Kolom Pembaca

Mengembangkan Pendidikan Karakter terhadap Anak pada Jenjang Satuan Pendidikan

Pendidikan karakter adalah gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang membina generasi muda yang beretika,bertanggungjawab dan peduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter baik dengan penekanan pada nilai-nilai secara universal. Contoh penerapan pendidikan karakter terhadap siswa yaitu menghargai diri sendiri dan orang lain, bertanggungjawab, integritas dan disiplin diri. Tujuan ditekankan pendidikan karakter kepada siswa karena ada beberapa masalah yang mesti diperhatikan oleh seorang guru/pamong/ tenaga pendidik yaitu masalah disiplin, penggunaan obat terlarang, kekerasan berkelompok, hamil muda dan performa akademis yang buruk. Oleh karena itu, pendidikan karakter inilah sebagai solusi penanaman nilai kepada diri siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Relevansi dari pendidikan karakter juga berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa. Untuk membangun sebuah bangsa yang baik maka kita harus mencetak generasi muda yang menjunjung tinggi sikap karakter (nilai-nilai etika) yang baik pula. Penekanan karakter juga sangat erat kaitannya dengan kualitas sikap moral dan prilaku moral seseorang. Oleh karena itu, karakter yang baik pada diri setiap orang akan tercermin pada nilai-nilai kebaikan yaitu mau berbuat baik kepada sesama makhluk sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta menyebutkan definisi karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Berkaitan dengan pendidikan karakter beberapa hal yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tahun 2006 diantaranya : (1) mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; (2) menunjukkan sikap percaya diri ; (3) mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas ; (4) menghargai keberagaman agama budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.

Sejalan dengan uraian diatas, untuk membentuk pendidikan karakter siswa tidak hanya dilakukan pada pendidikan formal saja. Akan tetapi, melalui pendidikan formal dan nonformal. Adapun penjabarannya yaitu di lingkungan rumah yang sudah jelas sebagai tempat tinggal seseorang, lembaga pendidikan yaitu sekolah dan lembaga pendidikan yang berlaku di masyarakat. Sejauh ini, pendidikan yang kita rasakan di Negara Republik Indonesia belum maksimal dalam membangun karakter. Padahal menurut UU SISDIKNAS kita telah memiliki 6 Undang- undang mengenai sistem pendidikan nasional (UUSPN) yaitu UU tahun 1946,UU tahun 1950, UU Tahun 1954, TAP MPR tahun 1967, UU Nomor 2 tahun 1989 dan terakhir ini UU nomor 2003. Dalam hal ini tidak ada satupun UU tersebut fokus dalam memberikan solusi terhadap pembangunan karakter. Ditinjau lebih lanjut pendidikan karakter yang kita pahami selama ini hanya bagian dari pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (PKN). Akan tetapi, kedua mata pelajaran tersebut belum dijadikan salah satu fokus pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pada tanggal 2 Mei 2010 yang lalu Menteri Pendidikan Nasional mendeklarasikan dimulainya pendidikan karakter bangsa. Sehingga, adanya perubahan paradigma yang berpindah yaitu selama ini pendidikan karakter hanya dilakukan oleh guru Agama dan PKN menuju ke paradigma pendidikan karakter itu adalah tugas semua elemen pendidikan guru/pamong/tenaga pendidik.

Idealnya, pengertian pendidikan yang sesungguhnya adalah mengubah prilaku moral anak dari yang tidak baik menjadi lebih baik lagi. Tugas seorang pendidik bukan hanya mentransfer ilmu akan tetapi juga wajib untuk mendidik anak bangsa ini. Berbeda jika kita melihat negara-negara yang telah maju pendidikannya seperti di Barat. Namun apa yang sering kita temui di lapangan? Degradasi moral mengalami krisis dan penurunan yang sangat pesat. Permasalahan mengenai kenakalan remaja seperti tawuran, bolos sekolah, mencontek saat ujian, geng motor, pergaulan bebas, pornografi sudah menjadi hal biasa. Masuknya pengaruh budaya barat (hedonistik, sun-sex ) dan gaya hidup konsumeristis, rakus, cinta mode, sex bebas dan sebagainya telah menggerogoti remaja saat ini. Hal tersebut menjadi salah kaprah karena lepas dari kontrol norma/aturan agama.  Dengan kondisi seperti ini akan memberikan penilaian negatif terhadap dunia pendidikan di negara kita. Adanya pergeseran budaya dengan mengabaikan norma agama dan masyarakat semakin tidak komprehensif dan sistematis. Hilangnya tokoh panutan/contoh untuk anak (remaja), terjadinya korupsi disana sini, bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis dan profesi guru di lecehkan. Hal tersebut menghasilkan suatu produk generasi yang lembek dan mudah mengeluh. Disinilah peran kita sebagai seorang pendidik/pamong/guru dan seluruh elemen terkait bergandengan tangan dalam membentuk karakter anak dengan cara membangun kesadaran anak didik.

