Kolom Pembaca

Memperkaya Gagasan Di Dalam Politik

Tahun politik biasanya para elit-elit politik akan turun gunung dari kuri empuknya, melambai mesra ditengah-tengah masyarakat. Tidak heran kenapa setiap tahun politik baleho-baleho besar bermunculan di pinggir-pinggir jalan, hingga masuk kegang-gang kecil di pelosok pedesaan. Narasi-narasi dan diskusi politi sering menjadi bahan perbincangan di kalangan kelas atas, kelas bawah dan tidak lupa juga di kelas bawah sederetan kedai-kedai kopi dari sabang sampai maraoke. Inilah hingar bingarnya politik yang beragam di perut demokrasi yang penuh tanda tanya bagi siapa saja yang ingin memahami perkembangan politik di tanah air.

Sebagain orang menganggap politik itu hanya untuk kepentingan para elit, dan para pengamat juga meliriknya dengan pendefenisian yang beragam. Namun apapun pengertian orang dengan politik, mesti kita sadari bahwa kehidupan di dalam sebuah negara tidak akan bisa lepas dari implementasi politik. Dan saat ini pun kita sudah kembali memasuki tahun politik setelah beberapa tahun lalu kita beranjak, tahun politik kali ini membuat suasana bersitegang karena tahun ini merupakan tahun politik untuk memperebutkan kursi kekuasaan ditingkat eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Maka memasuki perhelatan tahun politik ini apakah kita hanya menjadi penonton dan pendengar sejatai. Atau masih bertanya-tanya siapakah calon-calon wakil kita yang bisa mengayomi kehidupan sosial selama lima tahun kedepan. Semua asumsi bermunculan, dan narasi-narai politik setiap hari semakin eksis. Setelah melirik program dan visi-misi para calon-calon wakil rakyat, maka putuskanlah pilihan kita sebagai rakyat untuk berpartisipasi dalam memberikan suaranya di kotak Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memastikan diri sudah terdaptar di dalam Daftar Pemilihan Tetatap (DPT). Inilah strategi politik yang bisa dilakukan oleh kalangan masyarakat, yakni dengan berpartisipasi memberikan hak pilihnya, sehingga akan meminimalisir terjadinya Golput.

Untuk itu masyarakat dituntut untuk berpartisipasi dalam memberikan hak suaranya, sebab satu suara sangat menentukan sosok pemimpin yang akan menentukan nasib rakyat selama satu priode atau lima tahun mendatang. Istilah trend yang masih mendengung hingga saat ini disebutkan bahwa kualitas pemimpin akan ditentukan dari kualitas pemilihnya, karena hasil dari pada demokrasi ditentukan dari suara yang terbanyak.

Akan tetapi dalam pengamatan penulis, untuk mempoles politik di tanah air supaya terlihat lebih beradab. Maka strategi-strategi politik harus dilakukan pula dengan cara-cara yang beradab. Kita tidak menginginkan istilah politik selalu dijastifikasi untuk bahan gunjingan dan menghubungkan politik dengan stigma yang serba negatif, ketika stigma itu masih melekat diruang publik maka selama itu juga partisipasi politik dari masyarakat akan minus dan bergeser kepada apatis. Tentunya ini masalah bagi ruang publik yang akan menyerempet kepada keabsuran politi. Selain itu akan menghilangkan nalar politik yang cerdas dan akan berbuntut pula kepada politik minus gagasan.

Untuk itu menjadi tugas para elit politik untuk mengembalikan kesucian fitrahnya politik akal sehat. Sebab munculnya jastifikasi kepada politik dengan stigma negatif akibat dari kurangnya kepercayaan publik kepada para politikus, lebih parah lagi jika para politius hanya bisa mengumbar janji-janji pemanis kata saat berorasi menyampaikan visi dan misinya di saat kampanye, atau dengan seringnya menelanjangi kefitrahan politik akal sehat karena masih merak terjadinya korupsi.

Mengembalikan politik pada fitrahnya hanya bisa dilakukan ketika kepercayaan publik bisa dikembalikan dan menggantikan derita jeritan-jeritan rakyat untuk dihantarkan kepada cita-cita berdirinya negara ini. Dan kita kembalikan substansi politik tersebut seperti apa yang disampaikan oleh pemikir-pemikir politi, seperti yang dikatakan oleh Aris Toteles bahwa substansi politik itu adalah “jalan untuk mewujudkan kebaiakn bersama”. Cara untuk sammpai kepada kebaiak dan keinginan suci hanya bisa dilakukan oleh orang-orang baik yang memiliki cita-cita yang baik. Analoginya seorang pembisnis hanya menginginkan keberhasilan dan menghitung untung rugi dari bisnisnya. Kita tidak menginginnkan jika politik kita ditunggangi untuk alat bisnis, sebab seorang pemimpin idealnya tidak berorientasikan kepada uang melainkan orientasinya adalah kebaikan dan pengambdian kepada negara.

Untuk sampai kepada kebaiakn politik seperti yang dikatakan oleh Aris Toteles, maka kita harus mennancapkan ruhiyah politik yang sehat, nalar berpikir yang cerdas. Dan menghidupkan gagasan-gagasan kompetisi untuk kebaikan bangsa dan negara, berangkat dari gagasan-gagasan tersebut tentunya akan memberikan rasa percaya diri dan optimis yang tinggi sebagai bekal untuk sama-sama memperjuangan kebaikan dan tujuan negara untuk di realisasikan di tengah-tengah masyarakt. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan dan kesewena-wenaan. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan serta keharmonisan bangsa akan bisa dirajut kembali.

 

Oleh: Irwansyah (Wakil, Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang)

Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close