Kolom Pembaca

Makna Sosial Memaafkan

Allah Azza wa Jalla berfirman: خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan baik, serta berpisahlah dari orang-orang yang bodoh. [al-A’raf/7:199].

 Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla berfirman:فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. [Ali Imran/3:159].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khsusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan di sisi Allah Azza wa Jalla dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat)”.

Dari referensi diatas, baik Firman Allah SWT dan Hadits Nabi Muhammad, ekplisit sekali menjelaskan bahwa pemaaf dan mengerjakan perbuatan baik merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Kemudian Allah SWT akan menambah kemuliaan bagi hamba pemberi maaf. Luar biasa sekali Islam memberikan pencerahannya. Makna maaf-maafan rupanya sangat mulia sekali kalau kita mengerjakannya. Apalagi sebulan puasa kita melatih diri untuk mengosongkan perut dari hawa nafsu dan melebur egosentrisme / individualisme / selfish. Momentum Idul Fitri atau Lebaran ini harus tulus dan ikhlas dalam memaafkan antar sesama manusia. Sebab apalah artinya kalau maaf-maafan itu hanyalah simbolis saja sedangkan dalam diri manusia masih menyimpan bara dendam. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang merugi di dunia ini. Kenapa merugi? karena kita tidak mendapatkan hikmah dari puasa dan juga tidak mendapatkan kemenangan saat bulan Syawal sekarang ini. Seharusnya bulan puasa dan Idul Fitri yang lalu manusia berubah dalam perilaku dan perbuatannya untuk menjadi pemaaf. Ditambah lagi tahun ini sehingga menjadikan manusia berubah dalam pikiran, perasaan dan tindakannya.

Secara Sosiologis dalam system sosial akan mempunyai efek yang luar biasa kalau seandainya makna Idul Fitri itu menjadi luas maknanya. Bukan hanya untuk umat Islam saja, tetapi menjadi budaya bangsa ini. Karena Ummat Islam mayoritas di negeri ini, apa salahnya kalau momentum Idul Fitri tidak saja menjadi ritual saja, tetapi menjadi nilai-nilai yang terlembaga dalam kehidupan sosial di negeri Tercinta ini. Indonesia adalah Negara yang sangat Multikultural atau beraneka ragam suku bangsa dan budaya, juga agama. Ummat Islam sebagai Ummat mayoritas harus bisa mempraktekkan budaya maaf di Negara ini. Kalau gagal berarti umat mayoritas gagal mewarnai perjalanan bangsa ini. Seperti di negara Jepang tradisi maaf merupakan kebiasaan yang berlaku disemua kalangan. Ketika seorang pejabat, terlibat kasus suap, maka secara otomatis langsung berhenti dan mohon maaf pada Public. Itu bertanda budaya malu (shame culture) dan budaya perasaan bersalah sudah mendarah daging dalam kehidupan sosial bangsa Jepang. Indonesia sebagai negara muslim mayoritas, Ramadhan setiap tahun dilakukan dan Idul Fitri juga demikian, sudah seharusnya bangsa kita bisa melebihi bangsa Jepang dalam kehidupan sosialnya. Sehingga mengurangi konflik kepentingan antar suku bangsa dan agama juga.

Secara teoritik, dalam analisis fungsional tradisi maaf di bangsa ini bisa menjadi penguat keteraturan sosial dimasyarakat. Jika Perilaku maaf-memaafkan ada dalam setiap individu tentu akan memberikan kontribusi tindakan nyata dalam system sosial masyarakat yang harmonis. Tetapi dalam kondisi multicultural bangsa ini jika budaya atau perilaku maaf-maafkan tidak dalam tindakan nyata, maka sulit untuk menjaga keteraturan sosial. Tetapi maksud dari budaya maaf-maafan bukan tindakan penyimpangan hukum tidak dihukum sesuai dengan perbuatannya. Tetapi budaya maaf-maafan tadi menjadi budaya malu dan perasaan bersalah dalam setiap bangsa ini, kalau melakukan perbuatan menyimpang secara hukum dan membuat system sosial terganggu. Karena itulah persyaratan fungsional untuk bertahannya masyarakat supaya tidak terjebak dengan konflik, salah satunya ialah membudayakan perilaku maaf-memaafkan antar sesama. Sungguh sangat mulia sekali momentum Idul Fitri saat ini, bukan saja hanya ritual saja, tetapi ternyata mampu membuat integrasi dan solidaritas antar masyarakat. Kepintaran emosional public akan semakin kuat terasa, sehingga kepekaan sosial public rakyat menjadi tidak individualistis dan egosentrisme.