Menurut Ki Hajar Dewantara implementasi pendidikan berbasis karakter sebenarnya lebih tepat menggunakan sistem “AMONG” yaitu pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik bukan dengan perintah paksaan tetapi dengan “tuntunan” bukan “tontonan”. Dengan demikian lebih menyentuh pada tataran etika dan perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. Dalam hal ini salah satu bagian terpenting tugas pendidikan adalah membangun karakter (character building) anak didik. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan tersebut seharusnya menjadi dasar dari kurikulum sekolah. Penyatuan antara pengembangan kognitif dengan pengembangan karakter. Misalnya pada kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada pendidikan karakter dengan konsep full day school/sekolah dengan waktu hanya lima hari .

Wacana mengenai full day school (fds) telah di sampaikan oleh Prof. Muhajir sejak tahun 2016. Konsep Full Day School yang dimaksud oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penerapan pendidikan berbasis karakter. Ada sekitar 15.000 sekolah yang tersebar di Indonesia mulai tingkatan SD, SMP dan SMA yang telah mengimplementasikan pendidikan karakter. Konsep pendidikan karakter inilah yang akan menjadi rencana pemerintah melakukan “Full Day School” yang mana sebagai ganti siswa dalam mendapatkan tambahan pelajaran mengenai karakter. Menurut Muhajir, sekolah yang akan menerapkan pendidikan berbasis karakter ini adalah sekolah yang berstatus negeri. Program penguatan karakter ini sejalan dengan Kurikulum 2013 yang telah diberlakukan sebelumnya. Adapun waktu yang diberlakukan yaitu 5 hari sekolah dan ditambah jamnya dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.30. (kompas.com 4 februari 2017). Namun penerapannya belum seluruh sekolah yang merealisaskannya.

Dalam hal ini full day school mengalami pro kontra di kalangan masyarakat. Orang tua murid mayoritas keberatan kalau diberlakukan Full day school. Alasannya karena lebih menyita waktu anak di sekolah. Kekurangan dalam penerapan konsep Full Day School salah satunya adalah membuat anak jenuh, merampas hak anak dan pendidikan tidak membebaskan pola pikir siswa (anak). Tidak adanya pengembangan soft skill yang diterima oleh siswa. Siswa lebih di tuntut untuk mampu menguasai materi (kemampuan kognitif). Sehingga kesempatan untuk bersosialisasi anak bersama teman-temannya semakin berkurang. Apalagi jika konsep full day school ini diwajibkan penerapannya di desa-desa terpencil yang sangat minim sekali memperoleh pendidikan layak/berkualitas. Biasanya sisa waktu yang mereka gunakan setelah pulang sekolah adalah membantu pekerjaan orangtuanya.  Misalnya pekerjaannya orangtua anak seorang petani secara otomatis jika pulang sampai pukul 15.30 tidak bisa membantu kerja orangtuanya.

Menurut pendapat penulis konsep Full Day School yang di keluarkan oleh pemerintah harus di tinjau ulang kembali. Misalnya, rumusan masalah yang akan penulis ambil, Bagaimana kesiapan sekolah dalam penerapan konsep FDS ini? Bagaimana kualitas kualitas guru-guru bidang studi yang profesional, peningkatan kualitas tenaga kependidikan seperti tenaga ahli perpustakaan, laborat dan tenaga administrasi? Apakah konsep FDS ini layak di terapkan untuk semua jenjang satuan pendidikan? Bagaimana konsep pembelajaran dan kurikulumnya?. Sejauh hemat penulis, Full day school yang di makusd adalah mengenai penambahan jam pelajaran siswa mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 15.30. Dan penambahan mata pelajaran agama. Akan tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah apakah ideal FDS ini diterapkan untuk seluruh tingkatan satuan pendidikan?

