagai gerakan politik. Program tersebut menentukan tujuan dari Zionisme, yaitu pembentukan “tanah air bangsa Yahudi di Palestina yang dijamin hukum publik.” Kongres tersebut juga melahirkan World Zionist Organization (Organisasi Zionis Dunia) yang permanen dan menugaskannya untuk membuka cabang di negara-negara di mana terdapat populasi Yahudi yang signifikan.

Berdirinya Israel di tanah Palestina, tidak terlepas dari peran besar Inggris. Inggris juga memiliki dosa sosial terhadap rakyat Palestina dengan mensponsori Zionis untuk mendirikan negara ilegal Israel Raya di tanah Palestina. Walau kita ketahui saat ini, peran Inggris telah bergeser ke Amerika Serikat sebagai pelindung utama negara ilegal Israel. Tujuan pembentukan Israel Raya oleh Zionis, meliputi wilayah bentangan sungai Nil hingga Eufrat, atau dengan kata lain meliputi seluruh wilayah Arab, termasuk Mesir dan juga Hijaz. Maka dengan ini, tujuan Zionis belumlah sepenuhnya selesai selagi wilayah bentangan sungai Nil hingga Eufrat belum dikuasai sepenuhnya.

Pada prinsipnya, kaum atau komunitas Yahudi sungguh berbeda dengan kaum Zionis atau permasalahan Zionisme. Kaum Zionis bukanlah termasuk mereka yang beragama. Kaum Zionis Yahudi sama sekali tidak menjalankan ajaran Nabi Musa as. selayaknya kaum Yahudi yang beriman pengikut Musa as. Kaum zionis melawan semua agama, mereka adalah kelompok gerakan politik yang melakukan aksi dengan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya yang banyak merugikan umat manusia di muka bumi namun selalu mengklaim sebagai pengikut Musa as. Kaum Yahudi beriman pengikut Musa as. menolak dan tidak menerima mereka serta memadang hina mereka. Kaum Zionis selalu mengaku sebagai pengikut Musa as., namun hal ini terjadi kontradiksi karena sangat jelas bahwa Musa as. seorang Nabi melawan thaghut, sedangkan mereka (kaum Zionis) adalah thaghut itu sendiri.

AREIL SHARON

Tokoh pembantai keji umat Islam Palestina ini lahir pada tanggal 26 Februari 1928 di Kfar Malal, Mandat Britania atas Palestina. Ariel Sharon sejak berusia 10 tahun sudah terlibat dalam pergerakan pemuda Zionis, Hassadeh. Pada usia 14 tahun, Ariel Sharon menjadi anggota Gadna, yaitu batalion militer, kemudian Haganah, pasukan militer bawah tanah Yahudi. Ketika era pembentukan negara ilegal Israel, Ariel Sharon dilantik menjadi komandan Alexandroni. Pada tahun 1949, Ariel Sharon dinaikkan pangkat menjadi komandan Briged Golani dan tahun berikutnya, pegawai Central Command, seterusnya Komandan Unit 101, yaitu Unit pertama tentara Israel (1951). Untuk selanjutnya, Ariel Sharon berkarir di Angkatan Bersenjata Israel – Israeli Defense Force (IDF).

Pada tahun 1981, Ariel Sharon diangkat menjadi Menteri Pertahanan Negara ilegal Israel, di masa inilah semakin leluasa penjahat perang ini membuat prestasi kejahatannya terhadap rakyat Palestina. Kejahatan demi kejahatan dilakukannya kepada rakyat Palestina, terutama yang terkenal dengan pembantaian terhadap rakyat Palestina di pengungsian Sabra dan Shatilla Lebanon Selatan dengan menggunakan tangan milisi Falangis Lebanon.

