Kolom Pembaca

JIHAD MELAWAN KORUPSI

Delapan belas tahun reformasi berjalan, kita sepertinya belum puas dengan itikad memberantas korupsi. Kasus-kasus korupsi semakin melebar, sengkarut negeri ini masih belum lepas dari masalah masalah korupsi, isu korupsi yang hadir dalam ruang hidup masyarakat menghadirkan fragmen tertangkapnya pejabat negara, di Indonesia umumnya dan dibeberapa daerah di Provinsi Kepualauan Riau dan di Pemerintahan Provinsi Kepulauan sendiri terus bergulirnya kasus korupsi, apakah perlawanan terhadap korupsi hanya sekedar semangat? koruptor masih terus merajalela. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan korupsi merupakan masalah krusial yang merusak sendi kehidupan bangsa. Selama ini, korupsi membuat rakyat kecil tidak menikmati hasil pembangunan.

Gurita korupsi saat ini, bak ilalang ditengah ladang kebangsaan bangsa. Mengutip ucapan Hajriyanto Thohari, apakah ada yang salah dalam “Diksi” koruptor yang selalu disematkan pada “Maling” harta bangsa ini. Perlu pendekatan budaya dalam hal melawan korupsi, sematan koruptor tidak membuat jera pelakunya, sehingga kata koruptor layak diganti dengan MALING. Korupsi terlalu halus sehingga tidak ada efek malu bagi pelakunya padahal koruptor sejatinya telah menodai moral bangsa, yang dikristalisasikan dalam dasar negara Pancasila.

Pancasila sebagai moralitas sosio-politis terapan (applied socio-political moralities) belum dapat sepenuhnya terimplementasi dalam kehidupan berbangsa. Dalam kesehariannya pejabat yang memegang kendali kebangsaan ini, dengan mudah melontarkan kata mengatasnamakan “Demi Bangsa dan Negara” tetapi pada nyatanya mereka menanggalkan dasar negara, bentuk pelecehan akan nilai Pancasila dihadirkan koruptor dengan mengabaikan nilai KETUHANAN yang termaktub dalam sila pertama, nilai Kemanusiaan yang digagas, mereka “Injak” demi kepentingan pribadi dan kelompok, alih–alih mempersatukan bangsa, mereka secara terbuka meraup keuntungan untuk pribadi, bagaimana mereka akan memimpin rakyat secara khidmat sedangkan dengan tegas mengkhianati amanah rakyat sebagaimana tertuang dalam sila keempat pancasila, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan sangat mencederai nilai keadilan yang sejatinya diabadikan bagi masyarakat Indonesia.

Memasuki abad kedua gerakan Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah sadar harus adanya tafsir baru terhadap gerakan surat Al-Maun, gerakan yang dihadirkan oleh KH Ahmad Dahlan untuk menghadirkan gerak nyata penyelamatan ummat harus diangkat kembali dan diperluas dengan perspektif baru. Jika dulu “perang” terhadap kebodohan dan kemiskinan. saat ini, gerakan tersebut harus diwujudkan dalam menjaga marwah bangsa melalui penjagaan penggunaan anggaran (APBN/APBD) agar dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Dengan Hadirnya Madrasah Anti Korupsi (MAK) yang digagas Pemuda Muhammadiyah merupakan sebagai gerakan nyata pendidikan masyarakat terhadap korupsi dan Konvensi Anti Korupsi yang digelar oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah pada 17 Juni 2016, menegasikan perjuangan besar menjaga moral Pancasila melalui kekuatan civil society. Madrasah anti korupsi akan teruskan berdiri diseluruh wilayah di Indonesia termasuk di Provinsi Kepualauan Riau.

Jihad melawan Korupsi memang tidak bisa dilakukan secara parsial, keterpaduan implementasi Pancasila harus dihadirkan dalam wujud “Moral Bangsa”. Jalan masuk pendidikan harus dihadirkan dalam mengoperasionalkan nilai tersebut. Jalan pendidikan dihadirkan Kiai Dahlan dengan kerasnya mendidik muridnya, Kiai Dahlan tidak menghendaki muridnya menjadi penghafal surat Al-Ma’un, tetapi penanaman amaliyah untuk mengentaskan kemiskinan dan kebodohan harus diwujudkan dalam perbuatan dengan satu tujuan untuk ibda bi nafsih dalam memerangi kemungkaran.

Tampa harus menuding menyalahkan pihak lain dan fokus kepada jihad melawan korupsi dalam rangka menjemput peradaban berkemajuan yang anti korupsi, pemuda Muhammadiyah mengajak kita dengan Berjemaah Lawan Korupsi dengan tindakan kebudyaan dan terus menggerakan:

Anti korupsi sebagai gerakan kebudayaan; dimana menjadikan gerakan yang mengedepankan transformasi nilai dan kesadaran kolektif seluruh anak bangsa untuk memulai menanamkan kebudayaan jujur yang anti korupsi sebagai nilai integratif dalam hidup dan kehidupan sehari-hari, kita merasa perlu untuk membangun kebudayaan antikorupsi tersebut dimulai dari diri sendiri (Ibda Binafsihi), keluarga dan lingkungan terdekat, dan salah satu usaha kongkrit yang dilakukan adalah meperbanyak pendirian Madrasah Anti Korupsi atau sekolah-sekolah anti korupsi yang memberikan pemahaman integratif tentang nilai-nila anti korupsi sekaligus operasionilasasi perlawanan terhadap praktek korupsi.

Anti korupsi sebagai gerakan rakyat; dimana Gerakan anti korupsi harus menjadi gerakan massal, “Merakyat” dalam makna dipahami oleh Rakyat Indonesia sebagai gerakan bersama, disadari oleh Rakyat Indonesia bahwa korupsi adalah masalah utama kita semua. Oleh sebab itu dibutuhkan peran seluruh masyarakat sipil untuk memberikan pemahaman tentang bahayanya praktek korupsi sebagai kejahatan peradaban bukan sekedar kejahatan pidana biasa;

Menebar “Kebencian” terhadap koruptor; mari Mendorong institusi keagamaan untuk menggunakan instrument aturan agama untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi, mendorong kelompok agama untuk aktif menebar “Kebencian” terhadap praktik korupsi yang merusak peradaban Indonesia; Koruptor adalah Maling; Mendorong media massa menggunakan istilah “MALING” bagi mereka yang terlibat kasus korupsi untuk membantu membangun kesadaran budaya kepada masyarakat Indonesia bahwa korupsi adalah pekerjaan tidak beradab dan koruptor yang diganti menggunakan kata maling adalah julukan yang sangat hina dan menghinakan.

\Dalam pandangan, Frans Magnies (1995) menegaskan bahwa pancasila bukanlah moralitas individual tetapi pancasila merupakan cita-cita bersama, tekad, tujuan dan nilai–nilai yang merupakan kesepakatan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.  Hal yang patut dipahami bahwa korupsi merupakan noda bagi moral bangsa kita. Jadi bagaimana kita menghadirkan dalam alam pikir dan tindakan menjadikan korupsi sebagai “Perang Besar”. Pancasila harus dihadirkan dengan spirit melawan Korupsi karena sejatinya sikap nasionalisme yang harus dihadirkan adalah kekuatan untuk menjaga bangsa dengan nilai Moral Pancasila. Mengutip kata–kata Mahatma Ghandi seorang nasionalis adalah orang yang memiliki kebangsaan perikemanusiaan. Tanpa korupsi kita merawat nalar kemanusiaan kita, Mari berjemaah melawan korupsi dalam mewujudkan kemerdekaan hakiki. Semoga….!

Oleh : Hendri Safutra (Sekretaris PD Pemuda Muhammadiyah Kota Tanjungpinang)

Show More
Kepriwebsite

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close