Pro kontra yang terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya penulis tinjau karena ketidakpahaman mengenai full day school. Masyarakat awam hanya mengetahui bahwa FDS ini adalah konsep pembelajaran sehari full yang di lakukan oleh anaknya disekolah. Selain itu, ketidakpahaman masyarakat awam ini berdampak dari kurangnya sosialisasi yang merata oleh pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Nasional kesetiap sekolah sehingga menjadikan sebuah polemik yang belum terselesaikan. Konsep FDS ini menurut pengamatan penulis hanya seputar setuju atau tidak. Belum ada kejelasan atau informasi yang valid mengenai tawaran konsep full day school ini yang di gagas oleh Kementrian Pendidikan Nasional, dalam hal ini Prof Muhajir sebagai pemegang kebijakan pendidikan yang paling utama. Padahal menurut pendapat penulis, reorientasi full day school ini ditawarkan karena beberapa tuntutan, diantaranya: Pertama, minimnya waktu orang tua di rumah karena kesibukan di luar rumah (tuntutan kerja). Hal ini kalau tidak di lakukan tambahan jam belajar maka akan adanya implikasi kurang kontrol orang tua di rumah. Kedua, perlunya formalisasi jam-jam tambahan keagamaan karena dengan minimnya waktu orangtua dirumah secara otomatis kurangnya pengawasan. Ketiga perlunya peningkatan mutu pendidikan sebagai solusi alternatif untuk mengatasi problematika pendidikan. Mungkin realisasi konsep Full Day School ini lebih tepatnya di terapkan untuk di kota besar misalnya di Ibu Kota DKI Jakarta. Alasannya karena padatnya aktivitas kerja orangtua siswa sehingga sedikit waktu untuk bertemu dengan anaknya. Kemudian disamping kekurangan ada juga kelebihan mengenai FDS ini berkaitan dengan pendidikan karakter yaitu : 1. Cara efektif dalam membentuk karakter peserta didik, 2 membuat siswa memiliki waktu lebih banyak untuk belajar dan 3. Kegiatan eksktra kurikuler lebih maksimal dengan penerapan full day school (www.rijal09.com)

Berangkat dari paparan di atas, ada beberapa solusi konkrit dan kesimpulan yang akan penulis paparkan dalam rangka sebagai proyeksi dan evaluasi peningkatan kualitas perbaikan mutu pendidikan secara umum. Kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah saran yang ingin penulis sampaikan yaitu komitmen atas kebijakan pendidikan yang ditawarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional harus benar-benar tegas. Tidak hanya sekedar uji coba semata karena guna untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Adanya indikator yang jelas untuk pembangunan karakter. Jangan sampai kita sebagai seorang pendidik terjebak dalam kebiasaan menasehati semata. Karakter murid akan terbentuk ketika melihat kualitas hidup gurunya dalam proses interaksi bersama. Dengan demikian untuk mewujudkan keluaran (output) pendidikan harus direorientasi pada keseimbangan tiga unsur pendidikan berupa karakter diri, softskill dan pengetahuan. Jadi, bukan hanya mewujudkan anak didik yang cerdas otak tetapi cerdas hati dan raga. Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan nonfomal misalnya, pada saat mengikuti kegiatan ektrakurikuluer pramuka. Dengan kegiatan inilah dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian sosial, cinta tanah air, mencetak generasi calon pemimpin, memiliki sikap kejujuran, dan memiliki watak dan kepribadian akhlak mulia. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan hal diatas perlu kerjasama dari segala pihak. Berhasilnya pendidikan membangun akhlak di tandainya dengan ketinggian akhlak. Hal ini sangat penting karena peran kita sebagai tenaga pendidik harus mempersiapkan generasi penerus yang berakhlakulkarimah dengan memiliki kepribadian yang akan menjadi cermin untuk orang disekitar.

Penulis : Indah Purmasari, S.Pd (Aktivis HMI Cabang Yogyakarta/ Demisioner Ketua Umum BPL Yogyakarta periode 2015-2016. Alumni Kampus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Asli Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Sumber : Jihad Asep ,Rawi,Muchlas, Komarudin,Noer. 2010. Pendidikan Karakter, Teori dan    Aplikasi. Jakarta ; Direktoral Jendral Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional.

Blogger : www.rijal09.com cara efektif pendidikan karakter/ (kompas.com 4 februari 2017

 

Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close