Selanjutnya, Ariel Sharon menjabat Menteri Industri dan Perdagangan pada masa 1984 – 1990. Lalu pada tahun 1990 – 1992, Ariel Sharon menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Pembangunan. Tahun 1996 – 1999, menjabat sebagai Menteri Infrastruktur Nasional dan Menteri Luar Negeri. Puncak karirnya, Ariel Sharon pada tanggal 6 Ferbruari 2001 terpilih sebagai Perdana Menteri Negara ilegal Zionnis Israel setelah mengalahkan Perdana Menteri sebelumnya, Ehud Barak.

KEJAHATAN DAN KEKEJAMAN ARIEL SHARON

Rekam jejak Ariel Sharon merupakan catatan sejarah yang ditulis dengan tinta darah. Sebagian besar dari sepak terjang Ariel Sharon dapat terlacak, sementara detail-detail lain yang tak kalah mengerikannya juga sempat disampaikan oleh mereka yang pernah kenal Ariel Sharon. Unit 101 merupakan merupakan refleksi sifat Ariel Sharon : haus darah, brutal dan licik. Ariel Sharon pernah menggorok seorang tentara Mesir yang sedang tidur. Anak buahnya juga telah membunuh tentara Suriah dengan jumlah yang sangat banyak, sampai-sampai David Ben Gurion Perdana Menteri pertama Negara ilegal Israel mengatakan bahwa aksi-aksi mereka “kelewat sukses”.

Ariel Sharon diceritakan pernah memarahi salah seorang perwiranya karena orang itu melewatkan kesempatan untuk membunuh dua orang Arab yang sudah tua renta. Ariel Sharon pernah menyiksa seorang Arab – sambil menertawakannya – kemudian menembaknya dari jarak dekat.
Berikut ini beberapa kejahatan besar dan kekejaman yang sudah dilakukan oleh Ariel Sharon :

Pembantaian Qibya

Penyerbuan Qibya terjadi pada tanggal 14 Oktober 1953. Sebagai Komandan Unit 101, berbekal 600 kilogram bahan peledak Ariel Sharon melakukan penyerbuan di Qibya serta menggunakan habis bahan peledak tersebut untuk membantai. Qibya terletak di Palestina, 44 km dari Ramallah. Ariel Sharon telah membantai penduduk desa, menghancurkan rumah warga, rumah ibadah dan sekolah serta sebuah waduk.

Situs berita resmi Wafanews, menyatakan bahwa pembantaian terjadi dalam rangka meningkatkan eskalasi operasi militer terhadap sejumlah desa-desa Palestina di Tepi Barat paska penandatangan perjanjian Arab dan Israel.

Unit 101 meledakkan puluhan rumah tanpa memeriksa apakah di dalamnya masih ada orang atau tidak. Mereka tak peduli apakah semua orang telah melarikan diri atau belum. Hasilnya, 96 orang tewas, separuh dari mereka ialah wanita dan anak-anak yang masih bersembunyi di dalam rumah saat serangan terjadi.

Menurut laparan diplomatik, pasukan Zionis Israel memasuki desa dan secara terencana membunuh seluruh penghuni rumah, dengan menggunakan senjata-senjata otomatis, granat, dan bom-bom pembakar; lalu mendinamit rumah yang ada penghuninya. Puluhan rumah, sekolah desa, dan sebuah waduk dihancurkan. Dua puluh dua ternak dibunuh dan enam toko dijarah.

Perintah resmi yang dikeluarkan oleh Staf Jenderal Zionis Israel adalah melakukan serangan dengan tujuan pendudukan sementara, peledakan rumah-rumah dan melakukan upaya-upaya untuk merugikan penduduknya. Namun, dibawah komando Ariel Sharon, perintah itu telah berubah menjadi “bunuh sebanyak-banyaknya yang mampu dibunuh”.

Jurnal Katolik terkenal The Sign, yang diterbitkan di Amerika Serikat, juga melaporkan pembantaian massal yang dilakukan selama serangan ini. Editor Ralph Gorman menerangkan pemikirannya sebagai berikut: “Teror menjadi sebuah senjata politik Nazi. Namun Nazi tidak pernah menggunakan teror dengan cara yang lebih berdarah dingin dan tanpa alasan seperti yang dilakukan Zionis Israel dalam pembantaian di Qibya.”

Orang-orang yang kemudian datang ke tempat pembantaian ini menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Sebagian besar mayat mengalami luka tembak di belakang kepala, dan banyak yang tanpa kepala. Bersama orang-orang yang tewas di bawah reruntuhan rumah mereka, banyak wanita-wanita dan anak-anak tak berdosa yang juga dibunuh secara brutal.

Pembantaian Sabra-Shatila

Tragedi Sabra-Shatila merupakan salah satu bagian dari Perang Lebanon. Peristiwa ini terjadi pada Senin, 16 September 1982, setelah serdadu Zionis Israel di bawah komando Ariel Sharon menduduki Beirut dan memberikan jalan kepada milisi Falangis (sekutu Zionis Israel) di Lebanon Selatan untuk memasuki kamp pengungsian rakyat Palestina. Di pengungsian Sabra-Shatila, 20.000 orang pengungsi sebenarnya hidup dan mendapatkan perindungan Internasional. Pembantaian Sabra-Shatila ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 16 sampai 18 September 1982. Tidak kurang dari 3.500 – 8.000 orang tewas dibunuh, termasuk anak-anak, bayi, perempuan, dan orang tua. Mereka di bantai dan dihabisi dengan cara yang kejam oleh tentara Zonis Israel dan milisi Falangis (sekutu Zionis Israel).
Tentara Zonis Israel, di bawah komando Ariel Sharon dan Panglima IDF, Rafael Etan, memastikan bahwa pasukan mereka telah mengepung kamp pengungsi itu. Mengisolasi penghuninya, dan memberikan kesempatan kepada Falangis untuk menyerang dan membunuh ribuan pengungsi di kamp Sabra-Shatila.

Tentara Zonis Israel, disamping ikut membantai, mereka benar-benar memfasilitasi milisi Falangis untuk membantai rakyat Palestina di pengungsian. Tentara Zonis Israel menembaki ratusan suar selama pembantaian pada waktu malam untuk menerangi jalanan dan bangunan-bangunan. Hal ini bertujuan untuk membantu para milisi Falangis menemukan para pengungsi yang bersembunyi atau yang berusaha melarikan diri dari kamp tersebut.

Pasukan Zonis Israel mengklaim bahwa mereka hanya berusaha menemukan 1.500 orang pejuang PLO yang diperkirakan sedang bersembunyi di kamp tersebut. Namun, sebenarnya para pejuang tersebut sedang berada di tempat lain, mereka sedang bertempur melawan agresi Zonis Israel. Dan mereka yang di tinggal di kamp – yang terpaksa menghadapi akhir yang mengerikan itu – sebagian besar hanyalah perempuan dan anak-anak.

Hasan Salamah, berusia 57 tahun, yang saudara laki-lakinya tewas dalam pembantaian itu, mengatakan “mereka datang dari pegunungan dengan mengendarai tiga puluh truk yang sangat besar”. Awalnya mereka membunuh orang-orang dengan pisau sehingga tidak menimbulkan suara gaduh. Setelah saat itu, beberapa penembak jitu di kamp Shatila mulai menembaki orang-orang yang menyebrangi jalan. Lalu orang-orang bersenjata mulai masuk ke rumah-rumah dan menembaki pria, wanita, dan anak-anak. Mereka meledakkan rumah-rumah dan mengubahnya menjadi tumpukan puing.

Kekejaman yang dialami orang-orang tak bersalah di Sabra-Shatila merupakan cermin bagi ideologi kepemimpinan Zioins Israel. Sebagian besar wanita yang terbunuh di kamp Sabra-Shatila telah di perkosa sebelumnya. Para wanita hamil dirobek perutnya sehingga bayi-bayinya bisa direnggut keluar dan dibunuh. Anak-anak 3 atau 4 tahun dibunuh di depan para orangtua mereka. Kebanyakan lelaki yang tewas dipotong telinga dan hidungnya sebelum di tembak mati.

Setelah milisi Falangis sekutu Zionis Israel menyelesaikan pekerjaannya di kamp Sabra-Shatila, mereka melanjutkan pekerjaan kotornya di Rumah Sakit Gaza. Mereka menyeret para dokter, perawat, dan yang terluka ke luar rumah sakit dan membunuh mereka.

Diketahui bahwa tujuan akhir Zionis Israel adalah untuk menciptakan teror dan rasa takut rakyat Palestina, mengusir mereka dari tanahnya, dan menundukkan orang Palestina kepada keinginan mereka melalui sebuah kebijakan pembersihan etnis yang terencana.

Pembunuhan Massal di Jenin

Peristiwa pembunuhan massal di Jenin terjadi pada tanggal 1 sampai 11 April 2002 saat Ariel Sharon berkuasa menjadi Perdana Menteri negara illegal Zionis Israel, dan semua tindak tanduk perbuatan genosida terhadap rakyat Palestina adalah tidak terlepas dari perintah Ariel Sharon. Peristiwa pembantain Jenin disebut media Barat sebagai “Pembantaian Sabra dan Shatila jilid dua”. Selama Sembilan hari, kamp Jenin berubah menadi rumah jagal. Serbuan ini tak diragukan lagi merupakan tindakan yang terorganisir untuk menyerang para pengungsi di kamp Jenin. Kamp ini didirikan bagi warga Palestina yang terusir dari tanahnya pada tahun 1948. Dalam operasi ini, tentara Israel mengepung kamp, yang menjadi tempat tinggal bagi 15.000 pengungsi. Namun, Jenin tidak sekadar dikepung, Jenin menjadi medan yang penuh teror bagi setiap pengungsi Palestina yang bernaung di sana.

Andrei Vdovin, utusan Rusia untuk Timur Tengah menegaskan, “Ini penghancuran besar-besaran.” Utusan PBB untuk Timur Tengah, Terje Roed Larsen, saat mengunjungi Jenin menggambarkan bahwa suasananya sangat menakutkan, bahkan lebih menakutkan daripada kabar yang santer terdengar tentang konflik itu di media. Jenin tak ubahnya sebuah tempat yang telah diguncang gempa bumi besar, sehingga membuatnya rata dengan tanah.

Pembunuhan massal di kamp pengungsi Jenin mengakibatkan ratusan orang tewas. Akan tetapi, Zionis Israel menyangkal tuduhan tersebut. Menurut versi Zionis, korban yang tewas sebagian besar disebabkan oleh pertempuran, bukan akibat serangan sepihak. Saat tank-tank Zionis Israel menyerbu kamp itu, roket-roket juga turut diluncurkan dari helikopter tempur Zionis. Sementara Buldoser meratakan rumah-rumah, tank-tank menembaki apapun yang bergerak. Mereka yang luput dari serangan roket terjebak di bawah reruntuhan rumah mereka. Tentara Zionis Israel jika menemukan warga yang masih hidup diantara puing-puing itu langsung membunuh mereka. Zionis Israel tidak mengizinkan ambulans memasuki kamp. Teriakan dan rintihan terdengar setiap sepanjang hari, sebab sama sekali tak ada seorangpun yang dapat memberikan pertolongan medis kepada para korban.

Rasa takut sesungguhnya bukan muncul karena para pengungsi yang berhasil lari, melainkan karena mereka yang masih tertinggal. Kenangan kamp pengungsian Sabra dan Shatila muncul seolah belum lama terjadi. Pemandangan yang paling menakutkan ialah saat Ahmed menyaksikan tentara Zionis Israel menggiring delapan orang pengungsi Jenin dan membariskan mereka, kemudian menembak mereka semua.

Bau busuk tercium dari reruntuhan. Pengungsi yang selamat menceritakan bahwa ketika itu tentara Zionis Israel melepaskan tembakan secara membabi-buta dan menghancurkan setiap bangunan yang dilaluinya. Seorang petugas rumah sakit di Jenin mengatakan bahwa jumlah jenazah terus bertambah sejak peristiwa penyerangan itu berlangsung. Masih banyak jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan rumah yang dihantam roket dan dibuldoser oleh tentara Zionis Israel. Arab News menyebutkan bahwa tragedi di Jenin mirip seperti tragedi yang terjadi di Srebrenica, Bosnia. Ketika itu, 8.000 orang termasuk anak-anak dibantai oleh tentara Serbia.

Setelah Zionis Israel menyatakan bahwa pengepungan telah berakhir, para wartawan, dokter, dan petugas HAM tetap dilarang memasuki kamp itu. Jenin penuh dengan mayat, termasuk mayat anak-anak, perempuan, dan orang tua. Zionis Israel mengumumkan bahwa mereka yang terluka akan diangkut oleh tentara Zionis Israel, sementara mayat-mayat yang dikumpulkan akan dikubur di pemakaman massal di perbatasan Yordania. Jelaslah bahwa Israel hendak menutup-nutupi sebuah upaya pembataian yang terencana.

Abu Muweis melanjutkan kesaksiannya di majalah Palestine Monitor, “Saya melihat mayat anak-anak menyembul dari reruntuhan. Saya melihat tubuh orang-orang berusia 60-an dan 70-an membusuk di jalanan. Ini baru satu kamp, sebuah tempat kecil yang diizinkan untuk dimasuki. Kejahatan bersejarah ini akan tetap menjadi kekejian memalukan bagi dunia yang beradab. Ratusan lelaki, wanita, dan anak-anak tak berdaya, dijagal tanpa rasa kasihan oleh tentara paling biadab di dunia yakni Zionis Israel.

Justin Higgler, dari The Independent mempertanyakan pengabaian dunia atas pembataian di Jenin dalam artikelnya, “The Camp That Became a Slaughterhouse” : “Selama Sembilan hari, kamp pengungsi Jenin menjadi rumah jagal. Lima belas ribu orang Palestina tinggal dalam tempat satu kilometer persegi di kamp ini, sejumlah gang-gang dengan ruangan-ruangan sempit. Ribuan orang sipil menderita, wanita dan anak-anak, menggigil ketakutan dalam rumah mereka ketika helicopter Zionis Israel menghujankan roket terhadap mereka, dan tank-tank menembakkan rudal ke dalam kamp.”

Yang terluka banyak yang ditinggal dan ditelantarkan hingga mereka meregang nyawa. Tentara Zionis Israel menolak ambulans untuk merawat para korban. Ini merupakan kejahatan perang menurut Konvensi Jenewa. Palang Merah memberitahukan bahwa orang-orang semakin banyak yang meninggal karena pasukan Zionis Israel menghambat ambulans. Pihak Zionis Israel mungkin dapat menyembunyikan bukti, tetapi mereka tak bisa membungkam cerita yang telah dilontarkan oleh orang-orang yang berhasil melarikan diri dari pembunuhan di kamp Jenin. Laporan-laporan ini diperoleh sekalipun pihak Zionis Israel berupaya menutup segala akses komunikasi dengan Jenin. Setelah pengepungan ini terungkap, dunia mendapatkan bukti lebih banyak tentang aksi penjagalan ini.

Pihak Palestina mengklaim bahwa tentara Zionis Israel membunuh ratusan orang dalam penyerangan di kamp pengungsi Jenin. Namun pihak Zionis Israel mengatakan, jumlah korban hanya puluhan, itu pun kebanyakan di antaranya ialah orang bersenjata.

Pembantaian di Jenin merupakan aksi brutal Ariel Sharon lainnya sebelum dia dilarikan ke rumah sakit akibat sroke, dan sekarat (koma) hingga bertahun-tahun lamanya, lalu mati sebagai manusia hina karena telah melenyapkan rasa kemanusiaan masyarakata dunia. Namun tanpa sempat diadili sebagai penjahat perang di Mahkamah Internasional.

Melihat kejahatan demi kejahatan yang dilakukan Ariel Sharon sebagai pemimpin Zionis Israel, sudah jauh dari batas kekejaman dan kebrutalan atas nama kemanusiaan. Jika memang benar bangsa Yahudi dibantai oleh Nazi Hitler di Jerman yang sering disebut dengan peristiwa Holocaust, yang menjadi pertanyaan kita bersama, kenapa harus bangsa Palestina yang menjadi korban kekejaman Zionis Yahudi Israel dan harus menerima dosa-dosa yang yang telah dilakukan oleh Nazi. Jika benar hak-hak dasar Yahudi ditindas oleh rezim Nazi, kenapa usai Perang Dunia II Zionis Yahudi Israel tidak mendirikan negara Zionis Israel di wilayah Jerman. Mata dunia harus benar terbuka dan kritis melihat kejahatan kemanusiaan yang telah dan hinga saat ini masih dilakukan oleh rezim Zionis Israel di tanah Palestina.
Dalam ceramahnya di Columbia University, New York pada tanggal 24 September 2007, Ahmadinejad mantan Presiden Republik Islam Iran menyatakan : Selama 60 tahun, orang-orang Palestina diusir; selama 60 tahun, mereka terus dibunuhi; selama 60 tahun, setiap hari mereka mengalami konflik dan teror; selama 60 tahun, perempuan dan anak-anak tak berdosa dihancurkan dan dibunuh oleh helikopter-helikopter dan pesawat-pesawat tempur yang menghancurkan rumah-rumah mereka; selama 60 tahun, anak-anak sekolah dipenjarakan dan disiksa; selama 60 tahun, keamanan Timur Tengah berada dalam bahaya; selama 60 tahun, slogan ekspansionisme “Dari Nil hingga Eufrat” terus di gemakan kelompok-kelompok terntentu.

Selanjutnya, pada Pidato KTT ke-11 OKI di Senegal tanggal 14 Maret 2008, Ahmadinejad menyatakan : Apa yang sedang terjadi di Palestina? Tragedi, pembunuhan massal, keterusiran, ketidakamanan, dan upaya menghalangi sebuah bangsa untuk tumbuh dan berkembang. Holocaust yang nyata sedang terjadi selama 60 tahun di Palestina. Kita baru-baru ini menyaksikan apa yang menimpa penduduk Gaza: sebuah bangsa sedang di blokade total secara ekonomi dan militer, dan diserang oleh tentara-tentara Zionis; ratusan orang hancur menjadi debu dan darah dalam waktu singkat. Dewan Keamanan PBB tetap diam. Alih-alih menindak pelaku para kriminal, sekjen PBB malah mengecam para pejuang Palestina. Kini, adalah mengejutkan, dan kita harus memprotes, mengapa KTT ini tidak ada wakil dari pemerintah Palestina yang merupakan hasil Pemilu? Padahal, wakil dari salah satu pendukung rezim Zionis telah diundang. Bukankah Organisasi Kofarensi Islam didirikan dengan filosofi untuk mendukung bangsa Palestina dan melawan Rezim Zionis?

Maka dengan ini, dunia harus membuka mata selebar-lebarnya, dan wajib melawan lupa atas kejahatan demi kejahatan yang telah dilakukan oleh Ariel Sharon dan Ariel-Ariel Sharon junior lainnya hingga saat ini kepada rakyat Palestina, sebagai gerombolan penjagal yang diberi nama Zionis Israel dan dilindungi oleh Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya.

Referensi :
Dina Y. Sulaeman. Ahmadinejad on Palestine. Depok: Pustaka IIman. 2008.
Haris Priyatna. Ariel Sharon Pembantai Ribuan Muslim. Jakarta: Zahira. 2014.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Qibya
https://suarapalestina.com/post/3999/desa-qibya-saksi-bisu-kekejaman-israel
https://www.kaskus.co.id/thread/52d1fe98148b46fc138b4638/8-fakta-sejarah-kejahatan-ariel-sharon/

Oleh :

William Hendri, SH.,MH
Kader Ikatan Cedekiawan Muslim Indonesia Orda Kota Tanjungpinang

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close