
Properti
Generasi Milenial dan Gen Z Beli Rumah? Antara Mimpi, Realita, dan Strategi
Bagi generasi milenial (lahir antara 1981–1996) dan Gen Z (lahir setelah 1997), memiliki rumah bukan hanya menjadi simbol pencapaian hidup, tetapi juga sebuah tantangan besar. Tingginya harga rumah, pendapatan yang terbatas, dan gaya hidup urban modern membuat banyak anak muda merasa mimpi memiliki rumah pribadi semakin jauh dari kenyataan.
Namun, apakah benar generasi muda tidak bisa memiliki rumah? Ataukah mereka hanya belum menemukan strategi yang tepat? Artikel ini akan membedah realita pasar properti bagi milenial dan Gen Z, serta memberikan solusi konkret yang bisa diterapkan.
Fakta: Rumah Kian Tak Terjangkau
Data dari Bank Indonesia dan Kementerian PUPR menunjukkan bahwa rasio harga rumah terhadap penghasilan (price to income ratio) di kota-kota besar Indonesia sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Di Jakarta misalnya, harga rumah rata-rata bisa mencapai 13 hingga 15 kali lipat dari penghasilan tahunan rata-rata generasi milenial.
Selain itu, data dari Lamudi pada awal 2025 mencatat bahwa 70% pencari rumah berusia di bawah 35 tahun, tetapi hanya 35% dari mereka yang benar-benar melakukan transaksi pembelian. Sisanya menunda karena berbagai kendala, terutama harga dan DP (uang muka) yang terlalu tinggi.
Tantangan yang Dihadapi Milenial dan Gen Z
Pendapatan Tidak Seimbang dengan Kenaikan Harga Properti
Gaji fresh graduate di Indonesia berkisar antara Rp4 juta–Rp7 juta per bulan, sedangkan harga rumah tapak di pinggiran Jakarta sudah menembus Rp500 juta–Rp800 juta. Ini menciptakan jurang besar yang sulit dijembatani tanpa strategi keuangan yang matang.Tuntutan Gaya Hidup Urban
Milenial dan Gen Z dikenal dengan gaya hidup konsumtif yang menekankan pengalaman, seperti traveling, hangout, hingga belanja online. Ini membuat mereka sulit menabung untuk DP rumah yang cukup besar.Kurangnya Literasi Finansial Properti
Banyak anak muda masih menganggap membeli rumah itu rumit dan penuh risiko. Kurangnya edukasi tentang KPR, investasi properti, hingga biaya tersembunyi (hidden cost) membuat mereka enggan melangkah.Ketidaksesuaian Kebutuhan dengan Penawaran
Sebagian besar proyek properti menyasar kelas menengah atas, sedangkan milenial lebih membutuhkan rumah kecil, multifungsi, dan terjangkau. Properti seperti ini masih belum banyak dikembangkan secara masif.
Solusi: Strategi Realistis Memiliki Rumah Pertama
Meski penuh tantangan, bukan berarti milenial dan Gen Z tidak bisa memiliki rumah. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Maksimalkan Program Subsidi Pemerintah
Pemerintah menyediakan sejumlah program bantuan seperti KPR Subsidi FLPP, BP2BT, dan Tapera untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Syarat penghasilan maksimal bisa mencapai Rp8 juta per bulan, dan DP bisa hanya 1%–5% dari harga rumah.
Manfaatkan ini selagi masih tersedia, karena kuota program ini terbatas setiap tahunnya.
2. Beli Rumah Pertama di Pinggiran Kota atau Kota Satelit
Alih-alih memaksakan beli rumah di pusat kota, pertimbangkan kawasan seperti:
Bekasi, Depok, dan Cibubur untuk pekerja Jakarta
Gresik dan Sidoarjo untuk pekerja Surabaya
Sleman dan Bantul untuk pekerja Yogyakarta
Kawasan ini berkembang pesat dan memiliki akses transportasi publik yang semakin membaik (commuter line, tol, LRT, dll).
3. Pilih Properti Kecil dengan Potensi Bertumbuh
Hunian mungil seperti tiny house, rumah tumbuh, atau apartemen studio bisa jadi titik awal. Meski kecil, properti ini bisa disewakan jika Anda pindah atau dialihfungsikan sebagai aset investasi.
4. Gunakan Simulasi KPR Sejak Dini
Gunakan aplikasi perbankan atau situs properti yang menyediakan simulasi cicilan KPR. Ini penting agar Anda bisa memperkirakan kemampuan cicilan bulanan dan jangka waktu pinjaman. Idealnya, cicilan rumah tidak melebihi 30% dari penghasilan bulanan.
5. Disiplin Menabung dan Investasi Jangka Pendek
Jika DP adalah hambatan utama, buatlah target menabung dalam 1–3 tahun ke depan. Gunakan instrumen seperti:
Reksa dana pasar uang
Deposito berjangka
Tabungan berencana di bank
Hindari menabung untuk DP rumah di instrumen berisiko tinggi seperti saham spekulatif atau kripto.
Tren Baru: Milenial dan Gen Z Mulai Ubah Mindset
Ada pergeseran mindset yang mulai terlihat di tahun 2025 ini. Generasi muda mulai sadar bahwa memiliki properti bukan hanya untuk ditinggali, tapi juga sebagai bentuk aset jangka panjang. Beberapa tren menarik yang muncul antara lain:
Co-living: Konsep berbagi tempat tinggal dengan beberapa orang untuk menekan biaya, tapi tetap bisa memiliki unit sendiri.
Properti untuk disewakan: Milenial membeli unit kecil lalu menyewakannya lewat platform seperti Airbnb.
Beli rumah berkelompok (joint ownership): Dua atau lebih teman membeli properti bersama atas nama kolektif, dengan perjanjian hukum yang jelas.
Peran Digital dan Platform Properti
Teknologi berperan besar dalam membantu milenial dan Gen Z menjelajahi dunia properti. Situs dan aplikasi seperti Pinhome, 99.co, Rumah123, dan bahkan Tokopedia Properti kini memudahkan pencarian properti, simulasi KPR, hingga pengajuan kredit secara online.
Bahkan, beberapa startup seperti Gradana dan CicilSewa menyediakan model alternatif seperti rent-to-own (sewa beli) dan crowdfunding properti.
Kesimpulan
Memiliki rumah pertama memang bukan perkara mudah bagi generasi milenial dan Gen Z, tetapi bukan berarti mustahil. Dengan strategi yang tepat, disiplin finansial, dan pemanfaatan teknologi serta program pemerintah, impian memiliki rumah sendiri tetap bisa diwujudkan.
Yang paling penting, generasi muda perlu mulai mengubah pola pikir dari “tidak mampu beli rumah” menjadi “belum tahu caranya”. Karena dalam dunia properti, waktu adalah aset paling berharga—semakin cepat memulai, semakin besar potensi keuntungannya di masa depan.