Opini

[Part 10] MENGETUK LANGIT, Sebuah Catatan Perjalanan Spiritual 212 Batam-Jakarta

[Part 10] MENGETUK LANGIT, Sebuah Catatan Perjalanan Spiritual 212 Batam-Jakarta

MENGETUK LANGIT

(Sebuah Catatan Perjalanan Spiritual 212 Batam-Jakarta)

Oleh : Adri Wislawawan (Ketua Bidang PPD HMI Cabang Batam)

 

 

PENUTUP SEBUAH PERJALANAN

Sambil berjalan kaki keluar area Monas, rombongan dari Batam sudah berpencar mencari jalannya masing-masing, saya masih bersama dengan ketum HMI Batam dan senior dari KAHMI Batam, gerimis masih saja turun meneguhkan semangat, sambil bertelanjang kaki kami mengambil jalan keluar yang saking ramainya sayapun bingung itu menuju arah tugu tani atau bundaran HI.

 

Dengan menenteng kantong sampah hitam yang isinya adalah tas dan sepatu saya serta masih memegang bendera, kami bertemu dengan bendahara Aliansi Umat Islam Batam Bersatu, bagi kami itu menjadi salah satu keajaiban di hari itu, karena kami ditraktir makan bakso dan mie ayam, bayangkan saja dalam kondisi basah kuyup dan gerimis terus turun itu dihangatkan oleh kuah panas bakso, Alhamdulillah.

 

Sambil makan saya ngobrol dengan dua orang peserta aksi yang ternyata keduanya asli Jakarta, yang satu saya lupa tinggal di daerah mana, yang satu lagi menurut penyampaiannya salah seorang jago Betawi, dari penampilannya cukup meyakinkan. Saya tidak banyak menangkap apa yang sedang mereka bicarakan, karena saya sedang fokus dengan sambal Bakso yang pindah ke baju saya, namun satu hal yang pasti adalah mereka memastikan bahwa mayoritas penduduk di Jakarta hari ini turun 21. “Ahok itu kalau kampanye bang, bawa massanya bukan dari penduduk asli daerah situ, soalnya daerah di Jakarta yang dia mau datangin udah pada nolak dia datang”, ujar salah satu dari mereka. Saya memperkenalkan diri dari Batam, mereka nampak kaget campur bahagia, mereka juga yang mengarahkan untuk berjalan menuju kawasan Tanah Abang untuk mencari penginapan murah, karena senior tadi menilai tidak efektif jika kembali ke Istiqlal dalam kondisi pakaian seperti saat itu. Akhirnya kami pamit, lalu melanjutkan perjalanan kembali.

 

Massa semakin padat, sorak sorai yang mengingatkan agar jangan menginjak rumput terus bergantian disahutkan, saya yang berjalan di batas trotoarpun sempat ditarik salah seorang jamaah, “tuh ada wartawan mas sibuk motoin kita, jalan sini aja mas takut rumputnya terinjak” nasehatnya. Saya tersenyum dan faham apa yang dimaksudkan bapak yang menarik saya tadi.

 

Di perjalanan kami bertemu dengan iring-iringan mobil komando yang membawa para ulama yang kami cintai berkeliling untuk menyapa umat yang hadir dan mengantarkan mereka untuk pulang dengan tertib, banyak wajah-wajah teduh dan hebat yang saya lihat di atas mobil komando itu.

Show More
Kepriwebsite
Close