Opini

PEMENUHAN HAM MELALUI BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PEMENUHAN HAM MELALUI BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

Oleh : SISKA SUKMAWATY [1] 

Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam konstitusi (baca;UUD 1945) negara kita. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan pada hukum, Indonesia memberikan jaminan hukum dan persamaan perlakuan hukum serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hak asasi Manusia merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir dan merupakan pemberian langsung dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu maka kedudukan manusia sejajar di hadapan hukum. Secara teoritis (kesetaraan dalam hukum) terlihat sangat ideal dan simple. Namun dalam implementasinya, masyarakat miskin selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda ketika berhadapan dengan hukum atau dalam istilah lainya mengalami diskriminasi proses hukum.

Lihatlah beberapa kejadian yang menyita perhatian publik seperti Nenek Minah (55 tahun) yang harus mendekam dipenjara selama 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan. Berawal dari keisengan Nenek Minah saat memanen kedelai dan melihat  3 (tiga) buah kakau yang sudah ranum. Dengan harapan untuk disemai, Nenek Minah memetik kakau tersebut dan pada saat yang bersamaan melintas mandor PT Rumpun Sari Antan (RSA). Buah kakau tersebut tidak disembunyikan oleh nenek Minah dan hanya di letakkan begitu saja dibawah pohon kakao. Saat ditanya sang mandor “siapa yang memetik buah kakao itu”, dengan  polosnya nenek Minah mengaku bahwa itu adalah perbuatannya. Setelah mendapatkan ceramah dari sang mandor, nenek Minah-pun meminta maaf karena ia sadar bahwa perbuatannya itu adalah salah. Permintaan maaf tersebut rupanya tidak membuat masalahnya selesai dan bahkan membuat Nenek Minah menjadi pesakitan di ruang pengadilan Purwokerto. Disamping kasus yang menimpa Nenek Minah, terdapat beberapa kasus hukum lainya seperti  kasus pencurian sandal jepit seharga Rp 30 ribu yang dilakukan oleh AAL (15) pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, Sulawesi Tengah. AAL didakwa Jaksa karena telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang tercantum dalam pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan terancam 5 tahun penjara. Ia dijadikan tersangka karena mencuri sandal jepit bermerek milik Brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi Harahap dari kos-kosannya pada November 2010 lalu.

Disamping dua kasus tersebut diatas, masih terdapat beberapa kasus lain yang sungguh terasa menyesakkan dada. Menyesakkan dada karena kita meyaksikan dan melihat dengan kasat mata bahwa ketika ada masalah hukum antara “si kaya” dengan “si miskin”, :si mampu” dengan “si tidak mampu” maka diskriminasi akan dengan sangat mudah kita lihat terjadi. Disisi yang lain, Konstitusi (UUD 1945) telah menjamin bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Jaminan tersebut tidak hanya terbatas pada tanggung jawab ekonomi, namun juga jaminan sosial dan pemenuhan hak atas bantuan hukum[2] kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar sebagai warga negara Indonesia.

Secara tekstual memang dalam UUD 1945 tidak secara tegas negara memberikan  jaminan hak atas bantuan hukum bagi fakir miskin maupun masyarakat marginal. Namun demikian jika ditafsirkan Pasal 34 ayat (1) yang menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, maka padsal tersebut memiliki dimensi yang luas hingga menuju ke dimensi hukum. Oleh sebab itu maka setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa membedakan status sosial, budaya, ekonomi, maupun agama.[3]

Pemenuhan HAM bagi masyarakat miskin dalam hal pendampingan dalam menghadapi permasalahan hukum haruslah dipenuhi pemerintah melalui bantuan hukum. Hak atas Bantuan Hukum adalah Hak Konstitusional bagi setiap warganegara. Setiap orang yang menghadapi persoalan hukum haruslah mendapatkan kesempatan untuk membela diri dalam posisi yang setara dengan aparat penegak hukum (equality of arm). Pemenuhan hak bantuan hukum akan menunjang pemenuhan hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial).

Pemerintah melaksanakan pemenuhan Hak Asasi Manusia masyarakat miskin dalam hal pendampingan melalui Bantuan Hukum yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menurut Undang-Undang yang dimaksud dengan Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang.

Unsur-unsur dalam pemberian  bantuan hukum adalah Penerima bantuan hukum merupakan bagian dari kelompok fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara ekonomi. Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan Pidana, Perdata, maupun Tata Usaha Negara dan bantuan hukum diberikan secara cuma-Cuma atau gratis.

Selain dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut ini :

  1. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan:
  • Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
  • Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan:
    1. Pasal 56 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.
    2. Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG. Barang siapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma.

Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.

Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat. Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum.

Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai, sehingga dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum  menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara, khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan Undang-Undang Bantuan Hukum.

Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin. Beberapa pokok materi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 antara lain mengenai: pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana.

Dalam rangka mewujudkan akses keadilan dan sebagai wujud tanggung jawab negara, maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sudah diimplementasikan. Ada 2 (dua) jenis bantuan hukum yakni litigasi dan non litigasi yang meliputi perkara pidana, perdata dan tata usaha negara.

Sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran dana Bantuan Hukum kepada Organisasi Bantuan Hukum yang telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Dimana pengawasan tersebut dilakukan oleh Tim Pengawas Daerah Pelaksanaan Bantuan Hukum Kantor Wiayah Kementrian Hukum dan HAM.

Semoga dengan Bantuan Hukum yang telah ditetapkan sebagai salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah  melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dapat memastikan bahwa hak masyarakat miskin dalam memperoleh keadilan dapat terpenuhi. Hak untuk mendapatkan keadilan merupakan hak asasi seluruh masyarakat, sehingga masyarakat miskin tidak lagi menerima perlakuan yang diskriminatif dari pihak-pihak yang memiliki akses terhadap kekuasaan (baca; uang dan jabatan) sehingga pada akhirnya hukum dapat ditegakkan setegak-tegaknya tanpa melihat si kaya dan si miskin, si mampu dan si tidak mampu.

Wallahualam bisshawab.

[1] Tenaga Penyuluh Hukum Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau, Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Kota Tanjungpinang.

[2]  Istilah bantuan Hukum sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu “Legal Aid” dan “Legal Assistance”. Istilah Legal Aid biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa dibidang hukum kepada seseorang dalam suatu perkara secara Cuma-Cuma khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Legal Assistence dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu maupun pemberian bantuan hukum oleh para advokat yang menggunakan honorarium. Lihat dalam Abdurrahman. 1983. Aspek-Aspek Bantuan Hukum  di Indonesia. Jakarta: Penerbit Cendana Press. Hal 17-18.

[3]  Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1), Pasal 34 ayat (2)  UUD 1945

 

Show More
Kepriwebsite
Close