
Pendidikan
Mengulas Makna di Balik Puisi Catatan di Sebuah Makan Siang Karya Rida K Liamsi
Aku telah menurunkan kalender dari dinding
Menyimpan ingin dan ingatan dalam laci kehidupan
Takdir memang bukan milik kita
Tak dapat dikalahkan dengan kata kata
Walau tetap tersisa mimpi
Karena dia hidup dan jadi puisi
Jadi rahasia dan membeku bersama waktu
Sesekali ketika makan siang
Aku kembali menyaksikannya berdenyar di kilatan mata arwana ku
Membayangkan jejak harap dan angan
Yang diketepikan
Terasa makan siang dengan menu kekalahan
Yang ditelan terasa bagai racun
Dalam gumpalan nasi dan duri ikan
Ada rasa pahit dalam suapan menyertai kudap dan warna lampu ruang
Sementara desir mesin pendingin seperti suara ejekan : kau rasakan betapa sakit rindu yang kau pendam dalam kata kata.
Puisi merupakan salah satu sarana untuk dapat mengungkapkan sesuatu yang tersimpan di dalam hati. Begitulah yang dilakukan oleh Rida K. Liamsi, seorang sastrawan berprestasi dari Kepulauan Riau. Rida K. Liamsi, begitulah beliau disebut, memiliki nama asli Ismail Kadir. Beliau lahir di Dabo, Singkep, Kepulauan Riau pada tanggal 17 Juli 1943.
Di dalam puisi Catatan di Sebuah Makan Siang, Rida K. Liamsi menuliskan tentang isi hatinya terkait harapan, impian, dan angan yang tidak mampu diwujudkannya. Semua itu, tertulis dengan baik di dalam puisi tersebut.
Aku telah menurunkan kalender dari dinding
Bait ini menunjukkan bahwa tahun telah berganti.
Menyimpan ingin dan ingatan dalam laci kehidupan
Pada bait ini, penulis menggambarkan bahwa tahun yang telah berlalu memberikan banyak harapan dan ingatan.
Takdir memang bukan milik kita
Bait ini menggambarkan bahwa tidak semua hal yang diinginkan dapat tercapai sesuai keinginan kita.
Tak dapat dikalahkan dengan kata kata
Bait ini memiliki arti bahwa mewujudkan harapan tidak semudah berbicara.
Walau tetap tersisa mimpi
Karena dia hidup dan jadi puisi
Penulis mengungkapkan bahwa biarlah harapan itu hanya menjadi mimpi, tetapi bayangannya akan selalu teringat hingga akhir.
Sesekali ketika makan siang
Aku kembali menyaksikanya berdenyar di kilatan mata arwana ku
Penulis mengungkapkan bahwa ia sering kali melihat harapan, impian, atau angannya yang kemudian hanya bisa dibayangkan oleh matanya, tanpa bisa mewujudkannya.
Membayangkan jejak harap dan angan
Yang diketepikan
Pada penggalan bait ini, penulis mengungkapkan bahwa harapan itu lagi-lagi hanya bisa dibayangkan, karena ia harus ditepikan, digantikan dengan yang lain, dengan harapan baru.
Terasa makan siang dengan menu kekalahan
Bait ini menggambarkan makan siang yang dimakannya menjadi tidak sedap karena teringat akan harapan yang telah ditepikan tersebut. Semua seperti sudah tumbang, hilang tanpa tersisa apapun.
Yang ditelan terasa bagai racun
Dalam gumpalan nasi dan duri ikan
Penulis mengungkapkan bahwa hidup itu terasa pahit dan sangat menyakitkan untuk dijalani.
Ada rasa pahit dalam suapan menyertai kudap dan warna lampu ruang
Penulis mengungkapkan bahwa rasa pahit itu bercampur dengan suasana suram ruangan, sama seperti kehidupannya yang lalu.
Sementara desir mesin pendingin seperti suara ejekan : kau rasakan betapa sakit rindu yang kau pendam dalam kata kata.
Penggalan bait ini menggambarkan bahwa kini ia menjadi seseorang yang bisu, menyimpan semua harapan itu, dan merasakan rasa sakit yang luar biasa.
Begitulah makna yang tertuang dalam puisi Catatan di Sebuah Makan Siang karya Rida K. Liamsi yang ditulis dan dikemas menggunakan bahasa yang sangat mudah dimengerti.
Penulis:
[ Zahra Aulia ]
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Maritim Raja Ali Haji