Opini

Negeri Tanpa Malu: “Mencoreng Demokrasi dengan Tinta Busuk”

KARIMUN – Kabupaten Karimun dikejutkan dengan dugaan skandal korupsi yang menjerat empat oknum pejabat KPU Kabupaten Karimun. kabar tersebut merupakan pukulan telak bagi wajah demokrasi hari ini, hal demikian bukan sekadar kasus “Penyimpangan Anggaran” melainkan tamparan keras yang membuktikan bahwa sebagai penyelenggara pemilu ternyata tidak lebih dari “Penjaga Gerbang” yang ikut mencuri dari gudang yang mereka jaga. Ketika lembaga seagung KPU dicemari oleh oknumnya sendiri, maka seluruh proses yang dilalui otomatis beraroma busuk.

Dalam situasi seperti ini, setiap pasangan calon termasuk Ing Iskandarsyah dan Rocky Marciano Bawole tak bisa menghindari bayang-bayang kecurigaan publik. Bukan soal mereka terlibat atau tidak, tetapi mereka lahir dari proses yang dijalankan oleh penyelenggara yang kini diduga kuat bermasalah. Bagaimana publik bisa percaya bahwa proses yang melahirkan kandidat dilakukan secara fair, bersih, dan bebas dari permainan uang, jika orang-orang yang mengelolanya justru terseret kasus korupsi?

bak pepatah, meminta masyarakat meminum air yang katanya “bersih”, padahal embernya berlubang dan penuh karat. Bukan soal kualitas airnya, tetapi wadah yang kotor otomatis mencemari apa pun di dalamnya.

Kasus ini membuka tabir betapa rapuhnya moral sebagian penyelenggara pemilu, jika pada level dugaan korupsi dana hibah saja mereka bisa bermain nakal. Apa jaminannya prosedur lain seperti, verifikasi, administrasi, tahapan pencalonan itu dijalankan tanpa “transaksi” di balik layar?

Kepercayaan publik hancur, kredibilitas proses runtuh. Legitimasi kandidat tergores!
Semua ini adalah konsekuensi dari penyelenggara yang gagal menjaga kehormatan institusinya.

Kita perlu berkata terus terang:
Selama tubuh penyelenggara pemilu masih diisi oknum rakus, maka setiap kandidat yang lahir dari proses itu akan selalu membawa noda yang bukan berasal dari dirinya, tetapi dari sistem yang menggendongnya. Demokrasi kita layu bukan karena rakyat tidak peduli, tetapi karena penyelenggaranya sendiri menggadaikan kepercayaan publik demi keuntungan pribadi.

Ini bukan lagi saatnya menambal lubang, ini waktunya membongkar fondasi yang retak. Jika demokrasi ingin diselamatkan, maka perlu dilakukan pembersihan total, audit independen, dan reformasi menyeluruh di tubuh penyelenggara adalah harga mati. Tanpa itu, setiap pemilu ke depan hanya akan menjadi upacara formal tanpa kehormatan, tanpa integritas, tanpa masa depan!

Penulis:

Adiya Bapriyanto
(Mahasiswa Karimun Tanjungpinang-Bintan)

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Close