Solidaritas atau kesadaran kolektif dalam system sosial mesti dibangun di dalam masyarakat multicultural ini,yaitu suku yang banyak, dimulai suku Jawa, Minang, Banjar, suku Melayu, dan lain sebaginya. Agama di negara ini juga selain Islam, ada agama Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu. Pasti didalam setiap suku ada Local Wisdom atau kearifan localnya. Karena Local Wisdom itulah sebagai pengikat masyarakat tetap bertahan dan terjaga keteraturan sosialnya. Kemudian setiap agama juga mengajarkan Ummatnya untuk minta maaf dan memaafkan kepada orang lain jika kita salah. karena jika tidak bisa mempertahankan keteraturan sosialnya maka akan terjadi Anomie sosial.

Anomie sosial ialah kegagalan masyarakat mempertahankan integrasi atau pembauran dan solidaritas atau kesadaran kolektif. Kegagalan masyarakat dalam mempertahankan keteraturan dan kesadaran kolektif bisa juga karena miskinnya budaya malu dan perasaan bersalah oleh masyarakat dan para pemimpin di negeri ini. Pemimpin di negeri ini harus sportif dan jujur kepada masyarakat, kalau bersalah dalam memimpin segera mohon maaf karena tidak mampu melaksanakan tanggungjawab dan segera mundur. Sehingga system sosial di masyarakat semakin terjaga secara harmonis, karena pola perilaku yang diharapkan dari pemimpin bisa memberikan contoh pada masyarakatnya. Akhirnya masyarakat sebagai sebuah struktur sosial yang di dalamnya berbagai macam lapisan sosial membangun consensus bersama dengan nilai-nilai maaf-maafan yang didasari oleh spirit Idul Fitri yang sangat religius, sehingga menciptakan keteraturan sosial serta bisa beradaftasi dengan perubahan internal dan ekternal.

Kemudian secara fungsionalisme tradisi bermaaf-maafan bisa dibangun di dalam bangsa ini apabila diperkuat dengan system sosial, system budaya, system perilaku dan system organisasi. System sosial penekanannya pada status dan peran seorang pemimpin dalam memberikan contoh atau keteladan seperti dianalisis di atas. Kemudian pemimpin informal di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, RT, RW, dan lain-lain harus juga memberikan kata maaf, apabila melakukan bersalah, agar budaya malu dan perasaan bersalah semakin membudaya di masyarakat kita. Siapapun pemimpinnya harus menjadi suri tauladan untuk semua suku bangsa dan setiap agama di tengah-tengah masyarakat.  Selanjutnya system sosial dipengaruhi oleh system budaya yang berlaku didalam masyarakat, yaitu adanya sosialisasi secara kontinyu tentang makna maaf-maafan, budaya malu dan perasaan bersalah setiap daerah dengan kolaborasi nilai-nilai kearifan local yang berlaku disetiap daerah, dimulai dari keluarga, sekolah, teman sebaya, dimasyarakat, peran media masa, online dan lain-lain.

Kemudian setelah itu tentu saja akan terlembaga nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sosial. Kepintaran sosial dan emosional terbangun di tengah-tengah masyarakat. Kemudian barulah terinternalisasi dalam jiwa sosial manusia, atau mendarah daging dalam diri individu sifat pemaaf, jujur dan sangat menjunjung tinggi budaya malu dan perasaan bersalah. System kepribadian manusia juga sangat kuat dikendalikan akan berhasilnya system sosial dan system budaya dalam masyarakat. Sehingga secara ekternal inilah yang dinamakan fakta sosial dalam system dimasyarakat. Fakta sosial itu adalah cara bertindak, berpikir, dan perasaan yang berada diluar individu dan dibentuk sebagai pola dalam masyarakat. Jadi kepribadian sosial masyarakat yang disemangati nilai maaf-maafan, sportif, yang di follow up sebagai budaya malu dan perasaan bersalah ternyata bisa dibentuk menjadi pola dalam masyarakat, kalau system sosial dan system budaya kuat berperan dan mengakar. Selanjutnya system perilaku manusia yang jujur, menjadi pemaaf juga dibentuk oleh system sosial, budaya dan kepribadian. Mudah-mudahan masyarakat rabbani akan terbentuk di negara tercinta ini, dengan disemangati puasa Ramadhan sebulan dan diakhiri dengan nilai-nilai Idul Fitri untuk saling maaf-memaafkan. Sehingga Kalimat Minal Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin benar-benar terpancar dari hati yang paling dalam.

 

Oleh : Suyito, M.Si Sosiolog Stisipol Tanjungpinang

Tags
Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close