Opini
Budaya dan Perilaku Konsumtif Menjelang Lebaran
Menjelang berakhirnya puasa Ramadhan, masyarakat sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing,ini bisa dilihat semakin ramainya tempat-tempat perbelanjaan. Seperti terlihat di Mall Matahari, Ramayana, Pasar Malam yang diadakan Pemerintah, Toko-Toko Pakaian, Butik dan lain sebagainya. Seperti sudah menjadi tradisi dimasyarakat. Menurut Talcot Parson, dalam sistem budaya mempengaruhi sistem melalui sosialisasi, institusionalisasi dan internalisasi. Sosialisasi atau pengaruh dari masyarakat lain atau tetangga dan kerabat dekat menghipnotis kebiasaan itu.
Seperti pendapat Emile Durkheim yang mengatakan struktur sosial mempengaruhi masyarakat. Struktur sosial masyarakat bisa dilihat salah satunya dari lapisan sosial masyarakat semuanya menyatu dalam ruang-ruang perbelanjaan yang disiapkan kaum kapitalisme. Kapitalisme dengan strategi marketingnya membuat daya tarik yang sangat fantastis seperti discount atau potongan harga dari sebuah barang dagangan. Dari discount 50% sampai 50+20%, konsumen semakin gila menghabiskan uangnya karena tergiur dengan discount yang sebenarnya hanya taktik dagang yang dimainkan. Mana ada pedagang yang mau rugi, begitulah yang terjadi menjelang dekat lebaran. Jadi masyarakat yang sangat konsumtif mempengaruhi individu lain untuk ikut dalam arena budaya konsumtif. Bagi masyarakat miskin yang kerjaan serabutan, hanya jadi penonton masyarakat yang asyik menghabiskan uang dit empat-tempat perbelanjaan.
Kemudian menurut Merton, dalam sistem budaya,akibat dari sosialisasi tentang kebiasaan masyarakat yg berulang-ulang, akhirnya menjadi terlembaga atau institusionalisasi nilai-nilai kebiasaan tersebut. Secara psikologis ada yang kurang,kalau tidak ikut dalam kebiasaan konsumtif saat menjelang Lebaran. Terkadang ada sanksi sosial dari masyarakat dengan mengatakan “Inikan hanya sekali setahun, jadi semua harus baru, baju,sendal,horden, semua serba baru,”. Kalau kita tidak ikut dalam sistem kebiasaan tersebut akhirnya tersindir. Kemudian Merton juga menyebutkan, karena sudah melembaga kebiasaan konsumtif tersebut, akhirnya menjadi terinternalisasi dalam setiap diri individu atau menjadi darah daging nilai kebiasaan konsumtif menjelang setiap lebaran. Kemudian sistem sosial dimasyarakat ternyata tidak mampu mempengaruhi sistem budaya konsumtif yang sudah menjadi kebiasaan itu. Menurut Parson, didalam sistem sosial ada peran, peranan dan status sosial. Peran adalah kumpulan hak-hak dan kewajiban, sedangkan peranan yaitu pola perilaku yang diharapkan. Status sosial ialah kedudukan seseorang dalam sistem sosial.
Kembali ke budaya konsumtif menjelang lebaran, seharusnya peran pemimpin, baik Gubernur, Walikota, Bupati memberikan pesan kepada masyarakat untuk tidak konsumtif menjelang Lebaran. Karena status pemimpin tidak hanya memiliki satu peran saja, tetapi memiliki banyak peran.untuk itulah diperlukan kehadiran pemimpin untuk mengingatkan masyarakat harus fokus memenuhi kebutuhan ekonominya, tidak hidup boros dan perilaku konsumtif dalam menyambut lebaran. Sekaligus memberikan keteladanan pada masyarakat, bahwa idulfitri itu momentum untuk saling maaf- memaafkan.
Kemudian Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat juga memberikan contoh dan keteladanan untuk tidak konsumtif menjelang Lebaran. Karena menurut Marx Weber pemimpin atau penguasa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat harusnya mampu mempengaruhi masyarakat untuk tidak konsumtif dan konsumerisme dalam menghadapi Lebaran. Menurut Weber dalam teori Tindakan sosial, budaya konsumtif masyarakat menjelang Lebaran saat ini, terjadi tanpa mempertimbangkan tindakan yang rasional, jadi terjebak dengan tindakan tradisional. Apalagi masyarakat juga dipengaruhi dengan tindakan sosial afektif seperti terlihat baliho dengan gambar artis terkenal lagi pakai merek baju terkenal, secara emosional promosi tersebut sangat mendorong dan mempengaruhi daya beli dimasyarakat. Itu terjadi di Mall seperti Matahari dan Ramayana.
Kemudian dilihat dalam perspektif Gidden dalam Teori Strukturasi, dengan konsep dualitasnya, ternyata dua-duanya juga mempengaruhi masyarakat semakin konsumtif. Masyarakat atau struktur sosial sangat besar mempengaruh individu untuk terlibat dalam kebiasaan konsumtif, tetapi mereka yang berkuasa, juga mempengaruhi masyarakat untuk selalu boros dan hidup konsumtif. Bahkan lebih parahnya mengikuti gaya hidup kelas orang-orang tinggi. Dengan belanja barang-barang bermerek diluar negeri, selain boros juga tidak produktif. Tidak memberikan keteladanan pada masyarakat. Robert K. Merton dlm Fungsi Manifest atau fungsi yang diharapkan dari perilaku konsumtif menjelang lebaran, masyarakat selalu beralasan bahwa hanya untuk memenuhi kebutuhan di hari lebaran. Tetapi secara Fungsi Laten menunjukkan bahwa perilaku konsumtif hanya untuk menunjukkan status sosial seseorang dalam kehidupan yang luas.
Sehingga akhirnya perilaku dan budaya konsumtif merupakan alternatif fungsional bagi masyarakat. Pesan-pesan moral dari para Pemuka Agama untuk hidup sederhana, fokus memenuhi kebutuhan. Tetapi dalam prakteknya semakin menjamur perilaku dan budaya konsumtif. Kemudian perilaku dan budaya konsumtif dianalisis dengan pendekatan interaksionis simbolik atau makna. Pemahaman individu yang subjektif dlm menghadapi akhir puasa, bahwa setiap menjelang Lebaran harus eforia menghadapinya. Ditambah interaksi antar individu yang saling mempengaruhi dimasyarakat. Misalnya pengalaman subyektif individu waktu belanja di Mall dengan discont, ramainya berbelanja, kemudian berinteraksi juga dengan pengalaman subyektif individu dalam menghadapi Lebaran,seperti semua serba baru, sekali setahun dan lain sebagainya. Itu dilakukan dalam interaksi antara dua orang atau lebih. Ada perubahan pola interaksi antar individu saat menjelang Lebaran tiba, yaitu masing-masing individu dalam berinteraksi menceritakan pengalamannya menghadapi lebaran. Individu-individu lain yang belum membeli kebutuhan Lebaran, akhirnya ikut terpengaruh juga untuk segera ikut-ikutan konsumtif. Karena individu-individu yang ada dimasyarakat, selalu mengevaluasi dirinya melalui pandangan orang lain. Akhirnya ada dialektika pembentukan diri individu dengan dunia sosial yang serba konsumtif.
Jean Baudrillard dalam masyarakat konsumsi juga menjelaskan dengan uraian sosiologi Ekonominya. Menurut Baudrillard konsumtif masyarakat bisa dilihat dari banyaknya pengangguran tetapi punya telpon genggam beraneka merek terkenal, dari mana mereka punya uang untuk isi pulsa. Tetapi pemikiran masyarakat konsumtif adalah yang penting punya dulu. Karena masyarakat yang konsumtif hari ini yang dikejar adalah merek dari sebuah benda yang punya nilai gengsi dan prestise. Setiap musim jelang lebaran konsumtif masyarakat memegang peranan yang penting, tidak lagi produksi? jadi sekali lagi akhirnya kapitalisme berkembang pesat, dan ini merupakan modus penjajahan paling efektif akibat semakin maraknya budaya dan perilaku konsumtif dimasyarakat setiap menghadapi lebaran.
Padahal kalau anda lihat kebelakang, bagaimana para kapitalisme memproduksi barang-barang yang anda beli tersebut? Buruh-buruh pabrik hanya digaji kecil oleh para kapitalisme dan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak pekerja. Sementara setelah jadi produk, dijual dengan mahal, dan masyarakat membelinya. yang untung tetap saja kapitalisme. Untuk itulah setelah kita tahu tentang masyarakat komsumtif yang dijelaskan oleh para Sosiolog seperti Parson, Merton, Weber, Gidden dan Jean Baudrillard, hendaknya masyarakat bisa mengurai kebutuhannya dengan seksama, kebutuhan mendesak, dan kebutuhan yang ditinggalkan. Jangan membeli sesuatu yang terang-terangan tidak diperlukan. Semoga masyarakat merubah gaya hidupnya setiap menghadapi Lebaran, jangan sampai budaya konsumtif lebaran membuat kita lupa diri makna Idul Fitri yang sesungguhnya yaitu Saling Memaafkan dan kembali terlahir kembali.
Penulis:
Dr (cand) Suyito, S.Sos, M.Si
Direktur Eksekutif INSPIRE Kepri