Kolom Pembaca

Peraturan Pemerintah Belum Terbit, Membuat Galau Di Daerah

Membaca harian Tanjungpinang Pos hari ini dihalaman politik, terbaca perdebatan di ruang public tentang dua orang pejabat public. yaitu H. Surya Makmur Nasution sebagai Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kepri dan H. Suhajar Diantoro sebagai Staff Ahli Menteri Dalam Negeri. Perdebatan tentang pemilihan calon Wakil Gubernur Kepri menggantikan Nurdin Basirun setelah ditetapkan sebagai Gubernur definitive. Menarik memang melihat perdebatan diruang public, khusus dimedia surat kabar ini. Karena dua pejabat public ini tentu saja akan memberikan persepsi kepada masyarakat, tentang apakah perlu peraturan pemerintah dalam pemilihan calon Wakil Gubernur  Kepulauan Riau atau tidak perlu menunggu peraturan pemerintah.

Menurut Surya Makmur Nasution, ketua komisi III DPRD Provinsi Kepualaun Riau dengan tegas mengatakan perlunya Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sesuai pasal 176 ayat 3 berbunyi “Ketentuan lebih lanjut  mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calonWakil Gubernur, calon wakil bupati, calon wakil walikota sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah. Kemudian menurut anggota dewan ini juga mengatakan, perintah UU harus dilaksanakan. Jadi tetap menunggu peraturan pemerintah diterbitkan. Jadi tetap menunggu PP sebagai landasan hukum dalam suksesi calonWakil Gubernur.

Tetapi justru ada pendapat berbeda diutarakan oleh staf kemendagri dan juga mantan sekda provinsi Kepri. Justru suhajar dewantoro berharap DPRD segera melaksanakan pemilihan calon Wakil Gubernur  Kepulauan Riau. Tidak perlu menunggu peraturan pemerintah lagi.

Dua pendapat diatas memang menjadi perdebatan dikalangan masyarakat, tetapi menurut pendapat pengamat Hukum Tata Negara Universitas Riau Dr. Mexsasai Indra dan pakar politik universitas Andalas Dr. Asrinaldi sepakat perlunya Peraturan Pemerintah  dalam mekanisme pemilihan wakil kepala daerah. Dalam  undang-undang no. 8 tahun 2015 tersebut, pada Pasal 176 ayat 1, dinyatakan, dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik Gabungan Partai Politik pengusung. Namun di ayat lain, ayat 3, aturan yang membahas teknis dan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Permasalahan muncul hingga hari ini adalah belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur tentang mekanisme atau teknis pencalonan Wakil Gubernur, wakil bupati dan wakil walikota. Jadi dengan munculnya perdebatan diranah public seperti ini, seharusnya diakhiri saja. karena kita harus tetap mengedepankan cara-cara yang sesuai dengan aturan. Apalagi dalam penetapan calonGubernur. Negara ini Negara hukum, bukan Negara kekuasaan. Jadi tetap harus sabar sambil menunggu diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut.

Kepada pemerintah pusat harus segera diterbitkannya peraturan tersebut, supaya tidak memunculkan kegaduhan politik didaerah. Sebab kekosongan hukum ini bisa mengakibatkan saling menafsirkan antar sesama pejabat public, dan ini tidak mendidik untuk masyarakat. Sebab pejabat public ini akan dijadikan referensi oleh public dalam memaknai mekanisme pergantian calon Gubernur di  Kepulauan Riau. Untuk itulah pejabat public harus bisa menciptakan ruang public yang jauh dari konflik dan kegaduhan. Sebab nanti akan jadi preseden atau catatan tersendiri oleh public. yang perlu dilakukan adalah tetap melakukan sosialisasi tentang mekanisme pencalonan Wakil Gubernur kepada public dengan tetap mengedepankan aturan-aturan yang berlaku.

Kemudian juga secara system sosial perlu juga setiap pemimpin didaerah untuk tetap memberikan pelayanan public yang maksimal dan tetap fokus untuk mensejahterakan masyarakat. Jangan sampai masalah pencalonan Wakil Gubernur akhirnya menyita tugas wajib seorang Gubernur. Selanjutnya kepada wakil rakyat juga tetap fokus bekerja untuk rakyat, karena mandat harus dijalankan dengan amanah dan konsekuen. Pencalonan Wakil Gubernur biarkan saja mengalir lewat mekanisme yang diatur pemerintah. Secara politik propaganda dan agitasi jangan sampai terjadi dalam mengusung Wakil Gubernur saat ini. Karena efek sosial dari agitrop tersebut justru tidak mendidik masyarakat dan akan membuat konflik kelompok didalam tatanan sosial daerah. Karena kita lihat dan amati dimedia sosial, media massa dan diruang public hari ini, terlihat dua kekuatan masih menjadi perdebatan.

Apakah calon Wakil Gubernur mesti dari kalangan birokrasi atau politisi. Plus minus dari dua calon tersebut tetap ada, tetapi karena dua calon tersebut didukung oleh kelompok dan kekuasaan tersembunyi dibelakang layar tentu saja persaingan politik ini tetap menjadi komoditas public masyarakat  Kepulauan Riau. persaingan politik antar masing-masing calon harus tetap memberikan kedewasaan kepada public bahwa komitmen politik calon Wakil Gubernur tetap kepada kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai kegaduhan public menimbulkan persepsi negative dikalangan public. kemudian jangan sampai terjadi  perebutan kedudukan atau posisi Wakil Gubernur ini hanya untuk menyelamatkan kepentingan ekonomi dan politik semata.

Sebab kalau itu yang terjadi, maka alangkah naifnya demokrasi politik didaerah saat ini. Karena hari ini kita memerlukan para elit local yang memimpin didaerah adalah kualitas dari pada kebijakan untuk pembangunan didaerah. Kemudian terciptanya pemerintahan yang baik merupakan harapan masyarakat  Kepulauan Riau hari ini. Jadi ribut atau gaduh tentang pencalonan Wakil Gubernur  Kepulauan Riau hari ini harusnya ada jaminan untuk masyarakat  Kepulauan Riau. bahwa nanti apabila terpilih pendamping Gubernur di Provinsi ini, harus ada perubahan dalam konteks tata kelola pemerintahan dan pelaksanaan system birokrasi, kemudian orientasi untuk memberikan perlindungan dan pelayanan sebaik mungkin terhadap warga dan masyarakat local di  Kepulauan Riau ini. Orientasi meningkatkan mutu pelayanan public, terutama pembangunan masyarakat daerah dan fokus pada pembangunan kapasitas didaerah.

Kemudian yang tak kalah penting adalah calon wakil gubenur pendampingGubernur nantinya harus mampu membantu meningkatkan pelayanan public kepada masyarakat, sebab terlihat hari ini adanya ketidakpuasan masyarakat daerah dengan system pelayanan pemerintah daerah. Kemudian kapasitas pemerintahan daerah hanya fokus pada kegiatan-kegiatan rutin sehingga penyekenggaraan pembangunan dan pelayanan public tidak diperhatikan sebaik-baiknya.

Dengan momentum pencalonan Wakil Gubernur yang masih menunggu peraturan pemerintah, seharusnya didorong calon yang punya konsep visi dan konsep yang jelas tentang tata kelola pemrintahan di  Kepulauan Riau ini. Jangan sampai momentum ini justru hanya memperlihatkan perebutan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu untuk berkuasa dan punya agenda tersembunyi. Kelompok tersebut merupakan kekuatan yang digunakan untuk kepentingan pribadi dalam rangka untuk mempertahankan kekuasaan dan privilege.

Apalagi saat ini kalau kita meminjam istilah Ibnu Khaldun, seorang ahli sejarah dan Sosiolog Islam, mengatakan tentang Tipologi Generasi yaitu Generasi pendiri, Generasi Pembangun dan Generasi Penikmat. Kaitan dengan pendapat diatas seharusnya para elit politik dan pejabat harusnya malu kalau dalam pencalonan Wakil Gubernur nanti tidak punya prestasi apa-apa, karena sudah pasti akan merugikan masyarakat di  Kepulauan Riau ini. Karena sebagai generasi pembangun di Provinsi Kepualaun Riau ini harus mampu mengembalikan semangat otonomi didaerah. Desentralisasi didaerah semakin  tidak berguna apabila tidak didukung dengan kemampuan Sumber Daya Manusia didaerah.

Karena mandat otonomi daerah sampai hari ini belum bisa dilaksanakan secara paripurna, akibat tersandera oleh kepentingan politik para elit dan dinasti politik. Jadi pencalonan pendampingGubernur nantinya harus mampu membantu Gubernur meningkatkan capacity building didaerah Kepulauan Riau ini. Sebab masih terlihat rendahnya kualitas pemerintahan dalam menjalankan kebijakan otonomi daerah, salah satunya adalah pembangunan kapasitas sumber daya manusia didaerah ini tidak disiapkan dengan matang. Pembangunan kapasitas sumber daya manusia harus dilakukan disemua leading sector didalam birokrasi agar tujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan didaerah semakin menunjukkan peningkatan yang diharapkan oleh masyarakat  Kepulauan Riau. pendamping Gubernur juga harus mampu membantu menjaga kerukunan masyarakat. Jangan sampai membuat kegaduhan-kegaduhan diranah public yang bisa menurunkan citra pemerintahan didaerah  Kepulauan Riau ini.

Apalagi Provinsi Kepulauan Riau termasuk daerah perbatasan dengan Negara luar. Sebagai generasi pembangun harus juga serius, terutama dalam membangun daerah perbatasan agar presensi atau kehadiran dirasakan oleh masyarakat diperbatasan. Mudah-mudahan generasi pembangunan dengan elit pemimpin dan calon pendamping terpilih  di Provinsi Kepualaun Riau saat ini fokus membangun infrastruktur fisik dan sosial dan tetap mengedepankan local genius didaerah. Jangan sampai menjadi generasi penikmat berdirinya Provinsi Kepulauan Riau, terutama calon pendamping Gubernur nantinya tidak bisa berbuat sama sekali untuk daerah ini. Yang lebih parah lagi adalah menjadi generasi perusak didaerah, mudah-mudahan tidak terjadi. Semoga.

 

Oleh : Suyito Dosen Sosiologi Politik Stisipol Raja Haji

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close