Opini

Catatan Penting Kebijakan Pemulangan WNI dari Wuhan-China

Pertaruhan jaminan kesehatan sebagai warga negara Indonesia beberapa hari ini mesti jadi perhatian serius pemerintah pusat. Kebijakan pemulangan WNI dari Wuhan-China ke ibu pertiwi pasca merebaknya virus Corona yang menyerang negeri tirai bambu itu membawa beberapa catatan penting tentang bagaimana negara ini melindungi warganya.

Pertama kita patut memberikan apresiasi terhadap respon untuk evakuasi WNI begitu cepat berdekatan dengan beberapa negara lainnya yang melakukan hal serupa sebagai proteksi terhadap warga negaranya masing-masing.

Kedua, mitigasi rencana ketahanan terhadap bencana global termasuk model kasus seperti Corona rasanya pemerintah masih perlu mengatur strategi kembali terutama kesiapan menghadapi tantangan seperti ini. Ketika Natuna secara tiba-tiba dipilih menjadi lokasi karantina dengan ragam alasan menjadi pertanyaan besar bahkan menimbulkan pertentangan awam.

Hal ini tidak lepas dari beberapa faktor seperti fasilitas kesehatan yang jauh dari kata siap maupun kelayakannya untuk menjadi lokasi karantina WNI yang dievakuasi dari Wuhan-China. Hal berbeda terjadi ketika pemerintah China dengan sigap dapat membangun fasilitas kesehatan untuk menunjang penanganan serius bencana global ini. Paling tidak terdapat dua rumah sakit yang dibangun yaitu Huoshenshan dan Leishenshan. Kecuali memang “eksespsi” pemerintah pusat tentang jaminan kesehatan manusia Indonesia hanya seputar “insurance” yang jadi dialektika ketika berbicara BPJS yang berpolemik hingga Menkes pun bingung dibuatnya. Karena kita berharap BPJS tidak hanya menjadi “Juru Pungut” yang kadang merungut memaparkan kerugian finansial namun senyap saat kejadian.

Ketiga, buruknya komunikasi pemerintah dengan masyarakat Natuna. Hal ini menimbulkan reaksi dari masyarakat di Natuna khususnya di Ranai pasca mendapatkan informasi yang beredar dimedia massa tentang penempatan sementara WNI kita, maklum saja tidak sedikit jumlah korban yang meregang nyawa. Tercatat sudah 259 meninggal and 11,791 orang terinfeksi coronavirus di China berdasarkan informasi dari kantor kesehatan China. Data dan fakta-fakta ini yang tentunya menjadikan kemarahan publik di Natuna ketika pemerintah mengambil keputusan menempatkan lokasi karantina di Bandara Raden Sadjad Ranai. Pemprov Kepri dan Pemda Natuna juga seperti tak dapat mengambil langkah apapun karena kebijakan ini lahir tanpa ada langkah koordinasi secara komprehensif dari pemerintah pusat tentang penetapan lokasi karantina ini. Model ini dikenal dengan “Street Decision Making”, namun jika alasan seperti dikemukakan petinggi negeri di Ibukota bahwa Natuna siap secara wilayah dan lokasi strategis maka perlu dipertanyakan bagaimana kedepannya?. Dampaknya begitu besar muncul ketakutan masyarakat karena tidak mendapatkan informasi riil bagaimana kesiapan lokasi dan dampaknya jika terjadi penyebaran.

Keempat, perdebatan netizen maha benar dengan segala statement dan commentnya terkait respon masyarakat Natuna terhadap evakuasi WNI yang dikarantina di Ranai-Natuna seolah menimbulkan persepsi negatif terhadap masyarakat tempatan. Masalah jarak lokasi karantina dengan pemukiman misalnya sebagaimana diinformasikan kontradiktif sekali. Bandara Ranai sekarang jadi Raden Sadjad ini terletak di pusat kota dan berdekatan dengan pemukiman Kampung Tua Penagi, Perumahan TNI, hingga pemukiman warga. Solidaritas masyarakat ini muncul wajar karena ketakutan publik. Bagaimana jika ini terjadi didaerah lain? Apakah reaksi “Selow Aja ” akan muncul atau dahlah cuek aja ya kan. Bukan masyarakat tempatan tak NKRI, masalahnya terletak buruknya cara pemerintah pusat mengimplementasikan kebijakan ini. Karena WNI yang dievakuasi ini merupakan saudara setanah air juga sehingga ini tidak mengurangi rasa persaudaraan.

 

Penulis:

Shahril Budiman, S.Sos., MPM
Dosen Ilmu Pemerintahan STISIPOL Raja Haji

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close