Kepulauan RiauTanjungpinang
Penjelasan KPID Kepri Terkait Film Kucumbu Tubuh Indahku
Lihatkepri.com, Tanjungpinang – Menyikapi permintaan dari sebagian masyarakat dan Majelis Ulama Indonesia Kepulauan Riau (Kepri) yang menginginkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kepri (KPID) melarang atas akan beredarnya Film “Kucumbu Tubuh Indahku”.
Dengan ini KPID Kepri perlu menyampaikan bahwa kewenangan, tugas dan fungsi KPI/KPID berlandaskan atas amanah dari Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Artinya, kewenangan KPID lebih kepada mengatur hal-hal menyangkut permasalahan penyiaran dan isi siaran di lembaga penyiaran, televisi dan radio.
Menyangkut tentang film dengan judul di atas, perlu diketahui bahwa ada perbedaan regulasi dalam menyikapi permasalahan film tersebut. Persoalan boleh atau tidaknya sebuah film beredar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semuanya di atur oleh Undang-undang Perfilman No.33 tahun 2009 dan atas izin lembaga yang dibentuk oleh UU Perfilman yakni Lembaga Sensor Film (LSF).
Ketua KPID Kepri, Henky Mohari mengatakan dari kacamata hukum yang dipahami KPI/KPID, Lembaga Sensor Film atau LSF berdasarkan UU Perfilman memiliki kewenangan penuh seperti meluluskan suatu film dan reklame film untuk diedarkan, dipertunjukkan dan atau ditayangkan kepada umum, memotong atau menghapus bagian gambar, adegan, suara dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame film yang tidak layak untuk dipertujukan dan atau tidak ditayangkan kepada umum.
“Mengacu dari penjelasan singkat di atas, dapat diartikan KPI/KPID tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan atau pencegahan atas beredarnya sebuah film karena acuan yang diterapkan KPI dalam bertindak yakni UU Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI tahun 2012,” ujarnya.
Undang-Undang Penyiaran dan P3SPS lebih kepada pengaturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan oleh lembaga penyiaran. KPI/KPID juga tidak dapat melakukan interupsi dan mendikte apa yang akan dibuat atau yang akan disiarkan lembaga penyiaran tersebut. Tapi ketika sebuah program acara telah disiarkan, barulah KPI/KPID bekerja dan dapat melakukan tindakan.
“KPI/KPID memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan negatif yang timbul dari sebuah siaran. Namun, KPI/KPID tidak bisa serta merta melakukan tindakan atas sesuatu yang bukan wewenang lembaga yang dibentuk atas amanah UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran,” ujarnya.
Henky menjelaskan, permasalahan film tersebut dan tuntutan sebagian masyarakat agar kami mencegah peredarannya, kami artikan sebagai bentuk kritisi dan masukan publik atas sebuah konten dalam film yang tidak sesuai dan pantas dengan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
“Tentu tuntutan tersebut juga harus diarahkan pada jalur yang tepat dan sesuai aturan hukum,” ujar Henky.
Henky mengharapkan Pemda melalui dinas terkait untuk membentuk pengawasan sensor film sesuai dengan amanah UU Perfilman.*