SAMPAH POLITIK PENCITRAAN

Politik pencitraan sering kali menghiasi ruang-ruang public sehinga menghipnotis siapapun yang melihat dan membacanya. Ruang-ruang public selalu diisi dengan janji-janji para politisi dan calon pemimpin untuk mengelabui masyarakat. Masyarakat menjadi terkepung dengan jargon-jargon politik yang dipublikasikan disetiap ruang dan sudut masyarakat. janji politik hanyalah jualan para politisi dan calon penguasa yang sering mengelabui masyarakat. Politik citra adalah sampah politik yang didasari dengan politik pura-pura yang dikemas untuk mengelabui masyarakat. sejak pemilu pertama tahun 1999 sampai dengan 2014 kita lihat masih terjebak dengan dunia citra politik.

Arena masyarakat tetap dijadikan ruang para politisi dan penguasa untuk merebut kekuasaannya. Tantangan demokrasi kita saat ini pasca runtuhnya rezim orde baru adalah terbangunnya politik yang sehat, kredibilitas dan menjunjung tinggi integritas dalam berpolitik. Tetapi dilapangan juga terlihat bagaimana partai politik justru sebagai pilar demokrasi sering mempertontonkan citra politik yang tidak baik untuk pendidikan dimasyarakat. Konflik didalam partai politik yang tak pernah usai baik dipusat maupun merembet kedaerah telah membuat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin berkurang. Ditambah lagi para elit politik penguasa selalu melakukan pencitraan hanya untuk merebut kekuasaan didaerah.

Panggung depan politik selalu dimainkan para elit politik dan penguasa yang masih haus akan kekuasaan kembali, menjadikan politik pencitraan sebagai variable untuk mengelabui masyarakat. Praktik demokrasi melalui pemilihan kepala daerah serentak harusnya memberikan jaminan kepada public, ada peningkatan kualitas demokrasi politik didaerah. tetapi justru kualitasnya dipertanyakan saat terpilih penguasa yang tidak sesuai dengan janji dan citra politik saat sebelum berkuasa. Agenda perubahan besar saat menjadi penguasa hanyalah fatamorgana politik, tidak menyentuh pada kepentingan public, tetapi hanya mengelabui masyarakat terhadap berbagai macam pembangunan. Modusnya tetap saja syahwat politik harus dipertahankan untuk periode suksesi berikutnya. Sejak era reformasi sampai sekarang wajah perpolitikan kita tidak ada yang secara fundamental mampu melakukan perubahan politik dimasyarakat yang semakin sejahtera, berkeadilan dan untuk kemaslahatan umum.

Selalu saja paling lihai dan pandai dalam melakukan pencitraan politik di iklan-iklan yang dipajang dalam wilayah public. Ideology yang diusung selalu hanya memberikan slogan untuk kepentingan masyarakat, tetapi rupanya hanya pencitraan politik semata. Pencitraan politik menjadi kotoran dan limbah bahkan pembusukan dalam ekologi politik saat ini. bahkan saat pencitraan politik hanyalah sampah dan limbah politik didominasi dalam pembangunan politik tentu saja akan melahirkan realitas politik semu, para pemburu rente kekuasaan akan mengaburkan kebenaran politik di masyarakat. kotoran citra, sampah informasi dan limbah tontonan sesungguhnya tidak dibutuhkan dalam pembangunan demokrasi politik yang sehat. Padahal berkuasa seharusnya menciptakan momentum besar politik transformasional untuk bisa dipercaya dimasyarakat. masyarakat sangat membutuhkan perubahan secara fundamental dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat.

Penguasa yang sudah mendapatkan mandat dari masyarakat harusnya bisa membuktikan program dan proyeksi untuk kepentingan masyarakat. jangan sampai sampah pencitraan politik terlalu mendominasi setiap kampanye-kampanye politik dan kampanye pemilih di dalam demokrasi. Kampanye politik yang sangat panjang dilakukan oleh para petahana yang akan mempertahankan status quo tidak mau kalah dalam mengemas dengan citra yang seiring terselip dalam program-program penguasa. Penguasa selalu bersaing dengan para calon penguasa lainnya dalam merebut hati masyarakat, sehingga mekanisme citra dibangun oleh para media didepan public. Media cetak dan elektronik bisa mempercepat mengenalkan program penguasa untuk bisa diterima oleh public. sementara itu ruang public untuk melakukan komunikasi politik sekali lagi memerlukan tenaga dan dana yang besar  untuk bisa tatap muka dengan warga. Disinilah terbuka ruang bagi media untuk mengenalkan sosok calon kepada public.

Para kandidatpun dalam setiap kontestasi politik selalu sering menjadikan media sebagai ruang untuk melakukan sosialisasi politik saat berkampanye. Sering kali di media persaingan terjadi untuk melakukan pencitraan politik kepada masyarakat. dengan memunculkan dirinya sebagai orang baik, jujur, rela berkorban, politik bersih, bijak memimpin, rela berkorban untuk masyarakat, pejuang demokrasi, pejuang wong cilik, dan lain-lain sebagainya. banyak sekali iklan-iklan di bangun oleh para elit politik yang ingin bersaing dalam memperebutkan kekuasaan.

Dominasi politik citra sepertinya masih tetap bertahan dalam kontestasi politik saat ini, karena public tidak bisa menghukum calon penguasa saat tidak bisa merealisasikan janjinya. Politik citra akan tetap dilakukan dan dilembagakan oleh jaringan-jaringan dikelompoknya untuk hanya merebut kekuasaan. Karena Masyarakat hari ini masih didominasi oleh kuatnya variable uang dalam menentukan pilihannya. Tanggung jawab sosial para elit penguasa saat memimpin justru cenderung abai terhadap janji-janji politik saat dikumandangkan di media-media saat itu.

Implikasi politik citra dimasyarakat tentu saja akan membuat pembangunan politik menjadi semakin miskin substansial, tetapi hanya menjadi politik semu. Kemudian terjadi juga demoralisasi politik saat citra politik menjadi sangat dominan dalam pembangunan politik dimasyarakat. Dalam praktek politik para petahana dan elit politik tidak lagi menjadikan moralitas politik, etika sebagai acuan dalam membangun citra dimasyarakat yang terpenting adalah bagaimana tujuan politik bisa tercapai yaitu merebut kekuasaan dalam genggamannya.

Kemudian implikasi yang sangat jauh akan terjadi adalah masyarakat akan sulit menentukan pilihannya, karena semua elit politik dan calon penguasa membangun citra politik yang sama. Kepekaan politik akan terjebak dengan politik citra yang berkembang. Masyarakat akhirnya hanya bisa melihat tanpa banyak berpikir panjang akibat politik citra. Persepsi pemilih cerdas harusnya banyak berpikir sebelum menentukan pilihannya. Bukan sebaliknya silau melihat citra, gambar dan tayangan-tayangan sampah politik tetapi miskin dalam tindakan.

Pendidikan politik semakin jauh dari harapan public, karena itulah perlunya pendewasaan politik, terutama bagi pemilih-pemilih pemula yang cerdas. Jangan sampai terkontaminasi persepsi yang keliru dalam menentukan calon pemimpin. Jangan mudah silau dengan citra, info politik yang tidak bertanggungjawab yang dihembuskan oleh orang-orang dilingkaran calon penguasa dan para elit politik. Karena sekarang lingkungan politik sudah dikotori oleh sampah politik, limbah politik dan sampah informasi.

Cerdaslah dalam menentukan pilihannya, sehingga tidak terjebak dengan pencitraan elit politik dan calon penguasa. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah partisipasi dari kalangan kampus untuk bisa memberikan sosialisasi untuk mengembangkan pemilih cerdas dan peka terhadap dunia politik, sehingga bisa memilih penguasa yang bermartabat dan bertanggung jawab terhadap janji politiknya.

OLEH : SUYITO, M.Si Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji